Jumat, 30 Juli 2010

Akhir Pekan sore hari

31 July 2010, cuaca mendung sedikit berhujan sehingga udara terasa dingin. Hari ini saya di rumah saja menonton TV dan tentu saja melihat-liat update di email, facebook dan blogger.
Ada empat pemberitahuan di daftar bacaan blog saya hari ini. Terakhir sejam yang lalu ada postingan foto dari blog berjudul Concolo Mirarte.Pemilik blog ini adalah Fernando laki-laki berkebangsaan Argentina, Saya tidak tahu berapa umurnya. Tetapi mempelajari foto dan teman-temannya sepertinya di atas empat puluh lima tahun.
Saya sedikit mengapresiasi foto itu karena fokus foto kurang jelas menurut saya.Yaitu sebuah tong sampah plastik yang penuh oleh kemasan minuman kaleng kosong dan plastik-plastik pembungkus kue di tengah-tengan keramaian pejalan kaki di sebuah kota.Mungkin di Buenos Aires.Tetapi saya tertarik warna cahaya di foto itu.Coklat remang-remang.Artistik.

Ketep Pass View Merapi Merbabu

     Jam sembilan pagi kami bersembilan dengan anak-anak berangkat ke utara Yogya, Hanya satu jam objek wisata Merapi sudah kami nikmati, Puncak merapi dari kejauhan serta udara  yang sejuk  memberi semangat untuk terus menikmati alam hari ini.


     Jalanan yang terus menanjak berakhir di  sebuah bukit yang dikelilingi lembah subur.Lembah jauh di kaki Gunung Merapi dan Merbabu.Sayang kabut sudah turun sebelum Merapi dapat kami lihat sempurna.


Senin, 26 Juli 2010

Memulai Liburan di Yogya

     Tanggal 29 Juni saya dan suami berangkat ke Yogya dengan Bus Safari Dharma Raya. Kami berdua tiba di yogya sebagai kloter pertama. Kloter kedua dari Bojonegoro termasuk ibu saya dan seorang besan. Dan Adit, anak sulung saya yang berangkat lewat Surabaya sebagai kloter ketiga lalu Heni, adik saya dan suaminya datang dari Jakarta dengan kereta malam, Besok paginya si bungsu saya,Rian, berangkat dari Jakarta dengan kereta juga.Terakhir adalah adik saya yang ragil,Ira, tiba tanggal 3 Juni.





     Rumah kontrakan anak kedua saya, Sabti jadi ramai dan semarak oleh hangatnya pertemuan keluarga ini. Hari pertama acara temu kangen, ngobrol dan jalan-jalan di dalam kota sore harinya. Hari kedua ke candi Borobudur, Ketep Pass dan ada yang terus ke Malioboro dan Ringin Kembar depan Keraton Yogyakarta.



Hari ketiga anak-anak berenang di di hotel Galuh dekat prambanan sementara orang tuanya belanja  ke Malioboro lagi. Hari keempat rombongan pertama termasuk saya kembali ke Ketep Pass dan rombongan kedua meneruskan belanja ke Malioboro dan Pasar Bering Harjo.
                                                                  

 Ketep Pass adalah objek wisata jauh di kaki Gunung Merapi. Satu jam dari kota Yogyakarta ke arah utara. Sebuah bukit yang dikelilingi lembah yang subur dan damai. sedikit desa yang tampak dari atas bukit karena kawasan lembah ini lebih banyak digunakan sebagai kawasan sawah dan kebun.



     Ketika kabut belum turun dari bukit ini view Merapi dan Merbabu menjadi tujuan wisata utama. Di tengah kawasan ini ada sebuah gedung pemutaran film dokumentasi Gunung Merapi dengan tiket sepulu ribu rupiah perorang.

     Kami menikmati juga makan siang di salah satu warung yang berderet di dinding bukit Ketep Pass  yang langsung menghadap ke Gunung Merapi. Sungguh alam dengan pesona tersendiri di dalam seperti berada di puncak ketinggian dalam sapuan dingin hawa pegunungan. Sambil menunggu hidangan kami bercakap-cakap dan bercanda dengan anak-anak. Lima piring tempe mendoan hangat kami habiskan menemani teh panas. Adik memesan kopi jahe dan ada yang kopi susu. Sungguh menyenangkan suasana ini.

Sabtu, 24 Juli 2010

Pulang ke Bali Dengan Batavia Air

Tgl 20 Juni pukul 10.30 kami meninggalkan bandara Komodo L. Bajo. Adik dan anaknya, Gunawan mengantar kami sampai mendekati pesawat. Setelah melambaikan tangan saya memasuki pesawat sambil terus menengok ke arah mereka dan bandara Komodo.Kami mendapat tempat duduk VIP,no 2c dan 2d.

Kenangan indah sudah saya kumpulkan. Selama perjalanan udara satu jam saya terus mengambil gambar dari udara. Pulau-pulau sekitar Pulau Flores tampak dengan garis-garis pantai yang jelas, putih gading , berangsur-angsur kelihatan samar-samar di bawah permukaan air yang dangkal. Setelah itu tertutup oleh hijaunya air laut di kedalaman sedang, dan membiru di kedalaman yang sebenarnya.


Pulau demi pulau yang terlewati terekam semua dalam kamera dengan baik karena pesawat hanya berada di ketinggian 28.000 meter. Terasa lengkap  sudah perjalanan kami, melewati laut, darat dan udara.
Jam 11.30 tepat pesawat carteran Batavia,Athirah ,landing di bandara Ngurah Rai. Selanjutnya kami menumpang taksi gelap,Toyota Avanza menuju ke Denpasar.

Jumat, 23 Juli 2010

Pantai Pede L Bajo


Pantai Pede menjadi kunjungan wisata sebelum pulang ke Bali. Setelah booking tiket pulang kami berdua dan keponakan yang tinggal di L Bajo meneruskan jalan-jalan ke Pantai Pede, arah selatan kota Labuan Bajo.

Pantai ini landai berpasir putih dan tenang tak berombak seperti pantai-pantai lain di Pulau Flores.Ada beberapa hotel berbintang di sepanjang kawasan ini. Hotel Bintang Flores, Hyat dan masih ada lagi.

Hari ini hari libur, Sabtu tetapi tidak ada pengunjung pada jam sepuluh pagi. Tampaknya memang jarang dikunjungi.Pemandangan ke arah laut cukup mempesona. Tampak dua pulau kerucut di kejauhan. Beberapa kapal melintas di sana dan ada sebuah perahu nelayan berlayar biru melintas perlahan-lahan menampah indah panorama.

Rabu, 21 Juli 2010

19 Juni ke Pasar dan kampung nelayan Labuan Bajo

Jam tujuh pagi kami baru bangun, badan pegal-pegal setelah perjalanan kemarin. Pagi ini rehat sambil mengisi waktu melihat-lihat pasar ikan di dekat pelabuhan L. Bajo.




Di sekitar tempat ini rumah-rumah nelayan berderet di pinggiran pelabuhan. di depan rumah mereka menjemur ikan-ikan kecil untuk dikeringkan.Sedangkan di barak-barak pasar ikan yang sudah dikeringkan dijual.Ikan-ikan kering ditusuk menjadi satu ikatan dan dijual per-ikat.Begitu juga ikan-ikan segar yang dijual di dermaga ikan,termasuk gurita dan cumi-cumi. Harga setiap ikat limabelas ribu rupiah. Di pasar ini tidak ada tawar menawar.



Di dekat pasar ikan juga ada pasar sayur dan rempah-rempah.di pasar ini dijual bunga sirih kering dan yang masih basah. Juga buah pinang muda, kapur sirih dsb.Sepertinya di sini masih banyak pengguna sirih pinang.Umumnya semua dagangan dijual dg satuan ukuran takaran termasuk buah kemiri ditakar dengan kaleng kecil bekas susu.Tawar menawar juga tidak terjadi di sini.Setelah belanja kami adik ipar saya yang masak' Pagi ini kami sarapan dengan santapan lezat.

Senin, 19 Juli 2010

Dari Ende Kembali ke L. Bajo




Pagi tanggal 18 Juni kami meninggalkan hotel Rakhmat dengan travel,Suzuki hitam metalik.Selama dua jam kami menunggu penumpang lain.Tidak berhasil, akhirnya kami memutuskan turun, ganti kendaraan di pangkalan saja. Disana kebetulan sebuah kendaraan , Toyota Avansa sedang menunggu penumpang siap berangkat. Kami bertiga melengkapi dan langsung berangkat. Jam sepuluh pagi,berarti sampai Ruteng nanti hari sudah sore.

Perjalanan pagi ini masih menarik perhatian karena dua hari lalu saat kami melewati tempat ini suasana gelap pada malam hari. Begitu meninggalkan kota Ende pemandangan indah terhampar, menyusuri tebing berliku yang berdampingan dengan pantai yang biru dan tenang. Riak-riak kecil di permukaan air tampak putih bertebaran seperti perahu layar kecil-kecil dari ketinggian menciptakan kamuflase pandangan. Indah sekali, segera perasaan kesal dengan sopir APV menjadi sirna. Apalagi ketika mobil mulai menanjaki bukit-bukit dan masih beriringan dengan pantai yang biru kehijauan jauh di dasar jurang. wah,dan menyembul sebuah gunung menjulang dari balik bukit. Gunung Aileri,gunung berapi yang masih aktif. Puncaknya kerucut dengan bekas-bekas lelehan lava di sekelilingnya berwarna coklat keabu-abuan, menandakan kedahsyatannya apabila gunung ini meletus.



Dua jam kemudian, perjalanan mulai melandai dan tikungan-tikungan tajam mulai berganti dengan kelokan-kelokan lembut. Udara sejuk berhembus sampai pada akhirnya beristirahat makan siang di lembah pantai Aimere,Rumah makan Padang Samudera.
Saya pesan udang goreng. Alangkah kaget dan senangnya saya karena udang goreng berwarna merah itu besar-besar. empat ekor yang ditusuk menjadi satu yang ditumpangkan di atas sepiring penuh nasi sehingga menutupi permukaan piring. Lezat, benar-benar lezat. Ini udang kali,dimasak saat masih segar dan manis rasanya seperti kepiting.

Kamis, 15 Juli 2010

Satu Hari di Ende







jam satu siang kami meninggalkan Kecamatan Kelimutu.Saya dibuat takjub dengan pemandangan siang ini.ternyata semalam kami telah menempuh perjalanan gila beneran. Dengan kecepatan tinggi meliuk-liuk tikungan kami menyusuri tebing-tebing Kelimutu.Jurang di kiri dan kanan jalan ini mengangga dengan kedalaman, lebar dan panjang yang sukar diukur. Jurang terdahsyat dari semua jurang yang pernah kami lihat di P.Jawa dan Bali. Dinding-dindingnya yang tegak lurus memberi gambaran celah bumi yang dalam telah terbentuk oleh retakan gunung yang membelah bukit-bukitnya.

Tak henti-hentinya saya mengagumi alam. Pemukiman penduduk berpencar-pencar dan jarang. Hanya sedikit tanah pekarangan rumah mereka karena mereka menempati dinding-dinding tebing yang diratakan saja. Dan yang unik dalam arel pekarangan rumah yang sempit itu tampak kuburan-kuburan bersalib di depan,dan di samping rumah. bahkan cerita sopir ada yang di dalam kamar. Biasanya itu untuk orang-orang tercinta di keluarga mereka.

Satu jam lebih jalan terus menurun hingga akhirnya kami memasuki kota Ende. Kota besar di Flores yang tidak terlalu besar. Kota ini berada di pesisir pantai yang sangat dekat dengan perbukitan.Sopir mencarikan kami hotel,karena kami akan beristirahat dan bermalam di Ende.

Jam empat dengan motor sewaan kami keliling kota Ende. Pertama melihat situs Bung Karno yaitu rumah pengasingan Bung Karno dan taman perenungan dekat pantai dankota lama Ende.Untuk mengelilingi Ende cukup dengan satu jam saja. Itu pun sudah bolak-balik melewati jalan yang sama.
Kami mengunjungi pantai pelabuhan Ende yang sepi dan melihat bandara Aruboesman.Hanya ada satu pesawat kecil, Riau Airways yang tampak di sana.
Setelah magrib kami kembali memutari kota dan makan malam di warung Tegal tidak jauh dari penginapan.Hotel Rakhmat.
Malamnya saya beristirahat dan pijat di hotel. Penduduk kota Ende pesisir mayoritas muslim. beberapa mesjid tampak di sana,berbeda dengan kota-kota lain yang mayoritas beragama katolik.

Rabu, 14 Juli 2010

Mengenali desa Mone









Kabut tebal dan hujan mulai turun di puncak Kelimutu. Beberapa pengunjung yang baru tiba tidak dapat melihat pemandangan Gunung Kelimutu.Mereka wisatawan asing W.domestik. saya masih sempat beristirahat lagi di puncak. Tempat ini ditandai dengan sebuah tugu bertangga. Saya sempat berfoto dan menikmati pemandangan berkabut dan suara angin menderu. Dari sini beberapa menit saya masih bisa melihat danau ketiga yang berwarna hitam pekat di sebelah kiri saya berdiri di tangga teratas tugu.

Kami beristarahat lagi sambil minum teh panas yang kedua.Kembali lagi melihat danau pertama yang sudah tertutup kabut samasekali. Beberapa anak muda, mereka mahasiswa Ende yang lagi senang-senang. Kami bergabung dan bercanda juga hingga akhirnya hujan benar-benar turun.Kami berpisah, saya berlari ke gazebo yang ada. Di sana sudah ada dua wisatawan dari Belanda.Dua perempuan muda yang cantik dan tampaknya tepelajar. Kami ngobrol sedikit-sedikit.Seorang meneruskan membacanya sambil makan cemilan dan seorang lagi menulis. Sayang mereka kehilangan kesempatan melhat Danau Kelimutu.

Hujan sedikit reda, kami kembali ke Mone karna jam dua belas nanti kami harus kembali ke Ende.Di Mone saya sempatkan jalan-jalan di Jalan Ende Maumere yang melintasi desa ini. Beberapa orang saya lihat menggunakan sarung tenun khas Mone yang menutupi seluruh tubuh hingga leher. Sarung tenun tradisional Seperti selendang yang saya beli dari pemandu kami, Antonius.Para perempuan baya menyanggul rambutnya di bagian atas kepala berbentuk siput.


Kehidupan di sini sepintas tenang. tidak ada kesibukan yang terlihat. Pasar juga sepi karena di sini pasar hanya ada du kali seminggu. Kami sarapan di pasar, nasi bungkus dan beberapa kue nagasari yang murah harganya.

Masyarakat di sini umumnya bertani dan berkebun, tidak banyak area persawahan di sini. Ada juga yang beternak babi. Di pasar yang juga terminal hanya ada satu bis kecil yang penuh dengan muatan hasil kebun di atasnya sedang menunggu penumpang.Kami ngobrol dengan sopir. Tarip Mone ke Ende dua puluh ribu rupiah. Sedang dengan travel kami membayar limapuluhribu seorang.
Jam dua belas kami kembali ke bungalow. Sopir sudah menunggu kami kembali ke Ende.

Danau kawah yang memesona






Danau Kelimutu merupakan danau kawah di puncak gunung. Ada tiga buah danau dengan warna air yang berbeda. Danau-danau itu menempati puncak pegunungan. Danau yang pertama dan kedua sudah berada di dekat kami. Untuk melihatnya kami harus menaiki tangga menuju bibir danau.
Wow !! itu kalimat pertama saat kami melihat danau itu.Airnya berwarna hijau tosca sedikit prussian. Bentuknya bundar dilindungi tebing tegak lurus yang curam.Tiga tahun terakhir menurut pemandu wisata terjadi tiga kali peristiwa bunuh diri di sini. Menurut kepercayaan setempat danau pertama ini merupakan tempat arwah anak-anak dan pemuda setelah kematianya. Sedangkan danau kedua untuk arwah orang dewasa dengan warna airnya yang lebih tua,hijau kebiruan dan danau ketiga yang warna airnya sudah berubah hitam pekat menjadi tempat kembalinya arwah orang-orang yang jahat.

Taman Nasional Kelimutu Flores




Jam enam pagi.Sopir sudah menunggu kami, dengan sedikit ngantuk kami bersiap pergi ke danau Kelimutu sebelum kabut mendahului. Tanpa mandi kami bergegas. Pemilik bungalow ini sepertinya pemalas, belum menyiapkan breakfast saat kami akan pergi. Jadi kami pergi dengan perut kosong.Hanya ada snack ringan di ransel dan sedikit aqua.

Jarak Desa Mone ke Taman wisata Kelimutu hanya tiga belas km saja. Cukup dua puluh menit dengan mobil. Melalui jalan sempit di dinding pegunungan mobil melewati tanjakan demi tanjakan hingga kami sampai di pintu gerbang Taman Nasional ini. Kami melapor dan membayar tiket masuk tigaribu rupiah perorang, Memasuki taman ini terasa suasana sepi dan sunyi tidak seperti tempat wisata yang sering dikunjungi.

Kendaraan mengantar sampai tempat parkir. Udara dingin memagut, sopir kami masih mengunakan selimut tebal saat mengantar kami menuju jalan tanah untuk sampai ke kawah Gunung Kelimutu. Di sana seorang pemandu amatiran sudah menunggu untuk mengantar kami sambil menjual dagangannya.
Sopir menitipkan kami dan bertiga kami memasuki area hutan yang sunyi. Suara satwa mengisi keheningan hutan. Kami meniti trap-trap dari batu segiempat yang tertata rapi di antara pohon pinus dan tepian tebing dan lembah di sebelah kiri kami. Tidak lama kemudian yang kami temui benar-benar suasana wisata alam yang alami. Lembah yang tertutup hutan dan lereng-lereng perbukitan yang luas di mana-mana. Fantastis sungguh fantastis, burung-burung beterbangan dengan suaranya yang sendu mengisi lembah dan lereng gunung yang damai pagi ini.
Hanya satu km saja namun terasa lelah mendaki. Dan suasana yang nyaman ini membuatku tidak ingin cepat-cepat melewati setiap jengkal keindahan Kelimutu. Kami minta segelas nesc afe dan teh panas kepada pemandu serta pop mie. Sangat nikmat di tengah suasana dan udara yang dingin. Sambil memandangi alam sekitar tak henti-hentinya saya mengagumi karunia alam untuk Flores.

Selasa, 13 Juli 2010

Menuju Kaki Kecamatan Kelimutu




Transpotasi,selain truk ada juga bis dan travel unuk antardaerah kabupaten. Bis tidak begitu besar. sedangkan angkutan traveling berupa mobil jenis Van, yaitu Suzuki APV dan Toyota Avanza dan sedikit kijang Innova. Saya menggunakan Avanza berdua dengan suami dan sopir saja. Perjalanan panjang selama hampir empat belas jam dengan dua kali istirahat makan.

Medan yang kami lalui cukup menggetarkan dada. Tikungan dalam hitungan detik terus muncul sedangkan tanjakan dan tukikan kadang datang tak terduga sebagai kejutan bagi kami. Sepanjang perjalanan saya sama sekali tidak tertidur.Sedikit tegang karna sopir mengendarai dengan kecepatan tinggi. Wah sopir di sini tampaknya sopir yang handal, dengan terus merokok dan bercerita ia bisa kendalikan laju kendaraannya dalam medan yang luar biasa dahsyat. Sampai di kota pelabuhan Aimere hari sudah senja dan memasuki kabupaten Bajawa Manggarai Timur hari sudah malam.Kota ini terletak di lembah dataran tinggi. Hanya kerlip lampu dari kejauhan saja yang tampak karena posisi jalan yang kami lalui di dinding bukit yang melingkari lembah.

Kami memasuki kota Ende jam sepuluh malam. Kami memutuskan langsung ke kecamatan Kelimutu dengan dengan jarak tempuh 54 km lagi dalam waktu dua jam lagi. Pemandangan gelap.Namun saya merasakan tikungan dan tanjakan semakin banyak dan kecepatan smobil semakin tinggi. Cukup khawatir juga. Saya mengingatkan sopir.Tetapi ia tertawa saja" saya orang sini Bu, hafal betul dengan keadaan di sini. Jawabnya"

Jam dua belas kami tiba di desa Mone, desa terdekat di kaki Gunung Kelimutu. Kami di antar ke penginapan, bungalaow Watugana,dengan tarip Rp 85000 semalam. Udara sangat dingin, dengan selimut tebal kami tidur nyaman dan melupakan rasa capek.

Perjalanan hari kedua di Flores

t

Hari kedua dengan jasa travel kami berangkat ke Ende, Jam sembilan pagi saya berangkat dari L Bajo untuk perjalanan sejauh 350 km menuju Ende. Keluar dari kota Labuan Bajo Kendaraan mulai mendaki dan menyusuri tebing yang berliku sepanjang seratus km sampai ke Manggarai Tengah yaitu kota Ruteng. Kota ini lebih ramai dari L Bajo. Berudara dingin. Kami cukup lama beristirahat makan siang di sini sambil melihat-lihat kota.
Ada yang unik di kota ini. Yaitu kendaraan angkutan umum antarpedesaan menggunakan truk yang dilengkapi kap dan tempat duduk panjang berbaris menghadap ke dedan seperti dalam bus.