Rabu, 15 Juni 2011

Menyeberangi Selat Sabang




Jam 06.45 WIB kami tiba di terminal Banda Aceh.Tanpa istirahat kami langsung menuju pelabuhan Ulee Lheu dengan taksi untuk menyeberang ke Pulau Weh.Kami singgah sebentar melihat objek wisata kapal apung yang terdampar di darat saat terjadi Tsunami 2006, yang berada tidak jauh dari terminal Banda Aceh.
Dengan tiket kelas ekonomi seharga tujuh puluh lima ribu kami menyeberang selat Sabang dengan kapal cepat Pulo Rondo.Kapal ini hanya memerlukan waktu empatpuluh lima menit sampai di pelabuhan Sabang. Sedang kapal reguler perlu dua setengah jam apabila cuaca buruk.
Jam sembilan kapal meninggalkan dermaga dan tidak sampai lima menit kapal sudah jauh meninggalkan ujung Banda Aceh.Benar-benar cepat sehingga seperti melompat-lompat di ujung ombak. Kapal beroleng namun sepertinya sistem pengamanan cukup baik sehingga tidak timbul rasa takut dengan keselamatan kami.
empat lima menit persis kapal berlabuh di Pelabuhan Bebas Sabang.Dengan mobil kijang ojekan kami menuju sebelas km ke kota Sabang. Makan siang di rumah makan Aceh yang menyajikan menu dengan cara yang mirip rumah makan Padang.Setelah itu jalan-jalan sebentar di sepanjang pertokoan yang tidak banyak dan melanjutkan perjalanan ke Pantai Iboih. Pantai ini indah dengan batuan karang kecoklatan memenuhi tepian airnya yang jernih dengan latar belakang perbukitan subur.Tetapi pantai ini tidak begitu bersih.
Tidak lama di sini kami melanjutkan lagi perjalanan menuju Titik Nol, yaitu titik paling barat wilayah Indonesia. Melalui jalan berliku dan menanjak sepanjang delapan kilometer dari pantai Iboih sampailah di puncak bukit di ujung barat Kota Sabang ini.
Titik Nol Indonesia ini ditandai dengan sebuah menara bertangga bercat kuning merah menjulang tinggi.
Terdapat prasasti yang diresmikan oleh Jenderal Try Soetrisno. pada lantai atas dan lantai dasar.prasasti pertama berada di lantai atas menandai poros atas dan prasasti kedua tertulis di dinding lantai dasar. Di poros lantai dasar terdapat bulatan tempat berpijak menandai bahwa telah berhasil mencapai tempat paling barat Indonesia. Tentu saja saya juga memijaknya dan berfoto.Tempat ini sunyi, hanya monyet yang berkeliaran di bebatuan di atas tebing. Pantai lepas terbentang di depan menara tampak abu-abu tanpa batas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar