Jumat, 27 Januari 2017

Kamu Bisa Menggantikan Saya


Setiap kali tanda masuk mengingatkan kami, kami segera mengakhiri obrolan ringan di ruang guru. Anak-anak juga sudah menunggu, bahkan terkadang mereka tampak tidak sabar melihat kami berjalan menuju  kelas. Ada saja yang menyambut  untuk membawakan tas atau sekedar mendampingi kami masuk ke dalam kelas.
Di dalam kelas suasana menunggu juga kelihatan. Halah sekedar menunggu saja rupanya, itu kelihatan mereka juga belum siap dengan buku mereka..
Selesai bertegur sapa atau tepatnya berbasa basi berlanjutlah ke rutinitas belajar dan  penyelesaian tugas.
Anak-anak lebih suka bekerja daripada berpikir, terbukti setiap kali mengerjakan tugas mereka berlomba dan segera minta dikoreksi walaupun terkadang belum benar. Dan setelah selesai mereka segera meminta nilai. Jika saya katakan pekerjaannya belum benar dan harus diperbaiki mereka bilang  minta nilai saja. Aneh, jadi motivasi belajar mereka itu apa? hanya utuk nilai, bukan untuk mengerti. Tentu saja saya tidak bisa menoleransi untuk ini seberapa pun sedikitnya kesalahan mereka.

Sudah terlalu sering saya bicara tentang motivasi belajar  tetapi mereka tetap begitu bahkan tampak seperti tidak peduli dengan motivasi. Mereka ini anak-anak pesantren yang kesehariannya dalam pengasuhan dan pendidikan  pesantren. Tidak menuntut adanya hal terbaik untuk mereka sendiri. Pikiran mereka didominasi oleh pikiran untuk tugas dan kewajiban mereka di luar kelas.
Sekalipun sekolah ini juga bagian pokok dari pendidikan mereka di jalur formal, mereka belum bisa menyeimbangkan antara keduanya,
Mungkin separuh dari mereka begitu, dan yang separuhnya saja yang bisa menyadari dan memahami kebutuhan mereka sendiri untuk menentukan masa depannya. Mereka itulah yang bisa konsen dengan belajar di sekolah. Mereka adalah anak-anak dengan kualitas dan kemampuan yang lebih baik dari yang lainnya.

Tetapi terkadang saya juga terbawa arus mengikuti irama mereka karena memaksakan kehendak kepada mereka juga tidak ada gunanya. Marah? Itu hal biasa bagi mereka, Tidak ada efeknya kemarahan itu terhadap mereka. Maka dari itu merubah strategi itu perlu, cuma strtegi yang paling efektif belum saya temukan.

Walau begitu saya senang karena mereka taat dan patuh kepada guru. Selalu bergembira dan aktif.
Tanpa kelucuan mereka  ( kekonyolan?) mungkin saya tidak cukup tertawa. Lebih dari itu saya bangga jika mereka bilang ingin menjadi guru mata pelajaran saya. "Wah bagus itu, kamu bisa menggantikan saya." Jawab saya senang. Saya lihat wajah mereka seperti saya melihat bunga, berbinar.




Rabu, 18 Januari 2017

Merasa Monster

Kembali duduk manis di sini, di beranda, tempat yang akrab untuk mengamati aktivitas sekitar. Volume kendaraan yang lalu-lalang lebih banyak dibanding dengan pada siang hari. Terlebih pada malam hari, situasi begini sangat kontras dengan suasana malam yang lengang selepas jam delapan malam. Seolah terjadi perjanjian antara alam dan manusia bahwa malam hari adalah waktu untuk beristirahat semua.
Itulah untungnya tinggal di sini. Tidak jauh dari pusat kota kabupaten tetapi tidak terpengaruh dengan kesibukan kota.

Tadi siang saya mengajar di kelas, seorang murid yang terkenal bandel dan sudah pernah terkena sanksi satu semester, menyelinap keluar kelas ketika saya sedang melayani murid lainnya membahas satu tugas.
Tentu saya kesal lalu membahas kaitan perilaku anak tersebut dengan sikap mental. Pembahasan itu melebar kemana-mana. Barangkali mereka terlalu kecil untuk bisa memahami arti mawas diri apakah perilaku sudah sejalan dengan latar pendidikan dan ajaran yang diberikan kepada mereka ( saya katakan kita).
Saya minta mereka untuk berani jujur mengakui bahwa banyaknya persoalan di negeri ini disebabkan ulah sebagian orang yang tidak bisa menghargai apa yang harus dihargai, pemimpin, pemerintahan, peraturan dan bahkan tidak menghargai negaranya sendiri.

Analoginya dengan masalah di kelas adalah adanya ulah segelintir anak yang tidak bisa menghargai tata tertib, guru, kelas, dan sekolahnya menjadikan kelas menjadi kacau.

Ketika saya ingat-ingat peristiwa dikelas tadi saya merasa saya baru saja menjadi monster
dengan ucapan-ucapan saya.


Akuariun Jatim Park Malang



Selasa, 17 Januari 2017

Matahari tak Pernah Hilang

Pagi masih diwarnai mendung dan gerimis halus. Walau begitu burung-burung kecil tak bermalas untuk beterbangan dari satu pohon ke pohon lainnya. Suara kicauan aneka nada dan irama menyemangati pagi abu-abu dalam udara yang diam tak mengalir.
Aktivitas jalanan mulai diramaikan oleh anak-anak berangkat sekolah dan mereka yang bergegas menuju pekerjaan.

Setiap kali menikmati suasana dari teras rumah, ada rasa nyaman dalam kontemplasi yang tidak pernah habis tentang hidup saya. Hidup saya bukan berarti saya sebagai tokoh satu-satunya melainkan juga orang-orang sekeliling kehidupan saya. Berbagai masalah yang terjadi dalam rumah mereka seperti memberi ruang di benak saya untuk memikirkannya. Sebenarnya saya tahu saya tak pernah bisa menyokong untuk penyelesaian masalah orang lain, tetapi kenyataannya semua itu menambah tekanan pada diri saya sehingga terkadang saya merasa sangat bersedih.

Tetapi sesungguhnya banyaknya  contoh persoalan orang lain juga bisa menjadi pembanding satu sama lain untuk saling meringankan secara psikologis sehingga mengurangi tekanan.

Pembaca, kita kembali pada suasana pagi ini ya. Aww matahari sudah menyembul dari balik awan. Lingkaran terang menyilaukan mengelilingi bola abu-abu kebirauan seperti ekspresi wow! pada wajah gadis belia. Sesaat meredup lagi tetapi masih sanggup memberi    warna dalam bayangan benda yang dilewatinya.
Matahari tak akan pernah hilang hanya awan yang menutupinya.
Selamat beraktivitas.







di Atas Keluhan

Selamat malam dari Tamansari.
Hujan baru saja reda dan malam belum terlalu larut ketika kamar sudah resmi menjadi ruang peristirahatan untuk mengakhiri hari ini. Di radio terdengar lantunan lagu-lagu lama yang itu-itu saja, tetapi tetap menjadi pilihan dibandingkan menonton televisi.

Masih saja saya teringat sebuah komentar untuk satu postingan saya, komentar yang berisi berisi pesan agar kita tidak boleh mudah merasa galau untuk semua hal karena sebenarnya kesedihan dan kebahagiaan itu hanya kita sendiri yang membuatnya. Iya juga. Jadi untuk apa membuat kesedihan jika kita bisa membuat kebahagiaan.
Komentar itu menjadikan saya mawas diri terhadap semua sikap dan pandangan saya tentang hidup.



Keluh kesah yang berkeliaran di hati saya mulai menyepi dipermalukan oleh pesan itu. Saya seperti tersipu menafsirkan maksud pesan itu. Kemungkinan tafsirr yang pertama adalah bahwa postingan saya menjemukan karena banyaknya curhat kegalauan. Kedua, komentator sedang mencoba menghibur saya.7
Apa pun itu, saya sudah tersugesti untuk mengubah mindset negatif ke positif. Ada semangat baru yang tumbuh untuk menutupi kegagalan emosi yang meliar.
Jadi kesimpulannya tidak ada gunanya sama sekali saya mengeluhkan keadaan dan lebih baik saya membangun semangat untuk berbahagia saja.
Baiklah akan saya coba menempatkan kebahagiaan di atas keluh kesah dan bukan sebaliknya.



Senin, 16 Januari 2017

Andai Hidup Seindah Bunga

Andai hidup seindah bunga yang sedang mekar
sehangat sinar matahari pagi
dan sesegar udara pegunungan yang terus bergerak
Maka tak lagi ada yang menyakitkan di dada


Andai aku diberi kertas kosong sebelum dilahirkan
akan kutuliskan pertanyaan seperti apa hidup itu
dan kupilihkan jalan untuk diriku







Senin, 09 Januari 2017

Mengunjungi Pulau Pramuka



Selamat tahun baru 2017,
Tahun untuk sebuah harapan yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Tahun yang mengandung harapan bagi siapa saja agar mendapatkan jalan dan rejeki yang lebih mudah dari tahun kemarin. Semoga Tuhan mewujudkan semua harapan itu dan menyingkirkan kesulitan semua orang dan kita bisa melihat semuanya menjadi indah penuh kenikmatan.
         
Sahabat, akhir tahun 2016 saya habiskan di Ibu Kota bersama sanak saudara sampai menjelang fajar tahun baru. Beberapa perjalanan wisata juga kami lakukan, yaitu ke Pantai Pelangi di Karawang, ke situs sejarah Rengas Dengklok, monumen tempat Soekarno diculik dan diasingkan dan rumah pengasingan yang berada tidak jauh dari Monumen Kebulatan Tekad di Rengas Denglok.

Karena ada kerabat kami yang belum tahu objek Wisata Kota Tua, kami juga berkunjung ke sana menghabiskan sore sambil duduk-duduk ngopi dan ngeteh menyaksikan kesibukan pengunjung yang bersuka-ria.

Seperti rencana semula, kedatangan kami kali ini sebenarnya ingin ke Pulau Pamuka Kepulauan Seribu, tempat yang menjadi trending topik akhir tahun 2016 karena kasus pidato Gubernur DKI saat kunjungan kerja  yang dibuat menghebohkan itu. Kali ini kami ikut paket traveling satu malam. Kami bertujuh sehingga harga paket perorang dari Rp 380.000 menjadi 270.000. Transportasi kapal nelayan, Hotel ber-AC dan lokasi dekat dermaga dengan view laut dan Pulau Panggang di seberang. Makan tiga kali dengan menu yang enak dan berganti-ganti ditambah ekstra ikan bakar dan cumi-cumi yang lezat sebelum waktu tidur. Pokoknya servis dan makanan melimpah.
                                                                     
Sunrise di Pelabuhan Kaliadem Muara Angke

Acara berlangsung satu hari saja. Berangkat dari pelabuhan Kaliadem di Muara Angke jam 07.30. Perjalanan 2.5 jam menuju Pulau Pramuka. Penasaran sekali seperti apa pulau ini, pulau yang menjadi pusat pemerintahan kabupaten Kepulauan Seribu ini. Jam sepuluh lewat kami sampai di pulau Pramuka. Pulau yang cukup padat tetapi tampak tenang dan bersih. Dermaganya bagus tertata dan bersih. Walaupun tidak terlalu banyak wisatawan yang berkunjung tetapi pulau ini nyaman untuk pejalan kaki yang menyisir jalan sepanjang sisi depan pulau. Ada deretan penginapan dan hotel membentuk villa-villa yang cantik.




Kami punya waktu dua jam sampai lepas waktu lohor dan makan siang. Waktu ini sangat cukup untuk beristirahat dan berorientasi lingkungan. Pokoknya servis memuaskan sehingga kami tidak perlu berurusan dengan hal-hal yang menyulitkan.
\

Sesuai dengan acara, kami memulai trip dengan mengunjungi tempat penangkaran penyu dan konservasi mangrove. Memasuki jalanan kampung yang padat layaknya di daratan. Segala aktivitas ekonomi tidak berbeda dengan daratan di kota. Tetapi gaya hidup tampak lebih sederhana dan tenang.






Dari objek satu menuju ke pelabuhan wisata, tempat kapal-kapal motor berbaris menunggu calon penumpang. kami sudah ditunggu oleh dua awak kapal bertiga dengan pemandu.  Brummm kapal melaju ke Pulau Air. Tidak lebih dari satu jam kapal berhenti di perairan laut dangkal untuk pemanasan. Di sana kami melihat bintang laut boleh juga mengangkatnya untuk mengamati dan berfoto. Kami berkumpul untuk menerima pengarahan dari instruktur untuk acara snorkeling. Bersenam scukupnya dan berfoto-foto sampai puas sambil bersenda gurau.









Setelah cukup perjalanan dilanjutkan ke spot snorkeling. Mengelilingi Pulau Air dan melewati pulau-pulau kecil lainnya. Spot ini juga kawasan lepas pantai dengan kedalaman rata-rata 160-200 cm. Di sini kami snorkeling dan menyelam melihat bawah air dengan objek karang dan ikan warna warni.













Selanjutnya diteruskan ke Pulau Semak Daun yang berada tidak jauh dari Pulau Air. Pulau ini juga pulau wisata yang tidak berpenghuni. Hanya ada satu bangunan untuk penjaga yang sekaligus menjual ikan bakar. Pulau ini juga biasa digunakan untuk perkemahan. Ada yang sedang berkemah tampaknya, dua tenda dan beberapa anak laki-laki sedang sibuk di sekitar kemah. Pulau ini terawat walau rimbun oleh pepohonan. Kami tidak lama di pulai Semak daun hanya melongok dari tepi pantai sudah bisa melihat kawasan dan mengira-ngira seperti apa situasi pulau. Berfoto-foto lalu kembali ke kapal.



Hari sudah sore maka kami memutuskan segera kembali ke daratan.
Senja ketika kami sampai Pulau Pramuka lagi. berbilas dan ganti baju selanjutnya menikmati sunset dari depan hotel. tenang suasana senja di pulau ini karena lokasi penginapan yang berada di sisi luar pulau dan bukan jalan utama menuju kampung di pedalaman pulau.

Sebagai pusat pemerintahan,  Pulau Pramuka yang relatif kecil ini dipenuhi dengan bangunan kantor pemerintah. Kantor-kantor ini menempati sepanjang sisi depan pulau sebelah kanan pelabuhan. Hanya satu kantor pemerintah yang berada di sebelah kanan pelabuhan berdekatan dengan bangunan akomodasi wisata termasuk penginapan kami yaitu Kantor Suku Dinas Kelautan dan Perikanan.
Di kantor inilah gubernur DKI  dituduh telah menghina agama saat kunjungan kerja beberapa bulan lalu. Tentu saja tempat ini juga menjadi salah satu target kami.

Sayang karena terlalu capek, kami tidak menjelajahi semua bagian pulau dan sehabis makan malam kami tidur lelap.
Keesokan harinya sebelum kapal yang membawa kami datang, sekali lagi kami menikmati suasana pagi dengan kesibukan para pelancong dan asyarakat. Pelabuhan kecil itu tampak lengang tetapi deretan pohon cemara dan koridor menuju dermaga cukup menyemarakkan panorama dengan latar laut abu-abu dan Pulau Panggang.

Jam 08.00 WIB kapal datang. Sebuah kapal kayu kecil bermuatan penuh. Sepanjang dua jam perjalanan lebih kami diguncang ombak tiada henti. Cuaca terang tetapi ombak besar sehingga cipratannya masuk ke kapal. Beberapa kali penumpang menjerit ketika hantaman ombak seperti hendak memecah dek kapal. Kapal kecil dan usianya tampak sudah terlalu tua membuat saya was-was juga apalagi pelampung diletakkan di bagian haluan kapal. Syukurlah setelah melewati Pulau Untung Jawa ombak mulai tenang. Jam sebelas kami sampai di Muara Angke lagi langsung kembali ke Bekasi dengan lancar.