Rabu, 31 Oktober 2012

Hujan Setengah Hati

Hujan turun setengah hati meluruhkan panas sebentar. Setelah hujan reda suhu udara kembali seperti semula, tidak menyisakan sejuknya.

Kapan hujan bisa turun sepenuh hati meluruhkan segala rindu yang ditanggung oleh semua makhluk. Rindu dedaunan akan tunas barunya, rindu mawar akan kuncupnya, rindu tanah akan aromanya. Dan kerinduan manusia akan suara titik-titik air di atap serta dedaunan.





Begitu lama tak terdengar irama hujan meningkahi malam. Yang ada tinggallah bayang-bayang kelam dalam kegerahan.
Namun semuanya akan berubah karena musim pasti berganti. Bukankah akan ada kegembiraan setelah kesedihan.






Kamis, 25 Oktober 2012

Malam Idul Adha 2012

Tidak terasa Idul Adha datang lagi. Di sini suasana menyambut hari besar ini sepi-sepi saja walaupun menjelang magrib sudah terdengar suara takbiran dari musola terdekat. Bahkan saya baru ingat lagi setelah kawan mengucapkan salam untuk ini.
Kabar sanak saudara tak saya ketahui. Kami tak saling mengabari. Walau begitu saya berharap esok ada kejutan, ada acara rame-rame bakar sate di rumah.


Hari ini saya sudah menyelesaikan pekerjaan saya. Bunga saya sudah mekar sepenuh hati kini. Walau tidak ada kepuasan namun saya lega juga dan saya ingin cepat-cepat mengerjakan yang berikutnya.



Seringnya segala yang setengah hati ini berulang membuat saya kehilangan semangat.
Tak sepadan antara apa yang saya rasakan dengan kenyataan, menyadarkan saya untuk tidak membuang waktu percuma untuk memikirkan hal yang sia-sia.




Senin, 22 Oktober 2012

Hari yang membosankan di Rumah

Membosankan sudah terlalu lama saya rasakan, benar-benar membosankan walau banyak hal bisa saya kerjakan.
Suasana ini sangat bertentangan dengan jiwa saya. Derai tawa saya tenggelam dalam beku. segalanya tidak berpihak sedikitpun kepada segala sesuatu yang harusnya saya  dapatkan  di rumah saya sendiri.

Saya bisa menerima ini, namun saya terlalu banyak kehilangan kegembiraan. Mungkinkah keadaan ini akan  terus memperburuk mood saya.

Saya hanya bisa menghindari tekanan dengan jalan-jalan, menulis, menggambar atau  membaca. Jadi kanak-kanak lagi, hmm. sayang saya tidak suka berhitung.
Ada pesan instan dari kawan di Lagos yang dikirim kemarin, menanyakan keadaan kami. Saya tersenyum sendiri dengan salamnya yang bertubi-tubi. Senang rasanya.

Dua hari lalu juga ada pesan misterius. Saya berpikir lama untuk membalasnya karena mungkin pengirimnya hanya iseng. Saya berharap ia tahu sendiri saya siapa dan bisa menghargai saya.
  

 

Minggu, 21 Oktober 2012

Bagaimana Hari Saya Nanti

Matahari  selalu menandai permulaan dan pengakhiran  sepanjang waktu. Tetapi selalu saja ada pertanyaan bagaimana hari saya nanti. Harusnya saya sudah belajar dari hari-hari kemarin bahwa hari ini adalah  hari yang saya tanyakan.

Belajar memang tak akan selesai berapapun dekade yang kita lewati. Belajar yang paling sulit bagi saya adalah belajar berintrospeksi.
Kadang-kadang memang merasa bisa, tetapi nyatanya hal itu belum sepenuh hati. Pikiran seringkali berlawanan dengan perasaan. Wapaupun begitu saya berharap perasaan akan segera bisa menyesuaikan diri dengan pikiran.
Dan sepertinya apa yang saya terima saat ini membantu mempercepat penyesuaian itu.

Esok matahari akan menandai permulaan lagi.
Memompakan semangat baru  bersama waktu.


Bojonegoro

Sabtu, 20 Oktober 2012

Menjalani Waktu

Hidup sama artinya dengan menjalani waktu. Siapa yang langkahnya kuat akan cepat sampai tujuan.Dan tentunya yang tidak punya semangat akan terlambat.

Tidak terasa tahun sudah semakin tua dan generasi tahun berikutnya sudah bersiap-siap menjemput giliran. Adakah perubahan yang kita rasakan? Seharusnya ada. Pasti ada. Perubahan positif seberapapun kecilnya harus ada.

Dan apabila belum ada, masih ada waktu dua bulan untuk mempercepat langkah sambil menyelam dan minum air,hmm hmm, sehingga ada rasa puas ketika meninggalkan tahun ini.

Ya saya hanya bisa berteori. Inipun sekedar teori daripada melamun tidak ada arti.
Sebenarnya saya sendiri juga belum yakin apakah ada kemajuan kinerja saya.
Tetapi kadang-kadang saya berpikir evolusi telah terjadi. Dan saya harus menerima ini dengan besar hati.
Perubahan ini adalah perubahan citarasa secara perlahan dan tidak menimbulkan guncangan.

Saya berharap proses terus berjalan seiring dengan waktu dan akan menghasilkan buah yang manis, lebih manis dari waktu-waktu sebelumnya.






Jumat, 19 Oktober 2012

Flamboyan Tua di Luar pagar

Senja muram jatuh. Di dalam kelas suasana sedikit hening karena murid mengerjakan tugas. Badan terasa letih di akhir jam belajar. Tujuh jam nonstop saya mengajar karenanya saya harus beristirahat walau di kelas. Untuk itulah saya memberi tiga buah soal yang cukup untuk dua jam pelajaran ke depan.

Saya duduk sambil memeriksa pekerjaan murid. Sesekali satu dua anak maju mendekati saya untuk minta penjelasan dan ada pula yang menanyakan apakah pekerjaannya sudah betul.

Sekeliling mulai sunyi karena beberapa kelas sudah kosong. Di luar pagar tampak pohon flamboyan tua masih gagah dan bertambah kekar seperti petarung yang memperlihatkan otot-ototnya.
Flamboyan tua ini usianya hampir sama dengan usia sekolah kami. Tiga puluh dua tahun. Tiga puluh dua tahun telah berlalu berarti tigapuluh dua generasi sudah berganti.

Setiap kali saya mengajar di deretan kelas ini selalu melihatnya karena pintu dan jendela kelas menghadap ke sana.
Ketika saya mengajar pagi sering terdengar suara riuh burung yang berlompatan di sana.
Bergembira di antara dahan-dahan besar dan menyelinap di rimbun dedaunan.

Flamboyan tua menjadi saksi bisu semua yang terjadi di dalam kelas. Pada suatu hari nanti dia akan kehilangan pecinta beratnya. Karena harus beristirahat untuk masa pensiunnya.

Kamis, 18 Oktober 2012

Saya Meniru Siapakah?

Saya menulis status di facebook dengan kalimat yang meluncur begitu saja. Belum satu menit ada yang bertanya ucapan saya meniru siapa? Saya kesal. Meniru siapa? Meniru siapa?

Saya tidak tahu jawabannya karena saya tidak tahu siapa yang punya kesamaan dengan ucapan saya. Tadi pagi, saya mendengar suara burung tekukur di kejauhan. Suara itu dulu sering saya dengar di desa kelahiran ayah saat saya masih kanak-kanak. Ketika itu musim kering, tanah merekah dan rumpun bambu kecoklatan. Ada pilu dalam suara perkutut di sana kala itu.

Lalu saya menulis "Perasaan tidak punya batas untuk melintasi bukit kecintaan, menuruni jurang kebencian serta melewati lembah kerinduan"


Jadi saya tidak tahu saya meniru siapa.



Rumpun Bambu di Desa Asal Ayah

Rabu, 17 Oktober 2012

Harapan Saya

Azan subuh sudah terdengar, selesai sahur anak sulung saya berangkat lagi ke jakarta. Sebentar rasanya bertemu. Hanya semalam.Itu pun karena mencuri waktu dari perjalanan dinas ke Kupang. Saya terbangun saat dia memeluki saya dari belakang serta mengelus dan menciumi punggung saya.

Kini dia sudah pergi untuk penerbangan jam 06.30 nanti. Beginilah, sunyi merambati saya lagi. Semalam saya juga harus menyerah kepada anak kedua karena ia sudah mengambil keputusan untuk Makasar dengan alasan Indonesia adalah tempat di mana pun dia berada, untuk sekurangnya setahun kedepan.

Pada akhirnya saya menyerah untuk pilihan anak-anak. Saya hanya berdoa agar Tuhan senantiasa menjaga mereka dari segala kesulitan.

Jam 04.30 si bungsu datang. Pekerjaannya luar biasa. Sebagai pegawai Pusat Data Bank yang dipekerjakan di Bali menyita sebagian besar waktunya.
Mudah-mudahan ia tetap sehat dan tidak segera kembali ke kantor pusat.
Itulah harapan saya saat ini.


Selasa, 16 Oktober 2012

Hari ini Murid Saya Nurut

Gerimis pagi membuat saya ingin waktu tidak cepat bergulir. Masih ingin menarik selimut dan terlena kembali dalam nyenyak tidur yang semalam terlambat.
Saya masih mengingatnya. Saya belum lulus uji untuk mengabaikan dan melupakan.

Namun saya bisa menikmati segala yang ada dalam hidup ini dengan sepenuhnya. Rasa manis akan menjadi begitu nikmat setelah kita mencicipi rasa pahit. Dan itu akan terus berulang dalam kehidupan.

Seperti biasa ketika mengajar, semangat menyala, dan sungguh menggairahkan, tak ada insiden di kelas. Saya yakin hari ini saya memberi dan mereka menerima dengan sepenuh hati. Seperti sebuah kerjasama yang menguntungkan, hilang kejenuhan saya dan mendapatkan hiburan hingga dua jam terasa cepat berlalu.

Cuaca hari ini masih terasa sangat terik dan udara gerah.

Minggu, 14 Oktober 2012

Apakah Malam ini akan Turun Hujan?

Udara terasa panas.Kami menghabiskan senja menyusuri desa demi desa untuk membuang kebosanan di dalam rumah. Tak terasa sudah terlampau jauh sehingga saya memutuskan sekalian berkunjung ke rumah adik.
Obrolan panjang lebar selepas makan malam membuat malam berjalan tanpa terasa.
Di rumah saya lihat lagi obrolan di yahoo. Saya mendapat satu permintaan pertemanan. Saya tahu, calon teman itu adalah salah satu dari mereka yang sudah berdebat dengan saya. Perdebatan sengit saya melawan lima orang.Dan yang keenam ini tidak terlalu ekstrim. Dialah yang barusan meng-add saya sebagai teman.
dua hari perdebatan berlangsung. Puas rasanya menghadapi arogansi sekelompok orang dengan jurus jitu yang tidak menohok pendapat mereka melainkan dengan pengetahuan.
Pada akhirnya tidak seorangpun yang semula menyebut saya kafir tidak bisa mengata-ngatai saya lagi kecuali bertanya-tanya saya muslim apa jika tidak mempunyai identitas golongan? Islam dengan 5 rukun Islam dan 6 rukun iman adalah identitas saya yang universal. Dan saya hanya mengakui Islam yang Rohmatan Lilalamin. Saya cinta damai.
Itu yang saya katakan.

Perdebatan ini dimulai dari kebencian saya jika ada muslim yang suka menggunakan kata-kata kafir, laknat, dajjal dsb. kepada orang lain hanya karena berbeda mazhab dan agama. Lalu menyebut nama Tuhan dengan berteriak seperti mau perang. Sebenarnya saya hanya ingin mengatakan bahwa sikap yang seakan-akan kita yang paling benar lalu mencaci-maki, mencela dan mengkafirkan orang itu tidak mencerminkan Islam yang benar.Sebaliknya mencederai Islam.



Auu panasnya udara malam ini, beberapa menit lalu tedengar suara rintik hujan namun sudah pergi lagi. Apakah malam ini akan turun hujan.
Kalau boleh saya meminta turunlah hujan yang deras. Saya akan menguji diri apakah saya masih bisa bersedih mendengar suara hujan.

Sabtu, 13 Oktober 2012

Bunga Setengah Hati

Bunga ini dibuat dengan setengah hati. Dari inspirasi setengah hati. Karena hati yang tak bisa menjaga rasa sehingga kehilangan setengahnya. Tetapi saya sudah katakan saya akan menggenapkan kembali rasa yang hilang itu.






Dan bunga ini akar mekar semuanya pada waktunya.
Terima kasih Tuhan.

Tiga Hari tanpa Caecillia Hassan

Tiga hari kami tidak chatting karena kawan ini sedang cuti tahunan dan hanya ngobrol di facebook saja. Rencananya Senin depan ia berangkat untuk travelling ke Lagos. Ada rasa sepi juga tidak ngobrol, walaupun obrolan kami selama ini hanya berkisar pada keadaan sehari-hari tentang kesehatan, pekerjaan, cuaca, masakan dsb.

Obrolan facebook tidak senyaman obrolan di Yahoo. 20 hari ke depan. Gadis itu tak akan bercerita tentang keluarganya. Tiga ibu, sebelas saudara tinggal dalam satu rumah. Pekerjaan ayah petani. Pantaslah jika Caecillia hanya satu tahun sekali  pulang kampung yaitu pada hari natal. Walaupun hanya perlu empat jam dengan bus menuju kampungnya.

Terkadang ada rasa iba, bahwa hanya dia seorang yang bersekolah sampai Perguruan Tinggi. Sedang saudara-saudaranya perempuan yang sudah menikah ikut suaminya. Yang lain membantu ayahnya di sawah.
walau begitu semangatnya tinggi. Ia masih akan melanjutkan cita-citanya melanjukan kuliah lima tahun lagi setelah mengumpulkan uang. Waktu saya tanyakan kapan ia menikah, ia bilang menunggu lulus kuliah. Great!

Saya jadi ingat anak perempuan saya. Begitu besar semangat saya menyekolahkan dia sampai S2 ternyata belum tamat Sarjana ia menikah tanpa bisa saya larang. Akhirnya saya mengalah dan terus menyertainya sampai lulus walau terlambat tiga tahun. Masih ingat saya saat mengejar-ngejarnya sampai ke Sumatera rumah mertuanya, mengambilnya dan menjebloskannya lagi ke kampus. sementara bayi dan suaminya saya suruh tinggal bersama neneknya. Ternyata baru satu bulan suaminya menyusul. Berikutnya anaknya menyusul. Habis sudah. Waktunya hanya untuk mengurus keluarga. Pulang lagi ke Sumatera, Saya susul lagi dengan bujukan walau saya begitu kecewa waktu itu. Tetapi sudahlah, akhirnya ia lulus juga dan bisa bekerja.


Jumat, 12 Oktober 2012

Mengurus Murid Kenapa Menjadi Berat begini.

Dulu saya selalu bertanya-tanya mengapa banyak kawan yang bermasalah dengan muridnya? Ternyata memang benar, menghadapi murid sekarang ini berarti berhadapan dengan masalah. Masalahnya selalu sama dan itu-itu saja. Kelihatannya sederhana, melihat-lihat hp saja. Tetapi ini membuat kesal. Pasalnya aturan sudah jelas, dilarang mengaktifkan hp saat belajar.

Selalu saja ingin marah di depan kelas jika sudah terjadi hal seperti ini. Dan ini lama-lama terasa mengganggu perasaan juga. Terkadang juga terpikir untuk apa saya memberatkan diri untuk melayani mereka dengan sebaik-baiknya, sedang banyak dari mereka yang tidak menurut.
Berapa kali sudah tak terhitung kalinya saya mengeluarkan mereka, merampas hp, memarahi mereka. Namun...

Yah dalam seminggu mengajar sekarang, sama kesalnya dengan kekesalan selama mengajar satu tahun beberapa tahun lalu.
Ini bisa saja menjadi gejala bahwa guru juga akan banyak yang terkena serangan jantung kali.
Ah gak mau.  

Kamis, 11 Oktober 2012

Menghadiri Perkawinan Kawan di Karangasem

Jam sepuluh pagi kami bersiap berangkat dengan bus Pariwisata. Saya duduk di depan agar bisa mengambil gambar. Sayang tidak ada yang istimewa untuk difoto.
Perjalanan ini menyenangkan, kami melupakan sejenak semua beban dengan bercanda dan bernyanyi-nyanyi mengikuti musik yang diputar oleh awak bus.
Ada Bapak Kepala Sekolah dan wakil juga tetapi suasana sudah larut sedemikian rupa sehingga kami melupakan itu. Seru, tidak kalah dari murid saat pergi bersama, walau semua penumpang bus ini hanya guru.



Melewati Kabupaten Klungkung



Serunya lagi mencari alamat. Ternyata jalan menuju alamat tidak cukup untuk bus besar. Terpaksa kami berjalan kaki. Agar jarak tempuh tidak terlalu jauh, kami menerobos jalan setapak melintasi lembah dan menyisir tebing hutan bambu. Sungguh mengasyikkan dan bakalan menjadi cerita nanti.


Villa di Puncak Bukit Jambul Karangasem


Mendekati Desa Menanga Karangasem



Jam lima sore kami sampai di Tabanan, dan di meja kami, tugas untuk murid sudah dikerjakan. Wah jadinya harus koreksi ekstra. Tetapi ini lebih menyenangkan daripada mereka yang tidak ikut.

Setengah Hati

Dari setengah hati saya akan menjadikannya sepenuh hati. Kabar malam itu cukup menyenangkan  walaupun kabar itu hanya setengah hati. Mengubah sesuatu yang kurang menjadi cukup tidak terlalu sulit bagi saya.

Pagi, Rabu saya tidak mengajar. Jadi saya bisa berekspresi sesuai dengan rasa saya.
Walau hanya setengah hati....
Pekerjaan saya terasa begitu mudah dan cepat. Seperti keinginan yang datang mengalir dan sampai ke tujuan tanpa kesulitan. Saya patut mensyukuri itu seberapapun nikmat saya dapatkan.
Saya ingin hari berjalan lamban agar semakin banyak yang bisa saya kerjakan. Namun, waktu selalu bisa mengalahkan kita. Ada yang tidak selesai, dan saya juga yakin semua pekerjaan kita tak akan pernah selesai sampai kapan pun.

Dari setengah hati saya mengerti bahwa ada kesia-siaan yang kita ciptakan. Tetapi  kesia-siaan itu masih memberi manfaat daripada tidak ada apapun yang kita buat.
Dan biarlah kesia-siaan ini menjadi khazanah yang memperkaya hati kita.


Pelabuhan Ikan Muncar

Minggu, 07 Oktober 2012

Hanya Bayangan

Saya merenung ketika pagi tiba, seperti saya mau membangunkan matahari tetapi hanya seperti. Saya tahu kabut sudah mendahului  memberinya ruang dan waktu untuk bersinar.

Saya memandang langit-langit. sekilas saya melihat cahayanya namun ternyata itu hanya bayangan yang sedang mengembara di atas imajinasi saya saja.
Yang tertinggal hanyalah suara angin  musim kemarau yang  melintasi pepohonan dan tiang-tiang di atap-atap rumah. Kemana dia pergi tak ada seorangpun tahu. Dari mana dia datang kita juga tidak tahu. Yang kita tahu dia akan datang dan pergi selamanya.
Hmmmmm
Hanya angin yang tak bisa bersinergi dengan manusia.
Tetapi tanpa angin penyair akan kehilangan kekuatannya.



Danau Bratan Bedugul 2012

Kamis, 04 Oktober 2012

Segenggam Racun, Kenapa Dipertahankan?

Saya begitu terkesan membaca kalimat-kalimat ini.                                                                                         
Mengapa kamu mempertahankan racun dalam genggaman? Apakah ia terlalu bernilai bagimu? Ataukah kamu yang membiarkan dirimu tidak berharga ?

Kalimat di atas seperti sebuah peringatan, bahwa manusia memang seringkali kehilangan akal sehat.  Orang sehat tentu akan memilih gula karena ia tahu gula itu manis tanpa perlu dicicipi. Sedangkan orang sakit akan memilih racun ketika ia meyakini bahwa racun itu akan menyembuhkan  sakitnya.

Kalau dipikir-pikir kalimat di atas memang benar,  ada saatnya kita harus menyadari kesalahan kita. Membiarkan diri terbelenggu oleh satu hal yang hanya kita yakini saja. Padahal sebenarnya hal itu tidak ada.





Senin, 01 Oktober 2012

Senandung Rindu


Itu hanya judul lagu juga, lagu lama ciptaan A.Riyanto. Hmm kerinduan memang puitis untuk diungkapkan setiap saat dari masa ke masa.
Kerinduan memang bisa datang tanpa sebab dan menghampiri siapa saja dan kepada siapa saja.

Tetapi tidak semua kerinduan harus berakhir dengan pertemuan. Ada kerinduan yang tidak akan berakhir selamanya, yaitu kerinduan terhadap kenangan. Karena kenangan tinggallah kenangan. Absurd.
Walaupun sebenarnya semua yang terjadi dalam kehidupan ini akan menjadi kenangan.

Ketika kita menjadi manusia sempurna, akal kita, tidak ada salahnya kita merindukan kenangan itu sebagai manifestasi empati manusia terhadap kodratnya. Sebaliknya ada benarnya juga kita mengubur kenangan untuk memberi kemerdekaan kepada jiwa yang terbelenggu.

Kerinduan yang sejati adalah kerinduan yang bisa menyembuhkan lukanya sendiri




Following the River of Death Downstream

Saya suka dengan lirik lagu itu. Suka saja walau tidak sepenuhnya bisa memahami maksud penulisnya. Hanya suka membayangkan sesuatu yang terus bergulir mengikuti waktu.


Saya seringkali berkata pada suami bahwa saya ingin meninggal semasa saya masih kuat. Dan dia juga selalu mengatakan bahwa umur tidak bisa ditolak ataupun diminta. Lalu saya menjawab, saya tidak memaksa karena takdir tidak bisa dipaksa, sebaliknya takdir yang memaksa kita.Begitulah.
Jadi memang lebih baik kita menyerah.

Bright eyes burning like fire.
Begitukah?
Namun semangat tidak selalu mencerminkan harapan. Sebab semangat seringkali kalah cepat dari perubahan yang terjadi.