Rabu, 23 Juli 2014

Begitu Berarti

Add caption
Rumput basah di luar tenda memberi tanda bahwa di sini ada cinta yang baru
Seperti semai yang akan terjadi setelah hujan tiba

Cinta yang mengapung dalam secangkir kopi
Lalu hilang setelah regukan pertama

segera semua terlupakan saat matahari mulai mengintip di sela bukit
dan membuyarkan lapisan kabut di permukaan danau

Sekali aku pernah merasa sangat berarti
walau kini hal itu telah pudar bersamama kabut

Tetapi pernah berarti  lebih baik daripada tidak sama sekali 
Dan pengalaman itu menjadi kenangan yang begitu berarti walau aku tak lagi berarti

                                                                               Semeru, 26 Juni 2014

Jumat, 18 Juli 2014

Menempuh Jalan Pintas Bukit Eyek-Eyek

Selamat pagi pembaca,
Bukit Eyek-Eyek seperti bukit-bukit kerucut lainnya yang melingkungi G Semeru. Desa Ranu Pane ada di balik bukit. Kerucut bukit ini cukup tinggi dan yang pasti sebagai jalan pintas pendaki akan langsung mendakinya lalu menuruni. Waktu tempuh tentu saja lebih pendek, yaitu dua sampai tiga jam saja.


Sehari ini kami full berjalan, bahkan sejak semalam mulai dari muncak lalu turun kembali dan istirahat sarapan sebentar. Pengennya tidur  tetapi tidak bisa. Jam sebelas siang saya memulai perjalanan kembali. Berangkat duluan karena dua keponakan masih tidur dengan kesepakatan kita akan bertemu di pos Cemoro Kandang.



Perjalan turun lebih cepat karena sesekali dengan cara berlari kecil ketika jalan menurun terjal. Sampai pos Cemoro Kandang istirahat minum dan makan semangka. Ada penjual aqua dan makanan di sana. Istirahat sudah cukup rasanya harus segera melanjutkan jalan. Saya pesan pada pedagang saya langsung berangkat saja jika keluarga saya mencari.

Panorama treking yang kami lalui dari kaki bukit Eyek-Eyek
Perjalanan pulang ini tidak seperti gambaran porter kami, bahwa rutenya pendek yaitu hanya mendaki lalu menurun. Ternyata rute yang kami lalui sama dengan mendaki gunung tersendiri. Cukup jauh dan mendaki terus. Mana lebar jalannya hanya setengah meter menyisir tebing. Sekali selip hilang sudah tertanam di semak di dasar tebing. Medannya lebih sulit dan basah sehingga beberapa tempat sangat licin.
Saya bertemu dengan rombongan Kru Televisi Trans7. Kami bersama-sama, salah seorang mereka memberi saya sebotol aqua air hangat karena mengira saya tidak membawa air. Ya karena saya hanya membawa tas slempang kecil. Mereka memaksa saya menerimanya dan ternyata air hangat ini sangat memberi kenikmatan di tengah hutan yang dingin ini.
              Sore hari baru kami mencapai puncak bukit. Porter saya sudah menunggu sambil beristirahat. Selanjutnya meneruskan perjalanan ke desa Ranu Pane dengan menuruni bukit. Jalan menurun ini seolah tidak ada ujungnya. Dataran di bawah tidak kelihatan karena tertutup hutan dan sangat jauh membentang.



Menjelang matahari terbenam baru sampai kaki bukit. Seorang porter yang sudah pulang duluan menjemput saya dengan motor. Saya ragu-ragu karena jalan tidak cukup aman dilalui, kiri kanan masih lereng-lereng curam. Tetapi tidak ada pilihan lain, saya ikut dengan mata terpejam karena ngeri melihat sekitar. Baru setelah mendekati dataran saya bisa melihat betapa indahnya panorama senja di kaki bukit. Lalu kami melewati jalan-jalan di antara kebun sayuran dan kentang. Beberapa kali bertemu dengan pendaki yang tadi mendahului saya. mereka tampak heran melihat saya mbonceng motor. Lima belas menit kemudian saya sampai di desa dan bergabung dengan tim yang sudah menikmati kopi panas di dekat perapian. Selanjutnya makan malam dengan menu khas Ranu Pane. Ada sambal lombok yang disebut lombok terong, karena bentuk dan besarnya seperti terong. Sayur vietnam, yaitu sejenis daun ginseng yang hanya ditanam di desa Ranu Pane saja. Bibit sayur ini memang berasal dari Vietnam yang dibagikan ke petani melalui dinas pertanian untuk kemudian hasil panennya akan dibeli lagi oleh pemberi bibit. Dan selanjutnya di ekspor ke negara asalnya yaitu Vietnam. Harga perkilogram sayur adalah lima puluh ribu rupiah. Jadi pantas saja mereka tidak perlu menjual di pasaran.
Kami berpisah dan saya melanjutkan perjalanan pulang ke Surabaya dan paginya baru pulang ke Bojonegoro.

Kamis, 17 Juli 2014

Turun Gunung

Gunung Arjuno menyembul di kejauhan di antara kabut dan awan, juga satu gunung lagi yang kemungkinan adalah gunung Panderman setelah fajar menyingsing. Tidak lama kemudian pegunungan Tengger dengan G Batok dan G Bromo tampak tidak begitu jauh dari atas G Semeru,samar-samar dalam keremangan pagi. Indah menenangkan dan puas rasanya menemukan ini.




Setelah puas saya mengajak porter segera turun.











Meluncur





Masuk Batas Vegetasi Kelik




Menurun ke Arcopodo




Menyapa Monumen Pendaki  yang Tewas di Arcopodo

Kembali Ke Kamp Kalimati

Medan Arcopodo sama sulitnya saat didaki dan dituruni. Bersyukur saat berangkat saya tidak tahu bahwa di spot ini ada situs meninggalnya seorang pendaki. Pantas saja semalam porter lain bertanya pada porter saya apakah berani jalan berdua.








Setelah Arcopodo jalan menukik lebih nyaman karena pepohonan sudah semakin rapat dan tidak berdebu. Mula-mula melewati hutan pinus dan makin ke bawah vegetasi makin beragam. Bunga-bungaan hutan aneka warna dan bentuknya. Sementara suara burung mulai mengisi kesunyian pagi.








Blue Berry

Minggu, 13 Juli 2014

Mendaki Gunung Semeru

Selamat berjumpa lagi pembaca,
Seperti janji saya bahwa mendaki Gunung Semeru adalah keinginan yang sulit saya bendung. Dan akhirnya bulan Juni 2014 keinginan itu tercapai. Terima kasih Tuhan Seru Sekalian Alam, saya bisa mendekat puncak Mahameru.

Tanggal 24 juni 2014 kami, saya adik dan ipar serta keponakan, berangkat dari Bojonegoro jam empat sore. Menginap di Surabaya dan paginya melanjutkan perjalanan menuju ke Malang. Sebelum masuk kota Malang kami menyimpang  ke kiri arah kecamatan Tumpang. Singgah di Pasar Tumpang untuk belanja perbekalan dan periksa kesehatan di puskesmas Tumpang. Jam empat sore sampai di pos Ranu Pane. Maunya langsung mendaki tetapi loket tiket masuk taman nasional sudah tutup, terpaksa kami menginap di rumah penduduk.
Pagi jam 06.30 kami berangkat setelah lapor dan tiket di bayar setelah pulang.Tiket masuk ke kawasan taman nasional Gunung Semeru cukup mahal dan unik karena dihitung perhari. Yaitu 17.500 rupiah.
Untuk sampai di Ranu Kumbolo waktu tempuh yang diperlukan normalnya 5 sampai 6 jam tetapi saya menempuhnya dalam waktu 7 jam. Maklumlah saya ini sudah nenek-nenek he he.
Ranu Kumbolo adalah lembah berdanau yang airny jernih dan teduh. Air danau ini menjadi satu-satunya sumber air di sini. yang digunakan untuk memasak dan minum para pendaki. Karena itu tidak boleh digunakan untuk mck.
Pagi Pertama di kamp Ranu Kumbolo




Saat Bangun Tidur
Lalu ada tanjakan yang di sebut Tanjakan Cinta. Tanjakan ini menghubungkan lembah Ranu Kumbolo dengan lembah bunga Lavender di balik bukit yang memagari Ranu Kumbolo.

Tanjakan Cinta



Pada hari kedua kami meninggalkan Ranu Kumbolo menuju kam berikutnya yaitu kamp Kalimati. Setelah tanjakan cinta kami istirahat untuk menstabilkan lagi pernafasan. Tanjakan ini cukup tinggi.


Melanjutkan Perjalanan Hari Kedua
Menuju Kalimati Dua Jam Lagi

Lembah Lavender di Bawah

Hutan Lavender
Istirahat di Spot Cemoro Kandang

Full Team Bertemu di Spot Jambangan
 Semeru Tampak di Kejauhan
Tanda Jejak di Belukar
Dini Hari Saya akan Berada di Atas Sana

Kamp Kalimati Menunggu Saat Muncak Tiba
Kamp Kami Paling Kiri
Dengan sampainya di kamp Kalimati, tinggal satu langkah menuju puncak Mahameru. Dini hari nanti kami akan melewati jalan terjal melewati tiga Spot lagi yaitu Arcopodo, Kelik dan Cemoro Tunggal. Selanjutnya Mahameru.

Muncak Dini Hari
Kami tidak bisa tidur sama sekali selama tiga malam ini, udara dingin, ngobrol, dan memikirkan perjalanan selanjutnya selalu mengganggu istirahat kami. Tetapi tidak ada pilihan kecuali maju dan maju. Begitulah perjalanan mendaki. Mundur berarti banyak berkurban karena membuang percuma perjalanan yang sudah sangat melelahkan ini.
Jam sebelas malam kami bersiap. dan setelah berdoa dan ikrar bersama dengan bertumpuk telapak tangan dalam lingkaran kami lepas dalam semangat. Berangkatlah kami pelan-pelan meninggalkan kamp. Senter kepala, syal, pakaian berlapis dan jaket tebal, sepatu anti slip dan jas hujan siap melengkapi jalan malam ini.
Ternyata ini perjalanan yang sangat sulit bagi siapapun.

Jalan mendaki yang licin berdebu dan kecil di antara jurang di hutan pinus, sampai di spot yang di namai Arcopodo. Ada dua tenda berdiri di sana. Lega melihat ada semacam kehidupan di situ walau kami hanya melewatinya. Pasti penghuninya adalah pendaki yang berpengalaman. Mana mungkin orang biasa berani di situ karena spot ini menyeramkan juga.

Sangat kelelahan dan saya tertinggal berdua dengan salah satu porter kami. Tertatih-tatih saya sampai di Spot Kelik. Tempat vegetasi terakhir. Dan selanjutnya saya menempuh medan berpasir di apit lereng-lereng tebing yang sempit tanpa benda untuk berpegangan. Rasanya mulai ingin menjerit dan mengaduh menahan sesak nafas yang mulai menyerang. Karenanya beberapa langkah saya terus berhenti dan melangkah lagi berhenti lagi. Tetapi saya masih boleh bangga karena hampir semua pendaki begitu juga, tidak peduli tua maupun muda.

Kawan, tinggal satu spot lagi ketika saya bertemu dengan seprang pemuda sudah tergolek ditunggui temannya. Kami sudah di lereng terjal jadi sulit untuk berhenti, jadi kami hanya bertegur sapa selintas dengan tetap melangkah. Satu demi satu di pasir yang sangat tebal. Dan spot terakhirapa sudah kami capai, sesaat lagi puncak Mahameru kelihatan.
Pembaca, angin mulai berhembus kencang dan udara dingin membuat tangan terasa kaku. Saya putuskan behenti dan duduk menunggang batu. Tidak mungkin duduk tanpa posisi begitu karena kemiringan permukaan lereng ini demikian tajam. Dari sini saya menikmati malam yang sangat sepi dan sunyi memandangi bintang gemintang dan awan di bawah yang tampak seperti padang rumput dihembus angin.

Fajar



Matahari Terbit



Cahaya Pertama di Atas Gunung

Turun Gunung
 Suhu udara di puncak mencapai nol derajat menjelang fajar. Sendi lutut dan pergelangan terasa kaku. Tetapi saya bertahan menanti matahari terbit. Dan bersamaan dengan terbitnya matahari saya putuskan turun. Dengan berat hati tentu saja. Masih ingin berlama-lama tetapi rasa kantuk dan capai membuat saya harus turun. Ternyata suasana tidak seseram semalam, Jalan berpasir ini juga kelihatan lebih lebar. Porter mengajari saya bagaimana cara turun yang aman. Dengan menjejakkan tumit kedalam pasir lalu meluncur seperti bermain sky. Oh ternyata benar-benar mengasyikkan meluncur sambil tertawa-tawa. Saya bergurau mengajak porter kembali ke atas dan meluncur lagi, ha ha ha kami meluncur lagi bersama-sama. sangat menyenangkan sampai lupa segala letih yang kami rasakan semalam.