Jumat, 03 Mei 2013

Dunia Guru dalam Nilai

Pekerjaan saya serasa sudah hampir mencapai 85% untuk akhir tahun pelajaran ini setelah soal kenaikan kelas saya selesaikan kemarin. Tinggal menuntaskan materi untuk dua minggu ke depan, koreksi tugas-tugas dan menunggu ulangan umum lalu remidial. Setelah ini saya benar-benar bebas dari tugas dan tinggal menghabiskan waktu bersama di sekolah. Tidak ada lagi koreksi-koreksian karena hasil ulangan langsung discan dan kita sudah menerima jadi lalu mengolah untuk nilai rapor.

Masalahnya, adalah masalah remidial yang menyangkut anak-anak guru dan pegawai. Terkadang saya lupa mereka anak siapa. Waduh, saya ingat betul. Seorang kawan membenci saya meremidi anaknya, mengira saya tidak mengerti kawan, padahal saya lupa, karena terbiasa tidak membedakan murid sebagai anak siapa.
Kami berdebat sengit, orang tuanya bilang nilai ulangan anaknya delapan. Itu memang benar.Daftar nilai saya diminta. Saya perlihatkan, nilai kumulatif ulangan 1 2 3 dibagi tiga memang kurang dari tujuh. Saya terlanjur kesal tetapi saya  berjanji pada diri sendiri bahwa di dalam nilai rapornya tidak saya cantumkan catatan bahwa nilai anaknya hasil remidial.
Sebenarnya ga ada susahnya saya mau memberi murid saya nilai tinggi, apalagi dia anak kawan. Tetapi masalahnya adalah bagaimana saya bisa memberi rasa keadilan, dan bagaimana saya menghadapi murid lainnya dengan kasus yang sama. Akhirnya semua murid dalam satu kelas saya naikkan nilainya sehingga tidak ada yang tercatat sebagai anak dengan nilai remidial.

Kali ini saya akan seleksi siapa anak guru anak pegawai supaya tidak terulang lagi. Beberapa anak-anak itu saya beri perhatian khusus karena mereka memang perlu perhatian khusus. Saya tidak mau lagi memberi nilai cuma-cuma tetapi saya beri dia soal-soal di hadapan kawan-kawannya dan mereka harus mengerjakan sampai bisa.
Konyolnya ada murid yang benar-benar debil. Entah bagaimana caranya dia bisa bersekolah sampai SMA. Ini payah. Tetapi mau bagaimana lagi, syukurnya anaknya rajin, penurut dan selalu mengerjakan tugas walau jarang betul. Untuk memahami materi saja gak bisa. gak bisa. saya tidak tahu anak ini nanti bisa naik kelas apa tidak. Tetapi melihat sistem penilaian yang memaksa guru untuk memberi pengayaan pada anak yang kurang sampai anak itu mencapai ketuntasan minimal yaitu nilai 75....ya pasti sedebil apapun anak akan naik kelas.

Pernah dalam rapat, seorang guru disindir dan disudutkan oleh kepala sekolah karena ia tidak memahami sistem penilaian atau mungkin lupa ia memberi nilai 70, bukan 75. Guru itu dibahas di forum sampai guru itu berdiri dan  marah kepada kepala sekolah. Wah gawat, Sampai-sampai terbentuk dua kubu dalam rapat itu, yaitu pro kepala sekolah  (antek-antek pencari muka) dan guru-guru yang memiliki idealisme sama dengan kawan tadi.
Sejak itu sampai sekarang kepala sekolah dan kawan saya itu menjadi musuh bebuyutan dan tidak mau bertegur sapa. Ini sudah hampir lima tahun berlalu.

Beginilah dunia guru dalam nilai menilai.




2 komentar:

  1. he he menarik pengalamannya. iya juga sebagai seorang guru sepantasnya bersikap adil kepada semua murid tanpa pilih kasih..

    BalasHapus
  2. Terima kasih komentarnya ya.

    BalasHapus