Sabtu, 02 Mei 2015

Antara kemerdekaan Burung dan Manusia

Selamat pagi pembaca.
Tabanan diwarnai hujan gerimis sejak dinihari, membuat tidur terasa nyaman dalam selimut tebal. Dan saya bangun menjelang subuh menunggu fajar menyingsing. Dari  jendela bayangan gunung Batukaru berlatar cahaya keemasan dipayungi mendung menjadi pemandangan manis pada pagi ini. Saya memotretnya namun hasilnya tak seindah yang saya lihat karena atap-atap rumah sekeliling menjadikan pemandangan gunung itu kehilangan fokusnya. Tetapi di halaman depan sisa hujan masih menyegarkan semua yang ada, jalan, rumput, pepohonan. Burung-burung kecil berlompatan di ranting kering pohon palem, dan ketika seekor burung yang lebih besar datang dan hinggap di salah satu helai daun, mereka serentak terbang berhamburan. Lucu juga, padahal burung besar itu cuma hinggap untuk bergabung.

Kawan, ada juga suara burung tekukur di pohon perindang, jaraknya tidak jauh tetapi suara sedihnya seperti jauh sekali, dan ternyata ia sedang bersautan dengan tekukur lainnya yang suaranya sayup entah di mana. Masing-masing burung itu lebih bisa merasa nyaman bila berada di spesiesnya tampaknya.
Mereka sangat menghargai hidup dengan bergerak terus tanpa henti. Mereka berceracap, bersuit dan bernyanyi tak mengenal lelah. Tak ada rasa bosan atau malas. Makhluk yang paling merdeka di alam semesta tanpa rasa sedih. Kecuali manusia jahat yang merampas kemerdekaannya.

Ah sudahlah, kemerdekaan burung biar mereka yang menikmati. Berpikir tentang manusia. Kebebasan manusia sebenarnya merupakan kebebasan semu tetapi beradap. Karena  hidup setiap orang terikat oleh banyak tatanan untuk mewujudkan kehidupan manusia bermartabat. Tetapi tidak demikian dengan perasaan, karena perasaan adalah perihal azasi manusia yang mendasar dan tidak bisa diikat oleh aturan manapun. Manusia bisa terkurung tetapi perasaannya akan mencari kemerdekaannya sendiri  tanpa merusak belenggu apapun.


Selamat pagi 3 Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar