Selasa, 06 Desember 2011

NIRWANA


NIRWANA
“ Tike suka dengan pemandangan di sini?” Laki-laki asing itu tersenyum memandang Atikah.
“ Ya Mister, kehidupan saya ada di sini, Mister suka juga?” Perempuan paruh baya itu menatap lawan bicaranya sambil memegang tas berisi tongkat-tongkat berbentuk sendok sayur yang tergantung di belakang kendaraan. Mobil mungil yang setia membawa Atikah menyusuri jalan-jalan di padang Golf Bali Nirwana Resor setiap hari.
.“ Ya..ya..ya saya suka, saya suka dengan tempat ini.” Laki-laki itu terbata-bata menjawab
Angin pantai mendesir menerbangkan kelambu di ranjang-ranjang kanopi yang berada di puncak. Lalu laki-laki itu memegang bahu Atikah sambil tersenyum. “Naiklah dan kita kembali ke hotel."
Dengan sigap Atikah mengangkat badannya menaiki belakang mobil, berdiri bersama seorang temannya. Tanpa berisik mobil bertenaga baterai itu meluncur tenang menanjaki bukit padang golf menuju ke arah puncak. Di sana sebuah bangunan induk beratap joglo berdiri dikelilingi bangunan-bangunan yang lebih kecil seperti sedang menunggu mereka. Kendaraan itu berhenti sebelum puncak . Setelah Laki-laki asing itu turun Atikah kembali bertugas. Laki-laki itu melambaikan tangan pada Atikah setelah berkata , “ Setelah mandi temani saya, saya tunggu di sana!” Ia menunjuk sebuah kanopi yang menghadap ke laut lepas.
Atikah mengangguk ragu, tetapi ia cepat berpikir .. tentu akan ada pekerjaan yang bisa menghasilkan uang…” Ya Mister”. Akhirnya ia menjawab.
Sudah setengah jam Atikah menunggu sambil bersandar di sudut kanopi. Ia tahu ia tak boleh duduk di sana apalagi menikmati lembutnya bantal dan tilam yang ada di sana. Sementara matahari sudah jauh menggelincir mendekat permukaan laut.

Atikah menoleh ketika terdengar suara langkah mendekat. Dan benarlah Mr Wood yang datang. Ia mengenakan kemeja batik lengan pendek kecoklatan dan celana biasa berwarna krem. Tampak berpakaian seperti itu sangat sopan untuk tamu asing. Atikah mendekat. “ Duduklah di sini di dekatku !’ Mr Wood meletakkan tangannya di alas kanopi memberi isyarat pada Atikah. Lalu Mr Wood sendiri bersila menghadap Atikah sambil sesekali melihat ke pantai. Mula-mula mereka canggung, namun setelah Atikah menyadari bahwa dia diperlukan menemani pria tua itu ia berusaha bersikap ramah.
Pria ini untuk ketiga kalinya datang ke tempat ini dalam satu tahun. Untuk yang kesekian Atikah yang mendampinginya bermain golf. Memungutkan bola yang keluar area , membawakan tongkat golf dan mengambilkan minum dan keperluan lainnya.
“ Kamu tahu mengapa saya datang lagi kemari Tike..Eh siapa nama kamu?
“Atikah Mister. Orang biasa memanggil saya Tikah.” Jawab Atikah
“ Kamu tahu kenapa? Saya datang kembali ke sini?” Mr Wood mengulangi pertanyaannya.
Atika tahu, sebenarnya ia tahu apa jawaban pertanyaan itu. Namun ia tidak akan gegabah mengatakan bahwa karena dia lah lelaki itu datang lagi. Lelaki itu pernah mengatakan padanya bahwa suatu hari ia akan datang dan menemuinya.
“ Mister berlibur dan berolah raga disini dan menikmati lagi keindahan sunset di sini. Begitukan ?”
Suara Atikah terdengar semangat. Dan tawa ringan menyertainya.
“ Saya senang melihat kamu tertawa seperti itu. Kamu sehat dan membuat saya ingin terus kamu temani. Kamu tentu tidak keberatan , Saya tahu kamu juga ingin teman.” Mr Wood menyelonjorkan kaki “ Itulah yang membuat saya memilih berlibur di sini lagi.” dan ia menyandarkan badannya ke tumpukan bantal dengan kedua tangan bersilang di belakang kepala.
Atikah membantunya menata bantal lalu bergeser ke samping, mengadap ke pantai. Ombak terus berkejaran menghempaskan diri ke dinding karang yang terjal.
“ Lihat Tike, matahari itu sinarnya mulai redup dan panasnya juga berkurang. Itu artinya ia sudah terlalu capai bersinar”
“ Seperti manusia juga ya Mister, seperti kita yang sudah capai karena tua, begitu kan Mister? Suara itu manja didengar Mr Wood. Dan laki-laki itu tersenyum senang, bukan untuk kalimat yang Atikah ucapkan melainkan untuk suara manja perempuan itu, suara hatinya yang senang seperti halnya hati Mr Wood sendiri.
“ Kamu pandai Tike.Dan setiap ke sini saya selalu memperhatikan bagaimana matahari itu perlahan-lahan berubah cahayanya sampai akhirnya ia masuk ke dalam air.Tenggelam kemudian cahayanya padam.” Lelaki tua itu berkata-kata.
“ Artinya apa Mister? Apakah kematian maksudnya? Kali ini Atikah bersungguh-sungguh.
“ Bisa juga begitu. Tetapi coba kamu lihat di bawah sana ombak tidak pernah berhenti berlari seperti anak muda dan anak-anak yang selalu bersemangat tidak mengenal lelah. “
“ Atau kamu lihat itu di sana, dua perahu nelayan, mereka pemberani yah kapan mereka kembali? Mr Wood menunjuk pada dua benda kehitaman jauh di tengah laut yang mulai samar-samar.
“ Mereka akan kembali besok pagi Mister, kecuali….” Suara Atikah sedikit serak dan melambat.
“ Mereka mengalami kecelakaan maksud Tike?” Tanya Mr Wood
“ Ya.” “ Seperti suami saya.” Atikah menelan kesedihannya. Mendengar itu Mr Wood kaget dan ia duduk tegak menatap perempuan baya itu. Dalam keremangan senja tampak anak-anak rambut perempuan itu mulai memutih.
“ Tike! Atika! Maafkan saya telah membuat kamu sedih! Suara Mr Wood dengan tekanan berbisik, melihat raut wajah perempuan itu layu.
Atika hanya mengangguk.
Tanpa disadari Mr Wood mengelus pipi Atika dengan tangannya yang mulai keriput. Atika mengalihkan tangan itu namun ia merasakan getaran hangat tangan laki-laki itu merayapi hatinya. Ia membutuhkan tangan itu dan enggan menjauh darinya. Perlahan ia menyentuhkan jari-jarinya ke tangan hangat itu namun tangan Mr Wood lebih cepat menangkap tangannya dan menciumnya. Perempuan itu gemetar membiarkan tangannya menempel di bibir Mr Wood.
“ Atika.Atika kamu sangat menderita. Tapi kamu tidak perlu takut, Saya akan menemani kamu kalau kamu mau. Pikirkan itu.”

Matahari sudah sangat dekat dengan permukaan laut, membiaskan cahaya jingga. Beberapa penghuni hotel sudah berkumpul di ujung lapangan di bibir pantai. Dari kanopi Atikah, tampak kumpulan orang yang akan menyaksikan sunset, terlihat seperti siluet-siluet tegak lurus yang menghadap bola bundar kemerahan di ujung langit.
Para koki sudah sibuk menyiapkan dinner di area terbuka di bawah pohon-pohon kelapa, yang dihiasi lampion lampion warna kuning.
Sekelompok petugas yang akan menyalakan obor dan lilin yang dipasang di sepanjang jalan menuju pintu gerbang hotel, sudah siap. Mereka memukul gamelan lirih diselingi suara seruling, mengiringi tiga penari dan dua petugas pemantik api yang berjalan perlahan. Mereka melangkah seirama dengan pukulan gamelan.
Mr Wood melepaskan dekapannya dan membiarkan Atika berlalu ketika matahari telah tenggelam ke dasar Samudera.
“ Tike, lihat matahari sudah tenggelam dan dia akan tidur di alam keabadiannya. Besok kembali temui saya ya jam enam saya mau melihat matahari terbit!”
“ Ya Mister” Jawabnya pendek malu-malu sambil menghentikan langkah sebentar.
“Wood, ucapkan Wood saja” Kata Mr Wood. Perempuan itu tertawa tipis.

Keesokan harinya. Pagi-pagi Atika sudah berseragam. Training kuning bergaris hijau tosca dan kaos putih lengan panjang, topi warna krem, bersepatu boot putih.
“ Wood..Wood saya akan membangunkanmu matahariku.” Ia berbisik sendiri bergegas berangkat.
Ia sudah memutuskan dan pasti Wood akan senang mendengar keputusannya.
Di puncak bukit tampak orang berkumpul seperti ada upacara, sebuah mobil warna putih terparkir di ujung jalan setapak menuju hotel.
Atika bertanya pada petugas keamanan apa yang terjadi. Petugas itu menjawab bahwa ada tamu yang meninggal.
“ Oooo..”….Bisiknya.
Atika mempercepat langkah karena melihat di ujung pantai sebelah timur matahari sudah hampir pecah. Di depan lobi dia berpapasan dengan beberapa orang yang mengusung tandu. Di sana terbaring sosok yang tertutup kain putih.
" Ya Tuhan! Itu Mr. wood! Itu Mr. Wood!" Katanya membaca tulisan yang ditempel di tandu.
Atika berlutut memohon untuk diijinkan melihat wajah Wood. Ia tahu orang tidak akan menggubrisnya sehingga ia berkata keras-keras “ Dia Mister Wood. Pagi ini ia akan melamar saya. Saya akan membangunkan dia. Dia matahari saya.Please! Semua tertegun.

Tandu itu diberhentikan sebentar di pintu ambulan lalu Atika dipersilakan melihat wajah serta memberikan penghormatan terakhirnya kepada Mr. Wood.
“ Wood kamu cinta saya, lamaranmu saya terima. Dan sekarang kamu bisa melihat matahari terbit dengan mata saya. Kembalilah ke tempat keabadianmu.” Perempuan itu meratap di sisi tandu.
Perlahan pintu ambulan ditutup. Tubuh Atikah terkulai roboh di rerumbutan basah ketika ambulan meninggalkan tempat itu. Berjalan cepat melintasi padang hijau yang diselimuti embun. lalu hilang di balik bukit menyisakan suara sirine yang menggema di padang sunyi. Meninggalkan Nirwana yang penuh duka, duka Atikah.
Dari arah pantai terdengar amar-samar gemuruh ombak tak ada hentinya sepanjang waktu, sepanjang keabadiannya.




a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar