Selasa, 28 Februari 2012

Tentang Pulau Serangan Dulu dan Kini


Sebenarnya kawasan pantai di sebelah selatan Denpasar ini tidak lagi berbentuk pulau karena sekitar kurang dari sepuluh tahun lalu Pulau serangan sudah menyatu dengan Pulau Bali. Penyatuan ini terjadi karena pengurugan pantai.
Ketika saya datang ke Serangan lebih dari dua puluh tahun lalu, Serangan merupakan sebuah pulau kering tidak terawat. Daya tarik pulau ini saat itu adalah Pura yang menjadi pintu gerbang memasuki pulau ini. Untuk mencapai pulau ini digunakan perahu-perahu dayung para nelayan. Itu terjadi hanya pada pagi hari karena setelah tengah hari air laut surut dan kering sama sekali pada sore hari. Pada saat itu semua pengunjung harus berjalan kaki kembali ke P Bali melintasi jarak antarpulau yang tidak terlalu jauh. Perjalanan mendekati pantai sedikit sulit karena pantai yang berlumpur dipenuhi tumbuhan dan akar mangrove.
Pada saat itu penduduk P Serangan yang saya lihat adalah nelayan keturunan Bugis. Ada beberapa tempat penangkaran penyu di rumah-rumah penduduk.

Pulau Serangan ramai dikunjungi pada saat Piodalan, yaitu upacara memperingati hari didirikannya pura Agung Serangan. Kawasan pntai yang sempit waktu itu menjadikan desa Serangan penuh sesak oleh Pemedek(?)yaitu umat Hindu yang melaksanakan upacara agama serta wisatawa manca negara dan beberapa wisatawan domestik.

Ada keindahan pulau kering itu ketika dipandang dari pantai, yaitu pohon-pohan yang meranggas tanpa daun pada saat kemarau, dan ranting-ranting pokok bunga kamboja Yang menaungi pura Serangan. Juga bebatuan yang disusun menjadi pagar-pagar yang melindungi tepian pantai di sepanjang areal pura.

Juga terdapat kebun kelapa serta semak-semak liar yang melatar belakangi pura. Ada tempat yang menjadi arena sabung ayam tidak jauh dari pura. Konsentrasi pengunjung waktu itu hanya di sekitasr tempat ini saja sehingga penuh sesak.

Sekarang semua tinggal kenangan. Serangan sekarang menjadi kawasan yang dikomersialkan begitu rupa oleh penduduknya tanpa alasan yang jelas. Memasuki desa serangan harus membayar semacam retribusi Rp 2000. Terus ketika baru saja menghentikan kendaraan di pantai sudah ada preman yang mengikuti dan memungut uang Rp.3000. Selanjutnya untuk berkeliling desa menyusuri semak dan pantai juga melewatiportal dan dipungut uang Rp 5000, tanpa karcis.

Pulau ini sudah tidak ada daya tariknya lagi saat ini. Pantainya biasa saja. pada akhir pekan begini hanya beberapa orang pengunjung. Wisatawan asing yang sedang berjemur. Penduduknya seperinya kurang welcome bahkan penjaga-penjaga portalnya menakutkan. Tampaknya semua wilayah bekas pulau ini sudah dikapling-kapling sedemikian, rapat oleh rencana jalan yang lebar-lebar. Bisa dipastikan lima belas tahun kedepan bekas pulau ini sudah dipenuhi bangunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar