Rabu, 11 Desember 2013

Nostalgia SMA Mereka










Hujan hampir separo hari menyirami kota Tabanan. Walau demikian suhu udara biasa saja, tidak ada rasa dingin, hanya sedikit sejuk.

Menikmati suara hujan enak juga, bergemericik di cucuran atap dan bergemerisik di dedaunan mengingatkan satu saat satu ketika, yaitu ketika suara titik hujan di fiberglass menjadi  hentakan yang kuat dan menggairahkan, laiknya sebuah irama gendang yang dipukul mengiringi tarian yang dinamis.

Kini hujan biasa saja, ia turun lalu berhenti dan menitik kembali dalam gerimis satu-satu. Saya selalu berharap begitu tidak lebih.

Saya banyak menghabiskan waktu di teras. Rasanya ada yang melegakan di hati. Saya ingat-ingat ada apa ya hari ini. Setelah saya urut kebelakang apa yang terjadi hari ini baru saya tahu. Pasti karena obrolan tadi siang dengan mantan murid saya. Obrolan itu melebar terus sampai menjadi semacam nostalgia yang mempertemukan saya dengan cerita lama tentang murid-murid yang berhasil. Pada satu kesempatan mungkin saya akan berjumpa karena saya sudah tahu di mana mereka. Dan saya yakin, sangat yakin mereka akan sangat terkejut dan senang. Karena dua anak yang diceritakan ini adalah pengagum saya dulu dan sebaliknya saya juga terhadap mereka. Mereka berdua dulu adalah juara umum satu dan dua waktu saya ajar dan kabarnya mereka berpacaran. Mereka berpisah setelah tamat SMA karena murid yang laki-laki melanjutkan kuliah di Teknik Kimia ITB dan satunya kuliah di Jurusan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Udayana.

Dalam cerita tadi digambarkan bagaimana keadaan mereka sekarang. Postur, kepribadian, keluarga dll.
Waduh saya senang sekali. Apalagi diceritakan bahwa Si Putra (saya sebut begitu)  sebagai seorang pimpinan yang disegani di kantornya. Saya percaya karena sejak SMA dia menjadi murid yang sangat baik dan rendah hati.
Saya ceritakan bahwa saya masih menyimpan buku catatannya yang saya pinjam hampir dua puluh tahun yang lalu. Saya meminjamnya karena buku catatannya sangat rapi. Dia selalu mencatat apa yang saya bicarakan di depan kelas. Karena itu saya meminjamnya saat akan mengajar di kelas berikutnya. Jadinya saya belajar dari apa yang dicatatnya untuk memudahkan saya mengajar.
Itu yang sangat berkesan. Saya pernah merepotkannya pastinya karena pada akhirnya buku catatan itu saya yang membawanya. Oh maafkan Nak.
Saya ingin bertemu dengannya. Suatu saat saya akan menemui dia. Anak kecil hitam manis dengan sorot mata tajam yang tinggal di barak asrama polisi dua puluh tahun lalu. Saya akan memperlihatkan padanya buku itu.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar