Rabu, 28 September 2011

Hujan Pertama Musim ini

Akhirnya hujan sore ini menjadi hujan pertama yang mengawali musim hujan tahun ini. Dari balik kaca jendela kamar titik-titik air berjatuhan menutup taman, halaman dan jalanan.
Hujan selalu mengirimkan pesan bagi siapa saja. Berita yang menyenangkan bagi petani, kabar baik bagi seisi bumi karena hujan akan mengaliri kembali sungai yang kering dan menghijaukan ladang kerontang serta menyegarkan kembali semak yang terbakar.

Di sini hujan membawa kenangan. Daun-daun palem mengangguk-angguk didera air yang jatuh dari pucuk-pucuk daun apokat.
Lucu sekali menyadarkan saya bahwa hujan tak selalu membuat sedih. Hujan kali ini sudah mengurangi sunyi senja.
Bukankah...
Saya terus mengharapkan datangnya hujan, sejak melihat sawah-sawah menganga tak berwarna di kota saya. Semua bidang, lansdcape, sawah dan ladang berwarna kecoklatan di tanah retak.
Beberapa ekor ternak, domba dan sapi tampak mencari-cari di sawah tanpa tanaman.
Sementara rumah-rumah yang saling menyendiri sepi di antara tetanaman layu merunduk.

Kini hujan sudah turun di sini, walau belum bisa membasahi semuanya.Tetapi sudah menyegarkan perasaan saya.

Minggu, 25 September 2011

Hari Minggu yang tak terlalu Menyenangkan


Jam 07.30 memulai hari ini dengan joging ke pantai. Sayang suasana pantai tidak terlalu baik untuk olah raga. Sepertinya sampah dan bukit-bukit pasir sisa air pasang semalam mengacak-acak lintasan joging. Pasir gembur menyulitkan langkah serta membuat kaki cepat capek berjalan, walaupun matahari tidak terlalu panas.
Hanya sepertiga dari rute yang biasa kami tempuh, kami memutuskan mengakhiri olah raga ini dan memilih jalan keliling desa.

Tidur siang saya panjang, ada sedikit penyesalan ada acara yang tertunda hari ini. Tetapi ada baiknya juga karena saya masih harus mengerjakan tugas yang tak akan pernah habis. Administrasi mengajar. Hal yang tidak begitu penting saat berada di kelas. Hal yang merepotkan tetapi banyak yang tidak relevan di lapangan. Di lapangan lebih enjoy dan lebih simpel namun menyenangkan.

Ini pemborosan. Pemborosan pikiran, waktu dan uang tentu saja. Hm mengikuti hal yang baik memang perlu pengurbanan.
Ber-rim kertas, tinta, komputer dll. Belum lagi printer yang kecapaian rewel melulu.
Tetapi ini belum sebanding dengan sebutan Pahlawan Tanpa Tanda Jasa bagi kami, hem .

Jumat, 23 September 2011

Bisakah seperti Matahari


Matahari tidak pernah ingkar janji. Selalu terbit untuk mengantarkan pagi dan memberi kehangatan seisi bumi membangun semangat setelah beristirahat satu malam.
Tidak ada kesetiaan seperti kesetiaan matahari kepada bumi. Dan siapakah yang berpikir bahwa itu adalah Cinta. Dan Tuhan tidak pernah bertanya tentang balasan untuk itu.

Hmmm....bahagianya setiap kali saya bisa membangunkan. Membangunkan semangat siapa yang membutuhkan kehangatan seperti bumi yang membutuhkan kehangatan matahari.

Andai saja nyanyian burung yang pertama bisa saya kabarkan, betapa sempurnanya saat pagi tiba. Dan sejuknya air yang membasahi badan mengaliri pori-pori yang haus sepanjang malam sungguh suatu rahmat yang tiada terkira.

Namun apabila matahari mulai meredupkan cahaya, kesepian bumi sayup merintih, "Dukanya aku ditinggal matahari, tetapi biarlah aku akan menunggunya sampai fajar kembali tiba.Karena aku tak berarti apa-apa tanpa dia"

Selasa, 20 September 2011

Sangat Dalam


Malam begini hening. ada kesunyian yang dalam, ada kesedihan yang dalam.
sangat dalam merasuk ke relung dada yang paling dalam.
yacchh.....
Apa sebenarnya yang terjadi dalam diri saya saat ini sehingga begitu sedihnya saya tanpa sebab. Seperti ada yang baru saja terlepas dari hidup saya. Apakah itu jiwa saya,semangat saya ?
garis hidup saya memang untuk kesunyian. Dan dalam kesunyian ini saya tahu bahwa kehidupan ini penuh dengan intrik dan tipu daya. Sangat sulit memaknai arti kebahagiaan dan kesedihan sama sulitnya dengan memisahkan antara harapan dan kekecewaan.

Garis hidup manusia hanya satu.Saya percaya ini seperti alur dalam novel, berapa pun banyak peristiwa yang terjadi sebenarnya alur cerita akan kembali pada induknya.
Begitulah kehidupan saya. Jadi saya harus berani menerima kenyataan bahwa beginilah jalan hidup saya.
Saya benci dengan rasa takut menghadapi sesuatu, karena itu saya akan menghadapi ketakutan itu agar bisa mengalahkannya.

Selama ini saya selalu diburu oleh ketakutan, ya karena saya berpijak di tempat
yang rapuh.

Sabtu, 17 September 2011

Segalanya dalam hidup saya yang ke lima-lima

Sangat sulit saya ungkapkan perasaan bersyukur saya dengan apa yang masih bisa saya rasakan di akhir kehidupan saya sekarang. Tuhan memberi saya kesempatan melintasi kisah yang mengesankan.
Bagaimanapun sekarang, tak akan mengurangi kebahagiaan saya menikmati hari-hari baru saya yang penuh warna.
Sangat takut saya membayangkan seandainya saya tidak menemukan teman saya. Apakah saya bisa bertahan dalam perasaan saya yang hancur. Dapatkah saya terbebas dari keputusasaan meredam rasa sakit dan dendam? Seperti apa kelanjutan hidup saya dengan dendam? Dengan kebencian dan kemarahan yang tak pernah habis?

Sebenarnya saya menyadari semua ini hanya polesan kisah belaka yang bersifat sementara.Namun saya sudah mendapatkan segalanya dalam kesementaraan ini,lebih banyak dari apa yang saya dapatkan selama hampir tigapuluh tahun yang terlewati.Saat ini....
Saya bisa mengungkapkan semua kata yang tak pernah mendapatkan kebebasannya, saya bisa merasakan kerinduan kepada apa yang menggetarkan hati saya,saya bisa menikmati gairah hidup yang penuh arti, saya bisa mencintai kehidupan saya lagi dan...saya hampir melupakan kehidupan lalu saya yang murung.

Sayang sekali waktu terlalu cepat berjalan dan saya semakin renta untuk mengiringi semangat hidup baru saya. Namun..
Biarlah pikiran dan perasaan saya membuat komprominya sendiri. Saya hanya manusia, saya manusia dengan semua harkat kemanusiaan saya yang terbuat dari segumpal darah yang dilengkapi dengan hati, rasa, benak dan keinginan serta naluri.

Saya suka semua ini, saya menyukainya karena sudah mendapatkan segalanya.

Tak Bisa lagi Saya Mengabarkan

Banyak cerita yang ingin saya kabarkan kepada teman namun bagaimana saya bisa jika itu tak akan menarik lagi untuk didengar. Dua malam lalu kami menemui teman di Hotel Warma Sanur. Kami makan malam di sebuah restoran. Kami ngobrol sambil bersenda gurau dan tidak ada habisnya tertawa menertawakan seorang teman yang kagok dengan pengalaman barunya.
Begitu riangnya gelak tawa kami sehingga pelayan yang menunggui kami juga tersenyum. Ada beberapa pasang tamu asing melirik kami, mungkin suka atau sebaliknya.Wajah-wajah kaku dan serius di bawah remang lampu bundar begelantung di atap hidup bunga warna ungu.
Sementara suami teman kami, Mr Wood diam saja.Hanya sedikit senyum sesekali nempel saja di bibirnya yang tipis.
Ketika memilih menu makanan, teman kagok kami minta iga sapi penyet, tetapi istrinya protes dan memilihkannya terong penyet. Teman kami bilang "Gak mau, masak sudah punya terong disuruh makan terong. Tuh di kebun setiap hari juga sudah ngurus terong."
Melihat pucuk tanaman yang bergelantungan dia bilang bahwa itu tanaman markisah,saya dan istrinya bilang bukan, karena daun markisah lebih lebar, bulat dan tidak berbulu. Dengan santainya dia menyambung apakah terong itu berbulu? Tentu saja kami tertawa apalagi dia bilang terongnya menyusahkan saja.
wah...wah senangnya bercanda dengan teman lama.

Yah sepulang dari sanur kami melewati satu jalan, ini jalan yang menjadi bayangan saya karena di sekitar jalan ini ada teman kecil yang mengesankan hati saya.
Mungkin dia masih bekerja atau sudah terlelap dalam istirahatnya. Dinihari sebelumnya dia baru menelpon dan membangunkan tidur saya.

Kamis, 08 September 2011

Semalam

Setelah bulan tipis menggelincir ke barat, dari kaca jendela tampak kegelapan menyusupi taman. Saya sulit tidur lagi.Teman ngobrol di telepon sudah mengucapkan Bye..saya terus mendengarkan lagu-lagu di radio yang masih ada.
Jam satu lewat ketika saya terlelap lagi dalam impian indah tanpa kata-kata.Dan sebelum kabut meninggalkan bumi saya berjanji untuk membangunkan matahari.

Sayang matahariku tak terjaga dan menyempurnakan istirahatnya.

Pagi ini saya tergesa-gesa tanpa kompromi, dalam semangat tinggi bertemu wajah-wajah berseri penuh harapan untuk bersama bicara, bersama tertawa, bersama bekerja.

Agustus sudah berganti September.

Bulan sudah berganti lagi, dan saya sudah membiarkannya tanpa catatan.Terlalu banyak yang saya kerjakan sehingga waktu tidak pernah cukup untuk memahami detik yang terus bergulir.
Ada saat yang seharusnya tidak luput dari pencatatan, 28 Agustus 2011. Banyak peristiwa di bulan Agustus yang menarik.Sukacita dan gembira menghabiskan perayaan Idul Fitri di kampung halaman serta reuni keluarga besar juga menjadi bagian setelah bulan Agustus berganti.
Dan kini seminggu sudah berlalu, hari-hari mulai bergerak normal. Romantisme mulai tumbuh dari akar-akar di balik jendela kamar,bersapu cuaca yang terus berubah antara cerah kekuningan, putih berkilauan, rembang dan petang.
Dan
Suatu pagi yang dingin di hari pertama saya setiba di Bali, ada semangat dan kehangatan yang menjalar selama beberapa menit, saat matahari mengendap di antara pucuk-pucuk tersembunyi.Dan suara desahnya merdu melintasi padang yang jauh bersama angin pagi. Terima kasih. Pagi sudah membuat saya bahagia.