Rabu, 29 Juni 2011

Jambi Bengkulu dalam sembilan jam




Satu setengah jam lebih awal dari jadwal tiba adalah sebuah prestasi kecepatan mengemudi yang tidak biasa. Jam lima sore persis Travel dengan perusahaan yang sama,Ratu Intan dengan kendaraan Toyota Kijang Innova warna hitam,meninggalkan Jambi menuju Bengkulu. Ketika sejam kemudian kendaraan beristirahat saya bertanya pada sopir apakah kecepatan kendaraan bisa dikurangi,dia menjawab bahwa dia mengejar waktu untuk balik ke Jambi esok hari. Saya sedikit kecewa karena kecepatan kendaraan ini luar biasa dan kacau. Apa mau dikata akhirnya saya diam saja dan tidak henti-hentinya berdoa

Perjalanan malam ini berat juga karena lalu lintas dari jambi ke Bengkulu lebih ramai. Bukan hanya angkutan penumpang. Kendaraan berat pengangkut batubara, minyak sawit mentah dan kontainer serta pengangkut kelapa sawit, belum lagi truk pengangkut kayu, semua berlomba dan kendaraan yang kami tumpangi terus menyalip dan menyalip.
Sepanjang perjalanan saya tidak bisa memejamkan mata, barulah sesampainya di kota Curup menjelang Bengkulu kelihatan sopir agak santai walau masih tetap meluncur dengan cepat dalam tikungan-tikungan dan kelokan tajam.

Jalan Jambi-bengkulu lebih banyak menurun dan melingkar-lingkar. Sayang suasana malam gelap sehingga apa yang kami lalui tidak kelihatan kecuali kota.
Jam setengah dua pagi kami sampai di bengkulu, mencari alamat dan teman sudah menunggu di depan rumah.
Subuh kami baru tidur dan jam delapan kami mengelilingi kota Bengkulu melihat objek wisata Masjid jami rancangan Presiden Soekarno, makam pahlawan Sentot Alibasa dan Benteng Malborough terus ke pantai Panjang.

Dua Belas Jam Pekanbaru Jambi




Dengan kendaraan travel kijang Innova milik perusahaan angkutan Ratu Intan kami meninggalkan rumah teman pada jam delapan pagi tanggal 27 Juli.Perjalanan Pekanbaru Jambi tidak seberat perjalanan dari Sumatera Utara ke Sumatera Barat karena kondisi jalan yang baik dan datar.
Jalan lurus yang sangat panjang dan lebar membelah perkebunan kelapa sawit dan terkadang naik turun menjadi pemandangan yang indah juga.
Tidak banyak perkampungan yang kami lalui. Pemukiman dengan jarak rumah yang tidak berdekatan menambah kesan kekosongan pulau ini. Beberapa kali melewati jembatan panjang sungai Siak hingga ke perbatasan Riau Jambi. Sangat panjang jarak rentang antara Provinsi Riau dan Jambi. Setiap dua jam sopir beristirahat di rumah makan. Mengendalikan kendaraan di sini lebih sulit dibandingkan di Pulau Jawa dan Bali. Banyaknya kelokan dan jalan naik turun serta rusaknya jalan yang bisa mencapai puluhan kilometer menjadi penyebabnya.
Tiba di Jambi jam delapan malam,teman kami sudah menunggu di agen travel dan selanjutnya kami langsung makan malam di sebuah tempat makan yang menyajikan menu internasional. Kami memesan kepiting saus singapore, ikan patin asam dan gurami goreng saus asam manis. minuman kami jus kiwi,jus apel dan es jeruk.
Nikmat rasanya makan dengan suasana romantis seperti ini, di tempat yang terbuka dengan meja kursi yang bersih dan bagus. Setiap meja beratap dan berkelambu dengan penerangan yang temaram dari bola lampu berkap yangtergantung di atas meja. Pelayannya cermat dengan seragam batik melayu.
Malamnya kami ngobrol sampai terkantuk dan akhirnya kami istirahat tidur. Pagi jam setengah tujuh kami joging di ruas jalan Sudirman yang tidak jauh dari rumah teman.
Jambi tidak terlalu ramai, bahkan terkesan lamban gerak aktivitas paginya. Mobil berjalan tidak tergesa-gesa begitu juga kendaraan lain.Pejalan kaki hampir tidak ada.
Objek wisata di Jambi tidak ada, jadi kami hanya putar-putar kota hari itu melihat gedung-gedung pemerintah, Universitas dan tempat-tempat umum. Tidak memerlukan banyak waktu sehingga kami putuskan melanjutkan perjalanan ke Bengkulu sore hari itu juga.

Minggu, 26 Juni 2011

Mengunjungi Istana Siak di Kabupaten Siak Riau








Jam enam pagi saya bangun dan menelpon teman,ingin mengabarkan bahwa pagi ini bahwa saya sedang berada di Pekan Baru. Tetapi tidak ada sambutan. Namun setelah saya berangkat lagi ada panggilan tak terjawab, adik dan teman di Denpasar.Saya membalas dengan SMS saja saat sudah berada satu jam meninggalkan Pekanbaru menuju Istana Siak, kurang lebih sembilan puluh kilometer dari Pekanbaru.
Jam dua belas kami istirahat di Jembatan panjang Sungai Siak. Jembatan ini mempunyai dua menara tinggi menjulang yang di atasnya berupa bangunan tempat beritirahat.Yaitu cafe, berada pada ketinggian lebih dari duapuluh meter dari permukaan sungai.Terdapat lift untuk mencapai cafe tsb.
Kami turun mengambil gambar serta memandangi panorama Sungai Siak. Sungai ini mengalir tenang membelah hutan mangrove, semak dan perkebunan kelapa sawit yang subur. Sejauh mata memandang perkebunan sawit ini menutup permukaan areal dan perbukitan.
Jalan lintas Pekanbaru-Siak sangat bagus dan lebar.Tidak banyak tikungan bahkan jalan lurus berkilo-kilometer yang mengingatkan kita pada film-film Nevada sering kami lewati sehingga kecepatan kendaraan kami rata-rata jalan seratus.
Jam satu kami tiba di Istana Siak.Istana ini berada di kota kabupaten Siak yang sepi. Dibangun di tepi Sungai Siak.Siak belum lama menjadi kota kabupaten sehingga jalan besar yang belum selesai ditata ini masih agak sepi. Walaupun begitu perencanaan tatakotanya bagus dan rapi,sama dengan kota Pekanbaru.
Istana ini memiliki bangunan yang terdiri dari istana sultan,merupakan bangunan inti
yang memiliki dua lantai.Lantai pertama dimulai dengan tangga kanopi menuju teras. Ada ruang besar , berisi beberapa meja dan almari dan meja bundar dengan empat kursi di tengah ruangan. Di dinding kiri kanan terpasang cermin yang sangat besar dan tinggi dengan pigura berukir yang indah.Tirai-tirai bagus masih menghiasi jendela-jendela besar di kiri kanan pintu masuk dan dinding samping ruangan depan ini.
Ruang kedua dibagi menjadi dua ruangan besar. Bagian tengah terdapat meja panjang dengan kursi-kursi indah tempat persidangan atau rapat. Di sini Sultan menerima keluarga kesultanan. Ruang ini dihiasi dengan korden-korden cantik juga benda-benda keramik dan perunggu yang tersimpan di almari-almari kaca yang berpasang-pasangan di kiri kanan pintu dan dinding samping.
Bagian samping ruang ini terdapat ruang besar menyamping keluar dan berpintu langsung ke teras samping depan. Di sini kursi singgasana sultan menghadap samping kiri istana membelakangi ruang tengah, singgasana ini berupa kursi besar model Eropa minimalis namun anggun. Tidak sama dengan singgasana para sultan yang lain termasuk istana Maimun. Di depannya terdapat meja menyerupai meja makan yang sangat panjang dikelilingi kursi makan yang indah. Sepertinya ruang ini digunakan untuk perjamuan. Perabotan di istana ini hampir semuanya berwarna keemasan. Di sini juga dihiasi cermin-cermin besar berpasangan di kiri kanan jendela dan pintu.Pintu-pintu saling berhubungan di setiap ruang.
Di belakang ruang tengah adalah ruang penghubung. terdapat dua tangga melingkar, sebelah kanan pintu untuk naik dan sebelah kiri tangga turun lantai dua. Tangga ini indah terbuat dari kayu berukir warna kuning merah. Melingkar-lingkar rapat dan nyaman untuk berpijak, menandakan bahwa pembuatan tangga ini dilakukan dengan cermat bentuk dan ukuran-ukurannya.
Dalam ruang penghubung terdapat berpasang almari besar untuk penyimpanan perabot besar, seperti belanga perunggu keramik dan sebagainya.
Dan ruang terakhir adalah ruang belakang yang pendek berpintu lebar di tengah menampakkan koridor keluar istana menuju bangunan-bangunan lain di belakang dan kiri kanan istana.
Lantai dua adalah bangunan kayu merupakan kamar-kamar yang cukup luas dan menjadi ruang berkumpul di bagian depan tengah. Lantainya dibuat dari kayu. Memiliki jendela-jendela besar di setiap kamar. Dari jendela ini kita bisa melihat taman-taman luas sekeliling istana dan bangunan lainnya yaitu masjid, makam, rumah-rumah panggung tradisional dan rumah-rumah mungil bergaya Eropa serta Gedung pertemuan dengan gaya eropa juga. Ada juga sumur besar dan benteng pengintaian yang berbentuk menara kecil di bagian belakang istana.Dinding-kamar dipenuhi oleh foto-foto Sultan dan keluarga serta kolega. Dari foto-foto itu tampak adanya kedekatan hubungan Sultan dengan bangsa Belanda.Foto Ratu Wilhelmina juga ada di sana, perkawinan keluarga dengan bangsa belanda dan keturunan mereka juga terpampang di sana.
Semua bangunan yang berada dalam kompleks istana tidak ada yang letaknya sejajar sehingga tidak saling menutupi satu dengan yang lain. Posisi Kompleks istana yang berada tepat di bibir sungai seperti mengekslorasi Sungai Siak untuk kebutuhan akan air, untuk keindahan pemandangan dan untuk pertahanan keamanan. Sungai ini membebaskan pandangan ke semua penjuru, juga halaman istana yang sangat luas sekeliling istana menunjukkan kesan istana ini menjadi pusat perhatian serta pusat pengintaian. Rumah-rumah penduduk tampak dengan jelas dari semua tempat di istana terutama dari lantai dua dan dari rumah panggung tradisional yang berada di sebelah kanan istana.

Kami sempat sembahyang dzuhur di masjid istana, dan meninggalkan istana satu jam kemudian. Kami makan siang di depan RSUD Kabupaten Siak, ikan mujair bakar dengan sambal lado yang menjadi favorit saya selama di Sumatera.
Jam delapan malam kami tiba di rumah setelah memesan tiket untuk keberangkatan ke Jambi besok.Saya diberi tanda mata oleh kerabat saya sepotong kain bordir Riau berwarna merah, warna kesukaan saya.
Sampai di sini laporan perjalanan saya, selamat malam.

Sabtu, 25 Juni 2011

Lembah Harau




Lembah Harau merupakan objek terakhir di Bukittinggi yang saya kunjungi.Lembah ini berada di Kota Payakumbuh,dua jam dari Bukittinggi. Lembah yang cantik mirip dengan Ngarai Sianok. Tetapi batuan tebingnya lebih halus dan kuat berwarna kecoklatan.

Lembah ini kalau diamati sepertinya juga terbentuk oleh bukit yang membelah diri.Tebingnya sangat tinggi sehingga dari jarak dekat kita tidak bisa melihat atapnya.
Di antara tebing-tebing ini terdapat lembah yang subur. Disini juga terdapat desa yang memanjang mengikuti tebing.

Pada beberapa tempat dinding tebing dirambati air dari atap tebing. Ketika hujan turun air itu menyapu ke kiri dan ke kanan dihembus angin. Sejuk udara di sini dan membuat orang betah duduk-duduk di warung sambil menghirup kopi panas dan makan kerupuk ubi yang lebarnya lebih lebar dari piring makan,

Ngarai Sianok dan Lembah Harau,


Jumat jam tujuh pagi kami jalan-jalan melihat Ngarai Sianok. Ngarai ini berada di dalam kota Bukittinggi dan tidak jauh dari d'Enam, homestay tempat kami menginap.Ngarai ini merupakan tebing memanjang yang terbentuk oleh rekahan bukit, Dasar ngarai ini adalah lembah datar yang luas berupa perkampungan dan sawah. Ada jalan menyisiri kaki tebing dan sungai di tengah ngarai. Aliran sungai berasal dari hulu ngarai di bagian bawah tebing.
Matahari pagi indah cahayanya menyinari dinding-dinding tebing dan lereng-lereng curam perbukitan.
Di dinding ngarai yang berada di bawah kota terdapat Lubang-lubang berpintu terali besi yang kokoh. Pintu-pintu ini merupakan pintu yang berhubung-hubungan dengan banyak lorong yang ada di bawah bukit.Yaitu terowongan -terowongan peninggalan Jepang yang disebut Lubang Jepang.
Dengan membayar tiket lima ribu per-orang kami memasuki lorong dari bagian atas tebing. Lorong dimulai dengan pintu utama berbentuk setengah lingkaran yang posisinya tersembunyi di bagian bawah permukaan tanah menghadap ke arah ngarai membelakangi jalan raya. Jalan memasuki lorong berupa tangga menurun sebanyak 132 anak tangga. Setelah itu lorong dibelokkan sedikit lalu mendatar panjang. Lorong utama memiliki beberapa ruang dikiri kanan yang tembus dengan lorong dibaliknya. Ruang-ruang ini berterali kuat. Terdapat sepuluh ruang yaitu ruang amunisi, ruang makan,ruang tahanan. Beberapa lorong tembus ke dinding ngarai Sianok. Dari situlah sirkulasi udara dan sedikit cahaya matahari masuk.

Setiap jarak lima meter dalam lorong panjang terdapat penerangan, lampu neon yang berbaris rapi. Lorong-lorong ini cukup besar dan dibuat sangat rapi, lurus dan datar. Sayang tidak ada rambu dan nomor-nomor ruang dan lorong.Namun bagaimanapun juga Lubang Jepang ini adalah saksi kekejaman Jepang terhadap bangsa Indonesia pada masa lalu.

Kamis, 23 Juni 2011

Tertawan di Bukit Tinggi








Jam tujuh pagi kami meninggalkan Padang menuju Bukittinggi dengan mobil travel Avanza.Jarak tempuh sembilan puluh kilometer dengan waktu dua setengah jam dengan ongkos duapuluh ribu perorang.Nama-nama geografi yang dulu saya pelajari di Sekolah dasar yaitu kota Pariaman, Padangpanjang, G Singgalang, G Merapi kali ini saya lihat sudah.
Udara sejuk karena cuaca berawan sehinga tidak terasa capek ketika kami sampai di bukittinggi.
Begitu masuk di kota ini ada rasa senang berada di sini. Kota pegunungan yang indah dikelilingi lembah hijau. Suasananya sangat beda dengan kota-kota di Sumatera yang sudah saya kunjungi. Bukittinggi lebih nyaman dan bersih. Gedung-gedungnya rapi.
Begitu check in penginapan,sebuah homestay dekat Benteng Belanda tidak jauh dari Jam Gadang dan pemandangan lembah, segera kami mencari sarapan dan langsung berangkat ke danau Maninjau. Dengan kendaraan travel Daihatsu terbaru jenis van besar kami menempuh jarak tigapuluh kilometer lagi menyusuri jalan perbukitan yang terus mendaki.
Pemandangannya cantik sepanjang jalan dengan jalan yang berkelok-kelok diapit jurang dan lembah serta perbukitan.Mendekati daerah Maninjau kelokan-kelokan semakin tajam mendaki.Di situlah sebutan Kelok Ampek Ampek atau kelok empatpuluh empat berada. Kelok Ampek Ampek setiap keloknya membentuk sudut lancip antara tigalima sampai empatpuluh lima derajat.Begitu juga dengan kemiringan tanjakannya. Kelokan dimulai dari kelokan yang keempatpuluh empat,Di kelok inilah danau Maninjau mulai terlihat mata, kelok yang berada di posisi terjauh dari danau Maninjau. Kelok berikutnya adalah kelok urutan di bawahnya yaitu kelok empatpuluh tiga dst. Dan ketika kelok satu sudah sampai sampailah kita di kerendahan mendekati danau Maninjau jadi kelokan setelahnya tidak termasuk kelok lagi karena sudah biasa.Yang luar biasa adalah kelok Ampek Ampek, kelokan mendaki menukik dan membalik sangat tajam.
Tidak banyak pengunjung objek wisata ini sehingga tidak ada kesibukan pariwisata yang berpengaruh pada kemajuan perekonomian masyarakat. Hanya sedikit warung-warung yang buka dan sedikit pengunjung.

Panorama terindah danau Maninjau adalah pantulan bayangan bukit pada saat matahari bersinar pada saat kita berada di ketinggian sepanjang kelok Ampek Ampek.Indah benar-benar indah seperti lukisan yang dijual pedagang lukisan keliling.Lukisan fantasi tentang alam yang indah dan menawan.
Sebenarnya sangat rugi apabila kita mampu pergi ke sana tetapi kita tidak mau melihat panorama seperti yang saya lihat kali ini. Mahakarya semesta anugerah Sang Pencipta.Saya mencoba makanan dari ikan semacam teri danau Maninjau yang dipepes, dibuat perkedel dan rempeyek, semuanya enak. Lalu ada lagi semacam kerang kecil-kecil direbus dengan bumbu yang disebut dengan pensi. Sepertinya ini makanan favorit di Maninjau. Memakannya seperti makan kuwaci. Hampir semua pengunjung saya lihat menikmati makanan ini. Mereka kelihatan sangat mahir mengupas kerang dengan mulut saja dan dengan cepat menghabiskan sepiring pensi.
Setelah puas kami meninggalkan Maninjau kembali ke Bukittinggi.
Sore kami nongkrong lagi di taman sekeliling Jam Gadang. Rencana yang semula hanya satu malam kami tambah semalam lagi karena kami sudah tertawan di Bukittinggi.
Kami ngobrol dengan teman yang menawarkan semalam lagi untuk menginap di rumahnya dan tersusunlah acara baru untuk esok hari.

Malam ini sudah cukup larut saya harus beristirahat, besok saya dan istri teman akan berenang dan setelah itu ke Lembah Harau dan keliling kota lagi.

Rabu, 22 Juni 2011

Teluk Bayur,Malin Kundang dan Siti Nurbaya

Hari ini perjalanan saya adalah ke Teluk Bayur, Pantai Manis, Batu Malin Kundang dan Jembatan Siti Nurbaya.
Sebenarnya kami sudah berencana langsung ke Bukittinggi, tetapi ketika mampir di tempat kerja teman, langsung ditahan padahal kendaraan sudah kami bayar untuk sampai Bukittinggi. Akhirnya tertunda lagi sehari di Padang. Malam hari kami makan malam di Restoran Lamun Ombak di kota Padang. Selama perjalanan di Sumatera Utara dan Barat ini selalu rumah makan Padang, saya tidak bisa lagi menikmatinya. Tetapi kali ini saya menyukai menu malam ini, bumbunya enak dan sangat menarik penampilannya. Saya makan gulai ikan, sambal lado dan udang goreng. Sedangkan minumannya saya pesan jus sirsak. Kami ngobrol sampai malam dan sekarang saatnya beristirahat agar pagi-pagi sekali bisa cepat bangun untuk melanjutkan perjalanan lagi.

Mengapa dilupakan Juni 22

Hari ini mengapa dilupakan, sedangkan bagi saya hari ini 22 Juni merupakan hari kebangkitan semangat hidup saya.
Saya menjadi rindu pulang ke kamar saya yang sepi di Bali untuk menemui bantal-bantal yang selalu menghangatkan, dengan kelopak-kelopak mawar yang meninggalkan harumnya di sana.
Saya menjadi rindu dengan canda burung pada pagi hari dan desir dingin pada malam hari.Saya juga rindu pada malam-malam yang membangunkan saya untuk menciumi wangi mawar di dekat bantal. Dan menikmati cumbu lewat angin yang menerobos jendela.
Tetapi semua telah melupakannya.
Di sini,di Kota Padang saya berharap ada yang mengingatnya.
Tetapi..
Biarlah hanya saya yang memiliki kenangan dan kerinduan terhadap kamar saya, yang selama dua tahun menjadi saksi bisu duka derita dan bahagia saya.

Selasa, 21 Juni 2011

Perjalanan Solok, Singkarak dan Pagaruyung



Jam delapan dengan kendaraan carteran kami berangkat dengan tiga tujuan utama yaitu danau Singkarak,Istana Pagaruyung dan Situs-situs sejarah.
Perjalanan Padang Solok agak tersendat karena padatnya arus kendaraan di jalan mendaki itu. truk pengangkut batubara, truk tangki minyak sawit, truk semen Padang terus menerus tak ada henti.Belum angkutan umum mulai dari travel, kendaraan pribadi sampai bus besar dan kecil berbagai jurusan memenuhi sepanjang perjalan.
Dua jam sudah, baru kami temui objek pertama yaitu Taman Bung Hatta,Berikutnya melihat kota padang dari puncak bukit dan seterusnya ke Danau Singkarak. Sepanjang perjalanan pemandangan bukit barisan yang subur dengan lembah dan tebingnya tak henti-hentinya mata memandang keindahan alam.
Selanjutnya mengujungi istana Pagarruyung.Istana berbentuk rumah adat minangkabau yang terbuat dari kayu. Sayang bangunan ini sedang direnovasi bagian dalamnya setelah mengalami kebakaran beberapa waktu lalu.
Malam kami kembali ke Padang lewat jalan lain.

Senin, 20 Juni 2011

Dengan berat meninggalkan Toba




Ketika membuka mata, sapuan tipis kehangatan matahari di pucuk-pucuk bukit kelihatan menggoda, aku segera duduk memandang dari tempat tidur. Dari kaca jendela seekor burung putih terbang perlahan menyeberangi danau, lalu disusul sepasang lagi dan tak lama kemudian ada empat ekor yang terbang bersama membentuk formasi beriringan sisi ke sisi, indah.
Perut terasa lapar, maka setelah cuci muka kami menuju Tony's Cafe memesan nasi goreng dan teh panas. Pada saat suapan kedua Hp saya bergetar,senang.Keponakan kecil saya menilpon. Ingin menceritakan banyak hal kepadanya pagi itu tentang keelokan suasana makan pagi saya di atas panggung tepi danau, tentang boat yang berputar-putar dengan suaranya yang riang mengitari danau, tentang cahaya keemasan matahari dan banyak lagi. Tetapi semua tak sempat saya ceritakan karena saya tidak bisa bercerita. Tetapi sungguh saya sangat senang bulan ini dia masih mengingat saya.

Jam sembilan kami mengelilingi Tuk Tuk dengan menyewa motor, Melihat museum Batak, Kuburan Tua dan Batu Kursi. Kami membeli suvenir dan kaos Toba lalu mencoba masakan Toba, Tambur, yaitu nasi dengan mujair bakar sambal kemiri yang pedas dg jeruk nipis dan kuah daun singkong yang asin.

Setelah itu jam dua kami chek out. Dan mulailah berkendaraan lagi ooh membosankannya kendaraan umum di pulau ini.
Kami kembali ke Tomok menyeberang ke Parapat dengan kapal motor lalu berganti angkutan ke terminal. Dengan bus malam ALS kami berangkat ke Padang. Dan pagi tadi kami sampai di Padang menuju ke rumah kerabat dengan taksi. Setelah beramah tamah kami beristirahat.
Hari ini saya hanya mampu menyaksikan sunset dari teras rumah tempat kami menginap.Badan terlalu capek karena Perjalanan semalam menjadi perjalanan paling menyakitkan badan. Kondisi jalan antara Tapanuli, Mandailing Natal dan Sipirok sangat buruk. Tidak pantas disebut jalan bahkan untuk jalan kaki pun sulit.
Tetapi syukurlah itu sudah terlewati.
Yap...
Separo perjalanan lintas Sumatera sudah kami lalui.Dan esok acaranya ke Singkarak, Maninjau dan...

Tuk Tuk Pada Malam Hari

Ini malam yang paling mengesankan dalam perjalanan liburan ini. Tuk Tuk, desa kecil di pinggir danau Toba ini menempel di kaki pulau samosir. Desa ini dipenuhi oleh hotel, dan bungalow. Walaupun begitu suasananya sunyi dan tenang.Kami menginap di Tony's bungalow dengan tarip seratus ribu semalam.
Sebenarnya saya ingin menghabiskan malam di di kedai di pinggir danau itu berlama-lama tetapi badan terasa letih dan udara dingin terus menyergap. Terpaksa kami cepat kembali beristirahat.Walau begitu dari teras bungalow saya juga bisa menyaksikan semua keindahan dan keheningan malam ini.
Suara air beriak diselingi suara binatang malam dan katak dikejauhan.Juga suara orang bercakap-cakap seperti tumpah di sana dan semakin malam semakin jelas suara riuh orang tertawa di seberang sana. Suara perempuan.

Suara itu baru meredup dan akhirnya hilang setelah lewat dinihari. Saya baru sadar bukankah di Medan kemarin juga ada perempuan tertawa-tawa di kedai remang-remang sambil bernyanyi dan mabok? Pasti itu suara perempuan di pakter tuak.
Wah suara itu sudah lenyap, betapa sunyinya tempat ini, saya ingin mendengarnya lagi.
Sayang malam segera berganti pagi.

Menuju Samosir


Tanggal tujuh belas juni jam dua belas siang kami meninggalkan Medan menuju Samosir melewati Pangururan. Rute ini lebih jauh dibandingkan lewat prapat tetapi pemandangannya terkenal cantik. Sopir Batak sedikit kasar mengemudi. Ditambah dengan jalan yang tidak baik membuat badan cepat merasa capek.
Perjalanan ke Danao Toba memerlukan waktu enam jam dengan sekali istirahat.Dengan kendaraan kecil.Mitsubishi L 300.Jalan terus mendaki dan menikung sejak meninggalkan Sibolangit. Mendekati Kabupaten Samosir jalan sudah berada di tiga perempat puncak perbukitan yang sangat tinggi. kira-kira ada 2000 meter dari permukaan laut. Pemandangan ke bawah luar biasa indahnya.Jalan berliku menyisiri irisan bukit yang tadi kami lewati sudah berada di seberang lembah yang dalam. Danau Toba tampak sangatjauh di bawah sehingga danau yang panjang tepiannya mencapai lebih seratus Km itu kelihatan tidak terlalu luas dan Pulau Samosirnya juga terlihat kecil.
Danau Toba dikelilingi oleh Bukit yang tinggi dan rapat. Berlereng-lereng lembut menghijau sehingga sangat menawan. Tidak semua bukit tertutup hutan. Ada juga hutan pinus di beberapa bukit.
Banyak kami jumpai makam yang berbentuk tugu dan gereja menambah keindahan pemandangan dari atas lingkaran bukit yang mengelilingi danau.

Jam setengah enam sore kami tiba di Pangururan. Setelah istirahat sebentar perjalanan dilanjutkan di pusat kota Samosir yaitu kota kecamatan Tomok, kota ini sangat kecil. Kesibukan terkonsentrasi pada pelabuhan penyeberangan ke Parapat, dan Tiga Kota serta pasar.

Selanjutnya kami menuju desa Tuk Tuk, yaitu desa tepian terindah di Pulau Samosir.
Diantar dua anak perempuan sebagai ojek.
Wah senang sekali hati saya bahwa Tuhan berpihak kepada saya.Penginapan kami adalah bungalow cantik dengan View cantik pula. Danau Toba dengan latar belakang bukit yang menjulang dan tampak bangunan gereja di kejauhan. Ini malam Minggu, terdengar suara nyanyian pujian dari sana.

Seorang perempuan tua turun dari rumahnya dan "Horas!" Katanya sambil tertawa menyambut kami. Saya menjawab horas juga sambil menjabatnya dan saya bertanya apakah jawaban saya benar.Benar,Ternyata kata horas selain ucapan selamat datang juga bisa digunakan sebagai sapaan.

Jumat, 17 Juni 2011

Pelabuhan Belawan Senja Hari

Pagi saat azan subuh saya sudah tiba kembali di Medan.Sore setelah istirahat cukup lama kami pergi ke pelabuhan Belawan.Sayang pelabuhan sepi karena jadwal kapal berlabuh hanya hari Minggu dan hari Selasa kapal bertolak.
Sepanjang pelabuhan dipenuhi bangunan besar berupa gudang dan tangki-tangki raksasa.Di halaman parkir dan sepanjang pinggir jalan pelabuhan berpuluh-puluh kendaraan baru roda empat tanpa plat nomor berbaris rapi menunggu pengangkutan. Mobil merk, Toyota Avanza,Mitsubisi truk kecil, dan Strada semivan.
Setelah puas melihat-lihat kami ke pasar kecil tempat penjualan keramik. Berbagai barang keramik yang cantik dari harga ribuan rupiah hingga jutaan perbiji ada di sana. Saya membeli sebuah piring hias kaligrafi bertuliskan ayat Alquran seharga enampuluh ribu rupiah dan cawan serta tempat sendok buatan Inggris.

Mencicipi es apokat dan es jagung di pinggir jalan sambil ngobrol dan tidak terasa hari sudah malam. Cukup melelahkan dengan menumpang mikrolet kembali ke rumah dan malam ini sudah menjelang pagi. Sangat ingin beristirahat lagi.

Kamis, 16 Juni 2011

Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.




Tepat azan untuk sembahyang zuhur saat kami memasuki masjid ini.Kami pun mengikuti sembahyang berjamaah di sini.Mesjid ini indah dengan pilar-pilar tinggi dan besar. lantai terbuat dari marmar warna abu-abu dengan strip hitam. dinding mesjid bagian dalam serta ukiran dan ornamen yang ada di sana didominasi warna hijau lembut dan menyejukkan. Begitu juga lampu gantungnya sangat bagus dengan ukiran gaya timur tengah.

Dari pintu masuk saya bisa memandangi halaman masjid yang sangat luas,Dari sana terlihat jalan raya yang mengelilingi mesjid tampak sibuk dengan berbagai kendaraan.

Perjalanan lainnya adalah mengunjungi museum tsunami dan melihat makam ulama Syiah Kuala di pantai utara Banda Aceh. Pada waktu terjadi tsunami makam ini tidak terkena air,begitu juga masjid kecil Di Ulee Lhei. Menurut cerita Abang Becak dua tempat ini terangkat saat terjadi tsunami dan kembali seperti semula setelah tsunami selesai. Ada-ada saja.
Tetapi bahwa itu sebuah mukjizat saya percaya, melihat sisa-sisa kehancuran bangunan di sekitarnya. Sedang bangunan itu sendiri hanya bangunan tua renta yang jaraknya sangat dekat dengan tepi pantai.
Setenah jam saya sudah meninggalkan tempat itu. kketika saya akan kembali ke hotel saygabunga bertemu pasangan saya sedang minum teh di kedai kopi, saya beraragabung memesan segelas kopi aceh. kpi itu dibuat dengan cakopo rebus dia yang unik.kopi diambil dari panci rebus dengan gayung terbuat dari seng lalu dituang dalam saringan dari kain yang bentuknya menyerupai alat penyerok ikan di kolam. Kopi dalam saringan diangkat tinggi-tingi dan kopi yang keluar di ujungsaringan di tadahkan dalam gelas.
Enak juga kopi bening ini diseruput pagi0pagi.
Berikut
nya kami menuju museum kapal kayu yang terdampar di atap rumah. lokasinya ternyata hanya beberapa ratus meter dari hotel Nuri.
Posisi kapal persis di tengah bangunan yang sudah hilang atapnya.saat ini kapal itu sudah disangga tiang-tiang beton...Pengunjung bisa malihat dari dekat atas kapal karena sudah dibangun semaam anjungan di ketinggian sehingga orang bisa melihat seluruh kapal dari sampin atas kapal/
Museum ini dikelola olah dinas pariwisata dan budaya Banda Aceh. Menjadi saksi peristiwa tsonami yang dahsyat itu.

Kapal Motor di atap Rumah




Pagi saya mulai dengan jalan di sekitar hotel di jalan Sisingamangaraja Banda Aceh. saya menyusuri jalan arah utara. Tidak saya duga bahwa tidak jauh dari hotel Nuri adalah sebuah muara sungai yang sangat lebar. Kapal nelayan memenuhi sepanjang tepian sungai yang alurnya melengkung indah di kejauhan , berlatar belakang bukit dan pohon pinus yang tampak berbaris rapi.
Saya mengambil beberapa gambar. Nelayan di kapal yang sibuk berbenah sepintas melihat heran kepada saya karena mungkin di sini tidak lazim ada perempuan sendirian di tempat sepi itu.
Di pinggir jalan seorang perempuan sedang memanggang jajanan, saya mendekat, tergoda mencicipi makana apa yang sedang dibakar.Lemang, begitu nama makanan itu.Rasanya mirip dengan lemper tetapi tanpa isi. Saya bergabung dengan perempuan itu sambil ngobrol.
Sungai ini bernama sungai Lampulo. sama dengan nama kawasan pantai dan muaranya.Di pangkal muara Lampulo ini terdapat pelabuhan ikan. Ikan-ikan segar digelar di halaman tempat pelelangan ikan. Juga ikan-ikan besar dan kecil dalam keranjang berjajar-jajar menunggu pembeli.
Dua orang pemuda meminta saya mengambil gambar dagangannya, setelah itu berpose dan meminta saya menjepretnya. saya suka ide itu.Selanjutnya saya mendekati perahu nelayan yang membongkar muatan. Perahu itu dikerubuti laki-laki berbadan kuat. Berboks-boks ikan, udang dan cumi segar besar dan kecil masih berada dalam lambung perahu itu. Ada juga tangkapan ikan besar dan empat ekor ikan hiu masih tergeletak belum ada pembeli. Waktu saya foto ikan-ikan itu dua pemuda lagi minta difoto dan bertanya akan dimuat di surat kabarkah, saya tertawa saja.
Saat kembali tampak suami sedang minum teh di sebuah warung makan dekat muara, saya bergabung dan memesan kopi serta nasi lemak.Enak juga makan nasi bungkus lima ribuan di pinggir jalan ini. Nikmat dengan suasana baru walau tidak seorang pun menyapa kami. Sepertinya interaksi sosial di Banda Aceh sedikit berbeda. Wajah-wajah dingin dan kaku. Atau ini hanya menurut perasaan saya saja. Senyum mereka hanya akan terlihat jika kita bersikap ramah dan kepada mereka.
Sehabis makan kami melihat kapal yang terdampar di atap rumah saat tsunami 2005. Kami mengambil gambar dan melihat foto dokumentasi tsunami.Bangkai-bangkai kapal kecil juga masih terdapat di pinggir sungai Lampulo, tersembunyi di antara rumpun-rumpun tumbuhan sejenis rumput gelagah.

Rabu, 15 Juni 2011

Penyeberangan Sabang Banda Aceh

Sebenarnya saya kepingin cepat tidur tetapi tidak bisa, barangkali pengaruh kopi Aceh saat makan malam tadi penyebabnya.Jadi akan saya lanjutkan saja cerita perjalanan balik dari Sabang ke Banda Aceh.
P. Weh adalah pulau kecil tetapi infrastruktur di kota ini sangat baik karena kota Sabang yang menjadi ibukota Pulau Weh ini adalah kota madya.Bangunan dan Rumah penduduk tidak begitu banyak namun kualitas bangunan dan rumah di sini lebih bagus dibandingkan kota-kota lain di pinggiran Banda Aceh. Jalan-jalannya juga bagus. Pendapatan penduduk pulau ini berkaitan dengan aktifitas penyebererangan dan sedikit perkebunan yaitu kebun pisang dan salak serta kelapa. Sawah tidak ada.

Jam empat sore kami pengunjung pulau ini harus sudah kembali ke Banda Aceh jika tidak bermalam. Kerena penyebeangan kapal cepat hanya satu kali yaitu berangkat jam sembilan pagi dari Banda Aceh dan Kembalijam empat sore dari Sabang.
Sore ini saya sudah berada di pelabuhan sebelum jam empat.

Penyeberangan balik ini menegangkan karena angin bertiup cukup kencang. Beberapa kali kapal yang kami tumpangi dihantam ombak dan terbanting-banting kekiri kanan, ke atas dan dihempas ke bawah selama lebih dari empat puluh menit. Semula kami senang saat kapal oleng dan naik turun. Serentak kami tetawa gembira. Namun ketika hantaman-hantaman keras terdengar dan lompatan-lompatan ke atas dan ke bawah serta oleng kapal sudah sangat menakutkan semua penumpang diam menunduk dan berdoa. Keringat di telapak tangan terasa panas. Saya hanya berpikir kalau kapal ini pecah saya harus selamat dengan bantal-bantal busa yang tersedia di bawah kursi.Dan kalau saya mati anak-anak harus tahu lalu saya kirim sms ke mereka dan teman.
Percuma saya takut. Jadi saya hanya berdoa, namun juga tersenyum sendiri melihat banyaknya wajah ketakutan di kapal itu.
empat puluh menit sudah terlewati, kapal mengurangi kecepatan barulah kekhawatiran hilang dan kami semua kembali tertawa.
Ohoho....saya selamat.

Malam ini saya menginap di Hotel Nuri jl Sisingamangaradja 200 Banda Aceh. Kamar besar dua bed dengan AC dan Televisi hanya dengan seratus ribu rupiah semalam.

Menyeberangi Selat Sabang




Jam 06.45 WIB kami tiba di terminal Banda Aceh.Tanpa istirahat kami langsung menuju pelabuhan Ulee Lheu dengan taksi untuk menyeberang ke Pulau Weh.Kami singgah sebentar melihat objek wisata kapal apung yang terdampar di darat saat terjadi Tsunami 2006, yang berada tidak jauh dari terminal Banda Aceh.
Dengan tiket kelas ekonomi seharga tujuh puluh lima ribu kami menyeberang selat Sabang dengan kapal cepat Pulo Rondo.Kapal ini hanya memerlukan waktu empatpuluh lima menit sampai di pelabuhan Sabang. Sedang kapal reguler perlu dua setengah jam apabila cuaca buruk.
Jam sembilan kapal meninggalkan dermaga dan tidak sampai lima menit kapal sudah jauh meninggalkan ujung Banda Aceh.Benar-benar cepat sehingga seperti melompat-lompat di ujung ombak. Kapal beroleng namun sepertinya sistem pengamanan cukup baik sehingga tidak timbul rasa takut dengan keselamatan kami.
empat lima menit persis kapal berlabuh di Pelabuhan Bebas Sabang.Dengan mobil kijang ojekan kami menuju sebelas km ke kota Sabang. Makan siang di rumah makan Aceh yang menyajikan menu dengan cara yang mirip rumah makan Padang.Setelah itu jalan-jalan sebentar di sepanjang pertokoan yang tidak banyak dan melanjutkan perjalanan ke Pantai Iboih. Pantai ini indah dengan batuan karang kecoklatan memenuhi tepian airnya yang jernih dengan latar belakang perbukitan subur.Tetapi pantai ini tidak begitu bersih.
Tidak lama di sini kami melanjutkan lagi perjalanan menuju Titik Nol, yaitu titik paling barat wilayah Indonesia. Melalui jalan berliku dan menanjak sepanjang delapan kilometer dari pantai Iboih sampailah di puncak bukit di ujung barat Kota Sabang ini.
Titik Nol Indonesia ini ditandai dengan sebuah menara bertangga bercat kuning merah menjulang tinggi.
Terdapat prasasti yang diresmikan oleh Jenderal Try Soetrisno. pada lantai atas dan lantai dasar.prasasti pertama berada di lantai atas menandai poros atas dan prasasti kedua tertulis di dinding lantai dasar. Di poros lantai dasar terdapat bulatan tempat berpijak menandai bahwa telah berhasil mencapai tempat paling barat Indonesia. Tentu saja saya juga memijaknya dan berfoto.Tempat ini sunyi, hanya monyet yang berkeliaran di bebatuan di atas tebing. Pantai lepas terbentang di depan menara tampak abu-abu tanpa batas.

Perjalanan ini Menjadi Indah Karena ada Semangat

Tahukah Anda bahwa perjalanan pun membutuhkan inspirasi? Saya mengira bahwa perjalanan saya akan tawar saja bahkan akan mempertebal kesepian karena yang saya kunjungi adalah tempat-tempat wisata alam yang tenang dan sunyi.

Ternyata tidak seperti yang saya kira, saya mendapat semangat baru lagi ketika teman menelpon yang menegaskan bahwa saya tidak sendiri, saya masih bisa berbagi cerita lagi seperti liburan tahun lalu, walaupun cerita saya saat itu tak didengarnya dengan baik.

Bulan Juni menyimpan banyak cerita, karena itu saya menilai bulan ini menjadi bulan yang berharga sehingga saya merasa berat apabila bulan yang sering membuat saya sepi ini dilupakan.

Jadi kesimpulannya kali ini liburan ini menjadi lebih melegakan, saya akan membagi semua pengalaman suka dan duka, semua kenangan pahit dan manis kepada teman saya dengan senang hati. Saya akan mengirim hasil jepretan saya dari perjalanan ini.Sayang mengunggah gambar tidak selalu mudah dilakukan.

Senin, 13 Juni 2011

Hari Pertama liburan di Sumatera




Add caption

Depan Bandara Polonia


Pagi tadi kami meninggalkan Surabaya menuju Medan dengan pesawat Airasia jenis airbus 230. Ini adalah hari pertama liburan akhir tahun ajaran yang akan kami habiskan di Pulau Sumatera. Tujuan utama adalah Danau Toba,kemudian Banda Aceh, Sumatera Barat,Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Lampung dan mungkin juga Palembang. Seterusnya menyeberang ke Jakarta, Yogyakarta, Jawa Timur dan kembali ke Bali tentu saja.

Jam dua belas kurang pesawat mendarat di Polonia Medan. Tidak ada yang istimewa, semua biasa saja. bahkan terkesan bandara ini agak semrawut, kotor serta penuh sesak berhadapan dengan kesemrawutan kota.

Sepanjang hari ini kami ngobrol saja di rumah kawan suami. Kuliner pertama adalah soto medan.Sayang harganya cukup mahal.Malam tadi kami diundang makan malam keluarga mertua keponakan di komplek Universitas Sumatera Utara.Hidangan sea food, kakap bakar bumbu kecap. Udang besar bumbu manis sayur labu, serta cah tauge dan hidangan penutup jus buah tanpa gula,pisang keju, teh manis.
Kami ngobrol sampai jam sebelas malam.



Mengabadikan Momentum


Obrolan Selepas Makan Malam


Malam ini saya ngantuk dan capek,saya harus segera beristirahat untuk rencana acara besok,yaitu naik becak Medan keliling kota.