Kamis, 27 Agustus 2015

Kekasihku

Kekasihku
Engkau terlalu setia untuk memanggilku setiap waktu
dalam dingin malam dan saat fajar menyingsing
atau ketika matahari menghilangkan bayangan suatu benda
dan ketika waktu terburu-buru memulai dan mengakhiri hari

Kekasihku
Aku memang tidak setia menjawab
melaksanakan kewajibanku untuk membalas
terkadang aku mengantuk
terkadang aku malas
terkadang aku juga marah
Tetapi sebenarnya aku selalu menunggu


Kenyamanan Hidup Ada dalam Keseimbangan

Seperti rumah tak berpenghuni hari-hari yang saya lewati. Sepi, sunyi dan hening. Tak ada bahan untuk dibicarakan tidak ada keinginan berbagi semangat. Hampa, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hari-hari di rumah. Karena itu menanti saat-saat bekerja di luar rumah menjadi secercah harapan untuk mengusik kehampaan. Sekalipun suasana kerja tidak seperti yang ada di tempat yang lalu tetapi ini lebih saya hargai karena saya membutuhkannya. Bayaran memang tidak seimbang tetapi besarnya arti pekerjaan bagi seorang seperti saya tidak bisa diukur dengan uang. Yang jelas saya tidak bisa membayangkan bagaimana saya akan bisa bertahan dalam kehampaan dan kejenuhan kehidupan saya di rumah.
Semakin banyak meluangkan waktu di rumah semakin terasa ketidakadanya harmoni hidup saya.Tidak berlebihan apabila saya katakan saya sudah mengorbankan hidup saya. Kehidupan yang saya jalani tidak sejalan dengan prinsip kehidupan yang sebenarnya, bahwa kehidupan itu bisa berjalan dengan baik apabila ada keseimbangan.
Kehidupan saya seperti  timbangan berat di sebelah. Satu sisi tertekan ke bawah karena keberatan dan satu menggantung ringan. Waktu yang cukup panjang dalam menunggu beban itu dikurangi menjadikan timbangan ini rusak.
Dan akhirnya segalanya hanya ditakar ala kadarnya, seperti maunya sendiri-sendiri. Ini memang baik bagi saya, artinya saya bebas dari tekanan. Tetapi sebenarnya kenyamanan dalam hidup tidak begini.Tidak juga harus dengan idealisme  dan harapan yang tinggi. Kenyamanan hidup itu mungkin ada pada kesederhanaan berpikir tanpa didasari kelicikan dan menghitung untung dan rugi. Kenyamanan didasari pada kesadaran akan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing. Tidak menggantungkan diri satu kepada yang lain.
Sementara dalam bertindak semaunya sendiri.

Sebenarnya kebencian saya akan kerusakan hidup saya ini sudah menggunung dan setiap waktu terus menggelorakan panas di magmanya. Hanya kesadaran akan takdir dan garis hiduplah yang membuat saya bisa melelehkan lava kebencian saya sedikit demi sedikit. Sebenarnya saya perlu bantuan untuk memuntahkannya, seandainya saja ada terobosan yang dibuat untuk mengurangi beban saya.

Bersyukurlah, Tuhan selalu memberi jalan kepada saya untuk menghindar dari kejenuhan dan kehampaan yang menyiksa. Saya lebih beruntung dari mereka dalam kasus yang sama tetapi tidak mendapatkan hiburan di luar rumahnya.


Bersama tim Basket Putra Putri MA Agustus 2015

Selasa, 25 Agustus 2015

Sepiring Kue Penyemangat

Dingin masih menggigit saat matahari masih bersembunyi di balik awan. Pagi baru sudah memulai hari ini dengan aktivitas alam dan manusia. Seperti biasa secangkir teh panas dan sejak beberapa hari in saya melengkapinya dengan cake panas instan tanpa gula. Sebenarnya kue ini hanyalah dadar telur dikocok dengan tepung terigu dan sedikit mentega yang saya tuang di frypan. Sampai hari ini kue ini belum membosankan, dan yang terpenting adalah sensasi pada kue ini. Yaitu imaginasi tentang suatu tempat ketika pada pagi hari selesai solat subuh kami berjalan-jalan dan singgah di kedai penjualan makanan ini bergabung dengan banyak orang asing. Sangat nikmat ngobrol dan bersantap kue ini dengan segelas teh susu sambil merasakan udara dingin berkabut.

Dingin kali ini yang membuat saya ingin makan makanan seperti itu. Dan setiap kali memakannya cerita tentang kenangan itu selalu muncul. Terkadang tentang cara memakannya, tentang suhu udara yang dingin di sana, tentang bagaimana berbicara di sana, tentang segala yang ada di sana.
Ah pokoknya pasti cerita ini membosankan siapa yang ikut menikmati kue saya. Tetapi saya tidak bisa diam tidak mempromosikan kue ini. Kue yang tidak populer bagi orang lain karena rasanya terlalu biasa, gurih dan sedikit asin. Tetapi jangan khawatir pagi ini ada juga sepiring pisang panggang yang tipis kering dan nikmat aromanya.
Inilah pagi saya.



Pembaca, pada dasarnya siapapun tidak ingin kehilangan semangat. Untuk itu hanya kita sendiri yang bisa menjaganya sedang orang lain hanya bisa memberi semangat tetapi tidak untuk menjaganya.
Banyaknya nilai yang bisa kita ambil dari kesempatan hidup ini yang menjadikan kita harus selalu berusaha menemukannya. Sedikit atau banyak kita berpacu dengan waktu karena setiap waktu hanya memberikan satu macam nilai dan akan memberi nilai yang lain saat waktu itu berganti.
Bersyukurlah Anda dan kita yang bisa menikmati banyak kebaikan dan kemudahan pada saat ini. Percepatan mendapatkan banyak nilai tersedia untuk kita, tinggal kita yang menentukan mengambil atau tidak.

Pembaca, usia bertambah berarti pengalaman perlu banyak walau kesempatan tinggal sedikit. Jadi kita sedang berlomba dengan waktu. Dan setiap pelomba tentu ingin memenangkannya
Berjuanglah mendapatkan banyak poin sebelum perlombaan berakhir. Sehatkanlah badan agar kita bisa mencapai garis finish dengan senyum kemenangan. Semangat Pagi!!!!
 


Sabtu, 22 Agustus 2015

Antara Takdir dan Penerimaan

Selamat pagi dari Tabanan. Selamat menikmati hari Minggu yang cerah dan melepaskan semua persoalan pekerjaan. Kehidupan ini sebenarnya adalah waktu, dia datang dan pergi. Jika hari ini matahari bersinar cerah mungkin esok dia akan redup dan selanjutnya bersinar lagi. Tidak perlu berlarut dalam murung dan galau karena keadaan itu tak akan bertahan selamanya.
Begitu juga dengan kegembiraan, euforianya tidak untuk dipertahankan. Hanya untuk disyukuri dan dinikmati sama halnya dengan semua kondisi yang kita hadapi. Menikmatinya, itu lebih baik daripada melawannya dengan berkeluh kesah.
Apabila kita ingat bahwa kehidupan ini sudah berjalan jutaan tahun. Satu masa adalah kita, dan masa itu sangat singkat. Apa artiya kita.

Barangkali kita tidak bisa memahami bagaimana takdir yang sesungguhnya. Bagaimana kita menyalahkan orang lain karena takdir kita. Walaupun sebenarnya akar takdir itu adalah karena perbuatan manusia juga tetapi sudahlah, itu perjalanan sejarah. Dalam sejarah selalu ada kehancuran dan kebangkitan yang disebabkan oleh sifat manusia. Mungkin satu manusia  dua dan tiga. Dan siapa bisa mengingkarinya.

Hanya penerimaan, dan itu pasti terjadi. Dan ketika penerimaan itu datang maka datangnya kenikmatan seperti ombak yang membersihkan tepian. Seperti cahaya pagi membuka kegelapan membuka cakrawala kehidupan di depan yang berbeda dan lebih baik.

Pantai Balangan 2015

Senin, 17 Agustus 2015

Mengibarkan Merah Putih Di Batur Summit

Dirgahayu 70 Indonesia di Batur Summit

Semangat saya lebih panas dari badan saya, karena itu walau kesehatan kurang fit saya antusias dengan ajakan muncak pada 17 Agustus 2015. Jadi berangkatlah mendadak. Jam sembilan malam meninggalkan Tabanan menuju Desa Kintamani Kabupaten Bangli. langsung mencari hotel dekat Danau Batur di desa Toya Bungkah, lima km dari gerbang pendakian. Istirahat dua jam dan pukul 02.30 pagi kembali ke pos pendakian cari tiket masukTaman Nasional Gunung Batur. Sayang kami kecewa karena di sini tidak diberi tiket. Padahal ribuan pendaki yang membayar. Ini sangat beda dengan tempat-tempat pendakian di gunung-gunung lain di luar Bali. Tidak ada pemeriksaan surat-surat dan pendaftaran. Artinya tidak ada jaminan apapun kecuali pesan tidak boleh membuang sampah. 


Jalur pendakian di mulai dari hutan cemara yang landai, selepas itu dari kaki gunung sudah tampak jalur nyaris tegak lurus menuju puncak sudah dipenuhi barisan senter yang berkelipan. tiga jam setengah untuk mencapai puncak pada keadaan normal. Tapi kali ini tidak karena ramainya para pendaki dan kecil serta terjalnya treking yang dilalui.
.
Sulitnya Melangkah


Di Pos 1 (mungkin) karena di sini tidak ada rambu-rambu pendakian seperti di tempat lain, ada warung kecil. Saya istirahat sebentar sementara tim saya persilakan duluan karena saya katakan saya ingin santai saja sambil melihat panorama di sekeliling Danau Batur dari atas gunung. Panorama kegelapan dilingkari kerlip lampu yang cantik sementara di langit bintang tak kalah kerlingnya.
Selanjutnya saya melangkah pelan-pelan, bagi saya medan ini cukup sulit selain terjal. Treking batuan lepas dan hampir tidak ada tempat beristirahat membuat pendakian singkat ini menjadi berat.
Bersyukur barisan rombongan yang tidak ada putusnya membuat saya semangat. Selain itu puncak gunung yang sudah kelihatan membuat semangat itu tidak putus. Udara menjadi semakin panas saya melepas jaket, kaos tangan dan memasukkan ke dalam ransel.

Menjelang fajar sampai di tempat terbuka, ada warung lagi, tampak para pendaki berjejalan makan pop mie dan ngopi serta lainnya. Saya jalan pelan saja dan ada beberapa mulai berfoto dalam remang-remang. Di situ saya minta tolong untuk mengambilkan foto dengan berdera di tangan.
Mereka yang saya mintai bantuan selalu senang dan menanyakan umur saya ada dua orang yang minta berfoto bersama. Tentu saja saya juga senang. Ini selalu menyenangkan dan kata-kata semangat! tak ada hentinya untuk kami.






Sayang kabut tebal mulai menutup ketika sampai di kawah Gunung sehingga matahari tak terlihat. Tetapi melihat pemandangan kemah warna warni dan ramainya anak muda di perkemahan, saya tetap semangat.. Kawah ini tentu saja dikelilingi dinding tebing curam. Di seberang kawah tampak telah terjadi logsoran besar yang menimbung sekelilingnya.Tetapi  di sisi lain ada tepian landai datar di cekungan yang membentuk rest area. Di situ merupakan tempat untuk berkemah. Ada sumber air panas yang bisa digunakan untuk merebus telur. Saya berhenti sebentar karena puncak tinggal 45 menit lagi.





Teman di Jalan




Summit Semakin Dekat

Sesaat Lagi Sampai Puncak
Berikutnya jalur berpasir, Jalur ini penuh sesak karena titik hujan menyebabkan semua yang sudah mencapai puncak bergegas turun. Sementara masih ada yang belum mencapai puncak, jadinya jalan naik dan turun bergantian. Syukurlah saya sampai di puncak sebelum kabut hilang. Duduk-duduk sebentar di batu bersama dua pendaki dan sepasan muda-mudi sambil untuk minum dan sarapan. Sayang pemandangan tertutup kabut sehingga semua remang-remang. Ada tempat persembahyangan umat Hindu di puncak G Batur. Tampak beberapa orang peziarah dan pendaki berdoa di sana. Luar biasa mereka rela mencapai tempat sesulit itu untuk melakukan sembahyangnya.
Inilah Puncak G Batur


Pecinta Alam yang Taat

Jam sembilan pagi saya turun, Sudah membayangkan bagaimana susahnya turun, syukurlah saya menemukan tongkat habis pakai dan tak henti-hentinya saya berterima kasih dalam hati karena tongkat ini sangat membantu. Beberapa wisatawan asing yang sudah lanjut usia tampak menggunakan tongkat khusus untuk pendaki. mereka menggunakan tongkat tidak hanya satu melainkan dua di kedua tangannya.
Artinya tongkat memang diperlukan.

Mulanya menurun masih menyenangkan ketika melewati medan berpasir karena bisa meluncur sedikit-sedikit. Tetapi setelah itu tak terkatakan. Syukurlah saya tiba di tempat awal dengan selamat dan tim sudah menunggu setengah jam lalu. Selanjutnya meluncur ke hotel di Toya Bungkah, sebuah tempat di tepi danau Batur. Mandi air panas, makan dan ngobrol. Jam dua belas check out.

,

Selasa, 11 Agustus 2015

Tidak Terlalu Penting

Cuaca ini kurang menguntungkan bagi tubuh orang seperti saya, flu ini sudah ada satu minggu berlalu dan sekarang suhu badan saya meningkat. Berharap musim dingin yang kering ini segera berganti kehangatan dan recovery segalanya bisa dimulai. Berolah raga, jalan -jalan atau aktivitas di dapur. Bosan juga bekerja dengan keadaan sakit, tak bekerja sama artinya dengan lalai dalam tugas. Apalagi sekolah ini membayar karena ada pekerjaan. Bisa saja kalau mau ijin tetapi rasa tidak sampai hati mebiarkan mereka terlantar walaupun  ada tugas yang bisa diberikan.

Setiap kali saya berpikir pekerjaan ini akan memberi kesembuhan, karena boleh jadi aktivitas tubuh bisa menghangatkan dan melancarkan peredaran darah. Karena itu juga saya tetap bekerja.

Ada seorang teman guru yang berhenti bekerja karena harus merawat mertuanya yang sudah sangat tua. Begitulah menjadi menantu perempuan yang tinggal di dekat orang tua. Pekerjaan itu mulia dan mungkin bisa memberi kepuasan tetapi jika harus berhenti bekerja itu menyedihkan.
Karena kita bekerja itu perlu ada variasi antara satu pekerjaan dengan yang lain. Tanpa itu mungkin saja kejenuhan yang terjadi.
Ah ini hanyalah omong kosong yang tidak terlalu penting karena yang terpenting masih tersimpan di dalam hati dan belum ada keinginan untuk mengutarakan. Barangkali keraguan adalah penyebabnya.



Senin, 03 Agustus 2015

Ingin Kembali

Saya mengira musim dingin ini segera berakhir. Ternyata perkiraan itu salah.Musim ini cuaca bertambah dingin bahkan dinginnya terasa menjalar ke tulang sumsum, sangat dingin. Saya jadi membayangkan bagaimana saya akan mendaki gunung jika di sini saja dingin seperti ini. Seperti apa dinginnya udara di gunung. Mungkin saja suhu di ketinggian 3000-an sudah mencapai atau mendekati 0 derajat Celcius. Ini kurang bagus untuk keselamatan. Banyaknya kasus kematian di puncak adalah disebabkan oleh hypothermia yang dimulai dari kram perut merembet ke jantung. Sebenarnya rasa kejenuhan di sini sudah membuat saya tak sabar untuk melihat tempat lain yang indah seperti gunung. Atap gunung, adalah bahasa kedamaian hati manusia yang dicapai melalui penderitaan dan rasa sakit. Dan mencapai kedamaian itu adalah kepuasan.

Di Lereng G Lemongan Lumajang 2015
Umur saya sudah berkurang satu tahun, berarti tenaga saya juga berkurang satu lagi. Tetapi saya belum bisa memadamkan semangat untuk mencapai tempat-tempat tinggi. Saya memang selalu menjadi orang tertua dalam tim dan selalu berjalan paling belakang dalam setiap perjalanan, tetapi saya belum menjadi orang terlemah dalam menghadapi segala situasi buruk. Saya belum pernah merepotkan orang lain termasuk porter. Ini juga yang menjadikan saya masih merasa percaya diri dan selalu ingin terlibat dalam acara olah raga gunung ini.
Kawan, Anda tentu tidak bisa membayangkan bahwa dalam perjalanan sulit dan melelahkan banyak membuat orang lupa dan tidak bisa mengontrol emosi. Rasa letih dan nyaris berputus asa membuat masing-masing hanya bisa mengurus diri sendiri. Sulit rasanya bisa membantu orang lain untuk hal-hal tertentu seperti merayapi tebing atau mendaki puncakaan atau menunggu kawan. Apalagi dalam cuaca buruk dan dingin, karena setiap waktu kita berpacu dengan alam dan meluangkan waktu sama dengan membahayakan keselamatan dan ketahanan terhadap alam. Karena itulah kami selalu membawa porter. Satu porter bertanggungjawab untuk dua orang.Ya kami bukan pendaki profesional jadi semuanya tergantung kepada porter. Yang terpenting adalah keselamatan. Pengalaman di Gunung Rinjani saat satu anggota tim pingsan di ketinggian di atas 3200 mdpl mendekati puncak karena hypothermia, dalam kejadian itu hanya porter yang bisa menolong dan mengevakuasi kembali ke spot.

Pembaca,  Sejauh ini saya percaya gunung mempunyai kekuatan magis dan bisa menghipnotis para pendaki untuk kembali. Nyatanya kali ini saya sangat merindukannya. Saya ingin kembali ke gunung.


Pemandangan Awan di Spot Plawangan G Rinjani 2013

Pemandangan Awan di Cemoro Tunggal G Semeru 2014

Sekalipun nanti angin tidak lagi gemerisik di pucuk-pucuk pinus dan kabut tak lagi berbisik, atap-atap bukit akan terus menuliskan puisi  kedamaian dan cinta. Karena keduanya adalah zat yang abadi di alam semesta yang tercatat dari kalbu setiap pendaki yang memiliki cinta.