Minggu, 30 Oktober 2011

Tidak ada lagi kepekaan


Barangkali benar bahwa ketika kita berharap, kita tidak menyadari akan adanya tipuan di dalam harapan itu. Kita menjadi kehilangan kepekaan terhadap hal-hal yang memperdaya kita. Kita tak memiliki sense of humanity' hanya karena terlalu berharap.

Kualitas hati dan perasaan setiap orang tidak sama. Sangat salah apabila saya harus menggunakan ukuran saya sendiri untuk menilai hati orang lain.
Cukup sudah bayangan samar itu mengatakan bagaimana pemiliknya.Bayangan itu terkadang menyimpan ketidakjujuran.
Dan siapakah yang bisa mengubah bayangan selain pemiliknya. Maka biarlah waktu jua yang akan menjawabnya.

Pagi Berhujan

Pagi saya sengaja bangun melambat. Jam enam persis. Tak ada seorang pun saya bangunkan karena ini hari Minggu, hari beristirahat.
Kegiatan saya awali dengan belanja ke pasar. Hari ini akan ada tamu singgah. Hujan mengguyur saya di jalan namun saya tidak berteduh. Menikmati derasnya air sambil mengingat masa kecil, bermain dengan teman-teman jika hujan turun lebat.
Berlarian sekitar rumah dan di pinggir jalan serta berebut air cucuran di samping rumah.Senangnya, dan setelah hujan reda kami teruskan bermain air di empang sambil berlomba mejajagi kedalaman empang.
Masih saya ingat juga kami akan mengambil kain batik nenek lalu membuatnya menjadi pelampung.Dengan pelampung kain itulah kami belajar berenang. Kami berenang lucu sekali dengan membanting-banting kedua kaki sehingga menimbulkan suara ribut dan teriakan-teriakan riuh karena cipratan airnya mengenai muka teman.
Oh siapa saja mereka ya saya sudah melupakannya.
HMM saya sudah melamun.
Dari teras depan saya melanjutkan memandangi air hujan yang menetes dari ujung-ujung daun palem. Hujan kali ini hambar tak membawa satu pesan apapun.
Sedang apa perasaan saya ya? Tidur ataukah....
Biarlah hujan terus membasahi semuanya. Saya senang menikmatinya, menikmati suaranya.

Sabtu, 29 Oktober 2011

Kesibukan yang membuat rasa sakit

Begitu sibuknya hari-hari terkhir ini sehingga membuat kesehatan saya menurun. Saya tidak menyadari waktu yang berjalan cepat. Sehingga siang hari sudah menjadi sore lalu pagi lagi. begitu seterusnya.
Sore tadi ada empat panggilan telpon. Saya senang namun saya terlalu capek dan ingin segera tidur. Dan apakah ada gunanya saya telpon balik?
Ah cukuplah bagi saya bahwa ada yang mengingat saya hari ini. Saya mulai tidur sore saya dengan tersenyum dan pulaslah saya karna saya bangun ketika hari sudah petang. Saya merasa sehat setelah istirahat.Saya menunggu akhir pekan ini ada panggilan lagi.

Perubahan

Perubahan selalu terjadi dalam diri setiap orang. Ada satu pelajaran penting hari ini. Seorang, bukan teman kerja, juga bukan mitra bisnis namun pernah menjadi rival dalam suatu usaha dagang. Begitu ia pernah menganggap saya sebagai ancaman bahkan pernah berusaha menjatuhkan saya dengan cara menyebarkan citraan buruk untuk saya.
Tidak saya sangka sore tadi ia melihat saya dalam kesulitan. Ia hanya melihat lalu Tak berapa lama ia datang lagi menawarkan bantuan. Menurutnya suaminya yang mempunyai ide membantu saya ketika ia menceritakan apa yang ia lihat. Sebenarnya saya tidak pernah menganggap apa yang sedang hadapi adalah sebuah masalah. Namun kebaikan itu lebih baik saya terima, saya tahu mereka tulus membantu kali ini.
Saya mendapat pelajaran melalui peristiwa kecil ini,bahwa manusia bisa berubah sikap dan bisa mengubah hal yang buruk menjadi sesuatu yang baik.
Dan perbuatan orang ini sungguh lebih baik dari sikap seorang kawan baik saya sendiri. Yah Teman baik terkadang hanya baik untuk kepentingan dirinya saja.

Sabtu, 22 Oktober 2011

Burung-burung Mengisi Kesunyian

Saya masih di tempat tidur menikmati hari Minggu ini. Semalam saya terbangun oleh panggilan teman. Tetapi ia lupa mengucapkan thank You setelah obrolan selesai.
Pagi subuh saya bangun menemukan anak saya sudah selesai menyantap mie instant dan sedang minum kopi. Beberapa menit lagi ia sudah harus berangkat dengan pesawat pagi ke Jakarta.
Sunyi sendirilah saya.
Yang menghibur saya pagi ini hanya kicauan burung bersahutan di pucuk-pucuk pohon sekitar rumah. Senja, beberapa hari lalu seekor burung tekukur hinggap di pohon cempaka depan rumah. Suaranya halus dan dalam membuat saya terpesona.Suara itu begitu dekat di atas sehingga saya enggan pergi. Tekukur itu akan beristirahat dan ia sedang mengucapkan selamat malam.
Dan kini tak henti-hentinya burung-burung bernyanyi menyambut pagi.Saya sedikit terhibur dan melupakan apa yang terjadi sebelumnya.

Seharusnya saya Segera Menyadari

Sebegini jauh saya merasakan hal yang tidak toleran, tetap saja saya masih berharap bisa berkomunikasi. Terkadang terpikir juga seharusnya saya segera menyadari bahwa saya sudah bertemu orang yang salah,yang tidak memandang diri saya sebagai makhluk sosial dan butuh interaksi.
Menjadi pribadi yang pasif bukan keinginan saya. Menjadi pribadi dalam ketergantungan bukan sifat saya. Saya bukan benda yang diingat orang ketika sedang dibutuhkan.
Saya ingin menjadi angin yang senantiasa bergerak mengisi ruang dan waktu. Selalu ada dan bisa menyentuh apa saja.
01.56, dua dua menit terlewati namun hanya menambah kekecewaan. Berkali-kali pikiran untuk memperbaiki keadaan seperti ini muncul, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Begini sajakah peristiwa yang terjadi pada setiap orang, atau hanya pengalaman saya saja.
Inspirasi tentang indahnya kehidupan sedikit demi sedikit terkikis oleh terulang dan terulangnya perasaan kecewa.Saya harus menghentikannya sebelum kehilangan semuanya.
Saya harus membuka mata untuk memilih berjalan dalam bayangan kekecewaan atau berhenti.
Saya tidak ingin kekecewaan ini menjadi kebencian dan menghapus semua keindahan yang sudah saya miliki.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Senang dengan komentar pembaca

Tentu saja menyenangkan, postingan setahun lalu yang berjudul " Satu Hari di Ende" mendapatkan komentar kemarin, 14 Oktober 2011. Aris, nama pengirim komentar itu.Sayang tidak ada profil bloggernnya. Walau begitu ucapan terima kasih tidak saya lupakan.

Jumat, 14 Oktober 2011

episode Sabtu 15 Oktober

Satu episode sudah berakhir. Tiga perempat jam lalu hp saya berdering membangunkan tidur siang yang gelisah. Bergegas saya mencari-cari isi tas saya dan oooh...senangnya.

Hanya beberapa menit episode konflik sudah berganti. Seperti sebuah sengatan lebah yang memberi terapi, saya menjadi satekangat rileks terbebas dari ketegangan selama berteka-teki.
Sayang...
Tidak ada katastrof yang membuat cerita berakhir logis. Jadi kisah sore ini tetap berpotensi menjadi konflikasi baru dalam episode baru
Yachhh hidup penuh dengan sandiwara
Kehidupan adalah panggung sandiwara

Mengapa saya jadi menunggu

Aneh, saya menunggu sesuatu yang tidak jelas, yang tidak ada, yang tidak pernah ada, yang absurd.
Aneh juga saya terbelenggu oleh sesuatu yang abstrak, yang tidak nyata, yang absurd.
ooochhh...
Di manakah?
Kusebut apakah?
Bagaimanakah?
Sudah sangat pilu hati saya mengenangnya.
Sudah tak terkatakan saya mengharapnya
Namun....
Hanya doa terbaik yang bisa saya berikan walau saya tahu itu tak diharapkan
Dan satu doa untuk saya. agar dihapuskan memori saya.
Karena saya ingin berhenti menunggu.

Kamis, 13 Oktober 2011

Gempa di 11.16 WITA

Pertama saya rasakan ada getaran kecil naik turun. Saya bergegas keluar tetapi diam-diam karena masih ragu apakah ini gempa. Beberapa detik kemudian murid-murid behamburan keluar kelas sambil menjerit-jerit.
Guncangan terasa semakin keras bergoyang ke barat dan ke timur. Cukup lama juga. Saya berdiri di antara bangunan kelas dan kantin.Tak henti-hentinya berdoa sambil memandangi bangunan dan benda-benda bergoyang dengan keras.
Sesaat setelah guncangan reda saya khawatir adanya tsunami. Saya mengambil handphone
ingin mengetahui keadaan teman, namun saya urungkan.
Biarlah masing-masing dengan kepanikan sendiri.
Akhirnya saya menelpon keluarga di Jawa mengabarkan gempa hati ini.
Dan sorenya, saat jam istirahat gempa terasa lagi.Anak-anak berhamburan pula sambil tertawa-tawa seolah-olah menertawakan ketakutan mereka sendiri karena. Gempa sore tidak terlalu besar.

Rabu, 12 Oktober 2011

Dudung Kardani dan Pipit Sofiah

Dudung Kardani, pria ini meminta saya menjadi teman di fb, begitu juga Pipit Sofiah. Keduanya dari Bandung. Selanjutnya kami berteman. Dudung mengutarakan kisah istrinya yang berselingkuh di saat ia tugas. Bung Dudung bekerja di lampung di pertambangan. Dan ia sudah mengingatkan istrinya tetapi istrinya menjawab bahwa hal itu biasa saja, teman-temannya juga begitu tetapi suaminya ga marah katanya. tentu saja Bung Dudung Dudung putus asa dan ingin bunuh diri. Hm..hm?
Begitu jugakah hati lelaki? Melihat fotonya Bung Dudung tampak perlente dan ber badan besar dengan kacamata dan jaket kulit hitam. Lelaki begini ingin mati hanya karena dikhianati istri?
Saya bertanya berapa umur istrinya, ia bilang 35 tahun. Lalu saya katakan barangkali ia terlalu sering ditinggal maka dia kesepian.
Saya kaget saat ia bilang istrinya bernama Pipit Sofiah. Tentu saja saya tahu karena Pipit Sofiah pernah saya sapa di fb.
Begitu juga Dudung, ia kaget ketika saya bilang saya sudah berkenalan dengan Pipit. Karena setahu dia istrinya Pipit Sofiah tidak mengenal internetan. Oalah Bung Dudung ketinggalan info tentang istrinya sendiri.
Bung Dudung punya selera humor, kalau sudah bergurau tidak tampak lagi sebagai lelaki yang sedang menderita.

Selasa, 11 Oktober 2011

Kuntum Mawar

Kemarin masih saya lihat sekuntum mawar merah di sana. Kuntumnya kecil merana oleh panasnya matahari. Tidak seperti bulan-bulan berlalu, mawar itu tidak pernah mekar sendirian melainkan bersama dengan kuncup-kuncup yang lain.
Kuntum itu merana, tidak sampai hati saya memetiknya tetapi sangat ingin menciumi harumnya.

Tadi pagi saya ingin melihatnya, namun ia sudah tidak ada di tangkainya. Ada pecinta selain saya. Saya sedih dan terus membayangkannya. Mawar itu harusnya saya letakkan dekat bantal, tak peduli apakah ia akan layu dan menjadi batu di sana.
Saya merasa puas meletakkannya di tempat terbaik.
Kini di manakah kuntum indah itu di simpan pemetiknya?

Hampa

Hampa rasanya hari-hari ini berlalu, apa yang bisa saya minta agar hati saya berseri seperti hari-hari lalu. Di setiap minggu saya bisa mendengar kabar keadaan dan canda.
Kini tinggallah saya sendiri menghitung hari dan mempercepat usia. Dan jika tidak ada lagi bahagia yang tersisa saya ingin mengakhiri hitungan itu. Karena saya tak sanggup menghadapi dunia sendiri. Ruang hidup saya sudah dipenuhi oleh kegelapan.

Terlalu kuat kegelapan mencengkeram sehingga sedikit saja ada ruang kosong ia akan memenuhinya dengan cepat.Lalu menyesakkan dada dan membutakan mata saya. sementara ......
Perjuangan untuk menggelorakan semangat sudah terlalu panjang saya lakukan tetapi tidak cukup kuat untuk menangkis semuanya. Saya benci kenapa saya berada dalam lingkaran jahat orang lain.
Saya rindu bahagia, saya rindu tawa dan canda.

Senin, 10 Oktober 2011

Kusuma Dewi

Saya baru mengenal dia sebulan lalu, saat itu ia datang menemui saya di kantin sekolah memperkenalkan diri sebagai mahasiswi yang akan praktik lapangan di kelas saya.
Sejak itu ia sering konsultasi tentang mengajar.Dan kami menjadi akrab sekalipun beda usia.
Sore tadi sambil menunggu jam ngajar kami ngobrol lagi sambil mengoreksi kerjaan murid. Kusuma Dewi masih lajang, kedua orang tuanya sudah meninggal. Dua besaudara, ia dan kakak lakinya. Mereka tinggal bersama walaupun kakaknya sudah berkeluarga dan beranak satu.
Kusuma baru diputuskan cintanya oleh sang pacar. Ia sempat akan bunuh diri. Lalu kami bercerita pengalaman masing-masing. Saya tergelitik mengingat masa remaja dan cinta pertama(cinta monyet?). Kala itu dia kakak kelas dua tingkat di SLTA. Kami jadi duta di porseni jatim. Kami sering bersama hingga porseni selesai. Dalam kereta menuju Surabaya kontingen kami bergabung dengan kontingen Madiun.Di perjalanan itu seorang anak kontingen Madiun menulis di memori saya " Di Kereta hatimu hatiku menunggu." Hingga selama seminggu porseni berlangsung saya hanya berharap bertemu anak itu.
Sepulang porseni kakak kelas memberi saya sepotong sajak. Tetapi saya enggan karena sajak itu mirip dengan sajak Chairil Anwar.Saya tida suka dengan jiplakan jadi Saya tidak meresponnya. Sebulan kemudian dia tamat. Barulah saya merindukannya, saya menunggu dan menunggu dia datang ke sekolah untuk mengurus segalanya. Namun saat dia datang kami cuma memandang dari kejauhan. Dia tampak bimbang. Saya menyadari saya ini culun dan sangat pemalu. Saya cuma ramah dalam tulisan-tulisan saja.
Sejak itu kami tidak pernah ketemu . Saya kuliah di IKIP Malang dan kabarnya dia di IKIP Jakarta. Suatu ketika teman saya studi tur ke Rawamangun dan pulangnya membawa sepucuk surat untuk saya dari dia. Sayang waktu itu saya berpacaran dengan anak Universitas Brawijaya,jadi saya tidak merespon apalagi itu surat biasa yang mengabarkan bahwa dia sekarang di Jakarta.

Selanjutnya saya seperti sekarang. Sejak saya menikah saya sering mengenang dia. Apalagi saat=saat saya menderita saya terus berpikir dia di mana, saya ingin bercerita. Saya ingin bertemu dan menumpahkan kisah dan rasa penyesalan kenapa saya mengabaikan perhatiannya.
Dan itulah mungkin cinta pertama saya. Begitu yang saya ceritakan kepada Kusuma Dewi.
Bel berbunyi lalu kami serentak menuju kelas menutup lagi cerita lama.

Sabtu, 08 Oktober 2011

Sulit Bisa Menerima

Mengapa sangat sulit menerima kenyataan saat ini, bahwa kesendirian ini harus saya nikmati tanpa teman berbagi. Tidak tahukah Anda jika kesendirian ini menakuti saya akan banyaknya hantu yang bermunculan di benak saya.
Semalam saya berbisik sendiri, mendengarkan suara teriakan saya sendiri dan menangis sendiri mengusir hantu itu. Saya memanggil keras-keras sebagai letupan harapan untuk didengarkan. Walaupun saya tahu tak ada seorangpun bisa mendengarnya.
Alangkah lemahnya hati manusia seperti saya. semakin saya mencari kekuatan semakin saya menjadi lemah dan terpedaya.
Baru saya sadari kalau sebenarnya saya sangat membutuhkan teman. Saya merasa sangat kehilangan tanpa kawan. Kemana harus saya temukan bahagia lagi. Bahagia saya sudah dibunuh saat saya sedang menghidupkannya.
Saya dikembalikan ke ruang sepi saya tanpa kata yang bisa menenangkan perasaan saya. Saya tercampakkan di sudut seperti kapas tipis yang gelisah jika angin bertiup.
Biarlah, suatu ketika ia akan merasa nyaman di sana setelah ia tahu bagaimana cara bergerak mengikuti arah angin.

Kamis, 06 Oktober 2011

Jam enam pagi....

Jam lima pagi saya langsug ke dapur, menjerang air dan buat nasi, seterusnya dan seterusnya sampai di meja makan tersedia sarapan. Jam enam selesai mandi, setengah tujuh singgah ke pasar selanjutnya ke sekolah. Begitu rutinitas mesin kerja saya setiap hari.
Selintas saja menikmati cuaca pagi dari kegelapan sampai remang-remang dan terang sambil membereskan kerjaan di belakang.
Sebenarnya saya ingin melakukan sesuatu untuk teman ketika puja Tri Sandya terdengar di radio, menandakan waktu sudah jam enam. Tetapi....
Dan...
Pagi ini sedikit lambat aktivitas saya karena gerimis turun pada saat jam berangkat kerja. Walau jalanan lebih sepi namun dingin udara yang basah meperlambat semuanya.
Tetapi syukurlah semuanya berjalan baik-baik saja dan saya tetap sehat.

Melelahkan menjadi pengajar


Hari tanpa tawa tanpa canda di sekolah saya alami beberapa hari ini. Kelelahan mengajar dengan jadwal pagi dan sore memperburuk atmosfer hati saya. Saya mulai hilang kendali. Sehari kemarin saya kesal kepada seorang satpam dan pegawai tata usaha hanya soal kecil.
Tetapi biarlah, hal itu tidak begitu penting. Setelah masuk kelas semua akan hilang dan rileks lagi.
Lima tugas membuat bahan ajar dengan power point baru tiga selesai padahal sudah satu bulan lewat. Ini terus membebani benak saya, walaupun koordinator sudah menerima laporan saya dan tidak mempermasalahkannya.

Kelewat banyak dan berat tuntutan yang harus dipenuhi pengajar.Sedang kemampuan murid begitu-begitu saja. Yaah dijalani saja sampai tiba waktunya untuk beristirahat.

Rabu, 05 Oktober 2011

Apakah Semua sudah Berlalu

Adakalanya sesuatu berlalu seperti angin, tanpa bekas. Dan siapa yang bisa menahan perginya udara yang bergerak? Tak seorangpun. Dan memang tak ada gunanya menahan angin untuk bergerak, berlari sambil meniup apa saja yang dilaluinya.

Seperti pengalaman manusia, pada saatnya, kebahagiaan pergi begitu saja. Hanya menyisakan kepedihan dan luka. Namun ini lebih baik daripada tak pernah ada kebahagiaan melainkan hanya penderitaan saja.

Kesedihan ini indah karena di dalamnya ada kenangan. Saya memahami segala yang harus saya terima dalam hidup ini.
Kalau bisa memilih tentu saya tidak ingin kebahagiaan saya berakhir. Tetapi saya tidak boleh egois. Dengan apa yang ada pada diri saya saat ini pilihan sudah tidak penting lagi. Saya harus tetap dengan eksistensi saya dalam segala kemungkinan.

Selasa, 04 Oktober 2011

Kenangan Juni 2011



Ketika seorang merasa berada dalam keadaan menurun, orang cenderung mencari apa yang bisa menyenangkannya. Termasuk apa yang pernah menyenangkannya.

Gambar ini menyenangkan saya karena mengingatkan lagi suasana liburan di kota Sabang, pulau terbarat Indonesia.
Pulau Weh dengan Ibu kota Sabang menjadi sebuah kota madya, walaupun kota ini lebih kecil dari kota-kota kecamatan di pulau Jawa pada umumnya.Hanya ada dua objek wisata di sini yaitu Pantai ini, namanya Pantai Iboih, dan tugu titik nol di tebing pantai barat Sabang.

Senin, 03 Oktober 2011

panggilan dari Bukittinggi




Telpon pertama yang saya terima hari Minggu kemarin, adalah panggilan dari seorang teman di Bukittinggi. Betapa senangnya hati saya, tidak menyangka, ia menelpon saat sedang joging di Balai Kota Bukittinggi. Katanya ia ingat saya saat joging di sana Juni lalu. Dan kami berjanji suatu saat nanti akan bertemu dan mengulang kembali acara itu.
Selain itu kerabat kami di Medan barusan ketemu di Jatim. Dan foto di atas adalah kenangan saat saya mengunjunginya di Medan Juni lalu.Beliau mengajar di Universitas Sumatera Utara.

Minggu, 02 Oktober 2011

Sunyi itu Duka

Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus

( Nyanyi Sunyi, Amir Hamzah)


Seperti itukah kesunyian ini,sunyi yang terus merayapi waktu dalam cuaca abu-abu.
Namun dalam sunyi masih terlihat sepasang kupu-kupu kuning bercengkerama di sela-sela daun palem. Getaran sayapnya cepat seperti penari burung belibis yang sedang memanas. Meliuk dengan langkah-langkah cepat di atas ujung jari kaki. Indah, dengan kerling mata dan senyum dikulum menghiasi bibirnya.
Kupu-kupu kuning mengisi kesunyian, melengkapari senja yang hampir tenggelam. Begini sunyi hari-hari ini. Mungkin kesunyian ini juga membuat mereka pergi mencari kehangatan. Meninggalkan segala sunyi untuk saya.