Sabtu, 19 November 2016

Bangga Menjadi Tua

Selamat malam dari Tamansari.
Ada satu masa ketika rasa percaya diri hilang secara berangsur.  Penyebabnya adalah waktu. Kenapa waktu meninggalkan kita secepat siang menggantikan malam lalu bersusulan hari, minggu, bulan dan tahun?

Seperti iklan sehat, bertambah usia itu pasti, tetap bugar itu pilihan. Tetapi ada yang dilupakan, bahwa bertambah usia itu pasti berkurang rasa percaya diri. Lingkungan perlahan terasa menyempit. Tempat-tempat yang masih disukai seolah tak layak lagi dikunjungi. Ini pengalaman saya lho, masa ketika saya ke gunung selalu menjadi perhatian para pendaki, ada yang ramah dan bertanya-tanya bahkan meminta foto bersama tetapi ada juga yang menatap penuh tanya atau berbisik sesama teman tentang saya. Begitu juga jika ke pulau dan pantai perhatian serupa juga terjadi, ada yang memberi semangat tetapi ada pula yang menjadikan saya malu pada diri sendiri seolah latah dengan gaya mereka yang muda. Mereka tidak semua tahu bahwa hobi dan kesenangan tidak ada batas akhir kecuali ketidak berdayaan jasmani dan rohani. Saya masih sehat keduanya bahkan saya bisa lebih sehat dari mereka yang muda yang muntah, sakit, dehidrasi bahkan pingsan di gunung. Muntah dan pucat pasi di udara sedang saya masih enjoy saja di awang-awang, padahal waktu itu saya ditertawakan. Ternyata hasil akhir saya menjadi trending topik ( he he istilah rangers di terbang layang). Saya terbang paling tinggi dan lama ( karena ketemu awan hitam dang angin keras, gitu).
Yah pada akhirnya komunitas alam itu bisa menerima saya dan membangkitkan semangat lagi.

Ah itu pengalaman kecil bagi orang lain tetapi besar bagi saya. Saya bersyukur Tuhan memberi saya segalanya. Kehidupan yang indah di antara belantara kehidupan.

Di tempat kerja, sebagai pengajar selalu yang ditanyakan oleh mereka adalah sampai kapan saya mengajar. pertanyaan ini membuat saya sedih karena seperti mengingatkan bahwa saya sudah harus beristirahat. Tetapi tidak sedikit yang berkata bahwa mereka ingin seperti saya jika tua nanti. Saya gembira untuk yang ini he he. Saya menafsirkan bahwa mereka yang mengatakan demikian itu adalah mereka yang memandang saya bekerja bukan hanya untuk uang melainkan untuk aktifitas dan kemampuan.

G. Agung





Sabtu, 12 November 2016

Hujan Malam Minggu


Irama hujan membawa suasana damai malam minggu ini. Malam yang sepi diisi suara tetesan air yang jatuh di kolam dan dedaunan. Daun palem beregu basah berkilat  digoyang angin, tampak dari balik tirai jendela kaca. Sementara gemuruh guruh bersahutan dan  mereda di kejauhan.
Dalam suasana begini saya tidak bisa membedakan antara saya pada masa kecil dan saya yang sekarang. Ada penginderaan yang sama ketika saya mendengar suara hujan, suara guruh dan suara lainnya. Juga ada rasa yang sama ketika sunyi dan damai menjadi teman satu-satunya. Seperti itukah ketidakberbedaan yang abadi pada indera perasaan ketika bersatu dengan  alam? Mungkin saja ini hanya menurut saya, Tetapi seandainya ketika rasa sedang bergelut dengan kemarahan, lalu hujan turun dalam hening seperti ini apakah ia bisa mendamaikan suasana?
Semoga musim hujan ini akan sampai juga pada akhir bulan supaya bisa meredam bangsa yang sedang berlomba  kemarahan ini.

Jika hujan bisa menghapus panas satu tahun, saya berharap hujan dan guruh bisa menegur mereka untuk berhenti berteriak dan memaksa mereka merunduk, merenungi kata hati yang mana yang mereka ikuti.


Sabtu, 05 November 2016

Agitasi



kita telah menghitung namun tetap saja kita merasa waktu lebih cepat berjalan dari hitungan kita. Tak terasa tahun 2016 sedang memasuki akhir tahun dan bulan depan suasana penutup tahun akan jadi lain dari hari ini. lebih hiruk pikuk kah atau sebaliknya?
Rasanya semua peristiwa yang terjadi di negeri ini adalah manifestasi dari ketidakmampuan kita  melawan kehendak pengendali kekuatan yang sangat sumir. Apakah itu kekuatan alam, manusia atau kekuatan dari pengaruh unsur lain. Yang jelas ini bukan kesalahan Tuhan tetapi akibat dari kesalahan manusia.
Kalau direnungi, sejak awal reformasi, kebebasan kita sudah berubah menjadi kebebasan liberal. kebebasan ala reformasi Indonesia. Reformasi yang digulirkan tidak didasari rasa tulus untuk kebaikan negeri ini melainkan reformasi atas kepentingan membentuk tirani kekuasaan baru. Kekuasaan yang tidak mungkin terwujud tanpa penggulingan kekuatan yang ada. Reformasi yang berdiri di atas celah kerapuhan. Bisa menggulingkan kekuasaan yang ada tetapi tidak siap membangun fondasi.
Mereka sudah puas dengan membagi-bagi kekuasaan ala kadarnya. Konyolnya cara-cara membangun kekuatan seperti itu berlanjut sampai saat ini. Walau dengan strategi yang agak berbeda.

Terkadang jika saya menonton televisi dan memperhatikan mereka, saya merasa saya sedang menonton panggung semu. Aktor-aktor yang bermain tanpa ekspresi, tanpa toalitas karena kehabisan energi. Seperti ada ketidakpercayaan diri karena mereka pasti menyadari bahwa mereka sedang berdiri di atas pijakan yang salah. Mereka hanya merasa harus ada di sana, harus mendapatkan tempat bagaimanapun caranya.
Dan konyolnya lagi aktor-aktor itu selalu muncul di setiap episode cerita negeri ini baik dalam suka ataupun duka.
Lalu reformasi apa yang bisa kita nikmati saat ini? Aksi turun ke jalan, selalu menuntut ataukah memaksakan keinginan.

Reformasi seharusnya diikuti revolusi. Revolusi untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang lebih baik, bukan mencari kekuasaan tanpa revolusi.  Sayangnya sebagian anak muda tidak menyadari hal ini. Semangat tinggi di atas idealisme tetapi dangkal dalam pengalaman batin menjadikan mereka sebagai alat dan kendaraan orang dewasa yang tidak mampu bergerak sendiri.

Dan dua hari lalu, ketika aksi demontrasi atas kasus terduga penistaan agama, sepertinya ada segelintir orang yang mau mendompleng lagi. Sayang mereka sudah tidak memiliki daya Tarik lagi. Boleh jadi generasi muda kali ini sudah lebih baik dari generasi mereka dulu dan sudah kapok menjadi alat yang mengantar para orang untuk memperoleh keuntungan dari dalam keributan.

Pembaca, Anda pasti tahu tulisan ini adalah sebuah agitasi, fitnah. Tetapi saya tidak bermaksud untuk memfitnah melainkan sekedar megeluarkan pikiran saja. Kalau ini dianggap salah, maafkan dan jangan bawa ke ranah hokum. Hukumlah saya dengan teguran dan opini Anda.
Selamat berhari libur.