Sabtu, 14 Desember 2013

Kejujuran Tidak Selalu Ada Dalam Perkataan




Hujan mengguyur pada sore ini, weekend menjadi hari yang tenang untuk tetap tinggal di rumah dan tidak perlu berpikir lagi akan mengabiskan waktu di mana.

Di sekolah tadi saya bertemu dengan mantan murid yang sedang menunggu waktu untuk menerima rapor anaknya. Saya tidak ingat siapa dia, saya persilakan  ia duduk di ruang tamu. Tetapi wanita itu terus tersenyum dengan ramah dan memandangi saya. Sampai akhirnya ia bertanya apakah saya ingat siapa dia. Pertanyaan itu sangat sering saya dengar dan langsung saya menjawab, ya saya ingat.

"Ibu, doakan saya, bisa menjadi pegawai negeri ya." Katanya. Saya membalas dengan pertanyaan dimana ia mengajar. Ternyata pertanyaan saya tidak tepat. Dia bukan guru, ia magang di kantor Pemda Kabupaten Tabanan. "oh ya, semoga sukses" Jawab saya. Selanjutnya ia berulang kali mengatakan, bahwa dia dan saya seperti tidak jauh berbeda. Saya masih awet, katanya. Kalimat ini juga sudah sangat sering saya dengar dari mereka. Sebaliknya  banyak juga yang bertanya kapan saya pensiun.

Jadi pada dasarnya banyak orang melihat orang lain berdasarkan korelasi antara pengamatan visual dan pemahaman mereka. Objektivitas dalam keduanya pada orang dewasa sangat sulit dipercaya.

Beberapa kali di tempat parkir motor, ketika saya berada di dekat motor saya, saya merasa  diperhatikan murid saya. Dan ketika benar-benar saya duduk di sadel, mereka bertanya "Ini sepeda Ibu?"
" ya..." Lalu saya lanjutkan "Sepeda anak saya."  Saya tahu pertanyaan murid ini adalah suatu kejujuran untuk mengatakan kepada saya bahwa saya sudah tidak pantas mengendarai Yamaha-MX.
Yah itu sekelumit tentang kejujuran.

Pembaca, sepulang kerja saya langsung belanja dan memasak.
Terasa nikmatnya makan siang hari ini saya rasakan berdua dengan si bungsu. Dan dua kali mengisi piring adalah sebuah kejujuran bahwa masakan saya kali ini lezat...he he he bangga diri.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar