Minggu, 27 November 2011

Tak Sepadan


Perlahan-lahan ter-eja dalam ingatan, sepotong puisi :

Aku kira
beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia

Sedang aku mengembara
serupa Ahasveros dikutuk disumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
tak satu jua pintu terbuka

Jadi, baik kita padami unggun api ini
karena kau tak kan apa-apa
Sedang aku terpanggang tinggal rangka


Tak sepadan, puisi ini berulang-ulang menggema di dalam memori saya. Menguatkan jiwa serta mempertegas batas antara khayalan dan kenyataan yang saya lihat. Hanya pikiran gila yang berlebihan saja yang menyadap puisi ini sebagai tameng untuk menutup kegalauan.
Namun nyatanya ....kini terjadi bahwa kata-kata penyair ini telah menguatkan dan menyingkirkan rasa kecewa berkepanjangan.

Bahwa ada orang lain, bahkan mungkin jutaan orang lain punya pengalaman yang sama dan mengambil sikap yang sama, adalah wajar. ya, pengalaman memang bersifat universal.
Sedangkan pengambilan keputusan adalah kemandirian. Tidak ada campur tangan orang lain yang bisa menghasilkan keputusan tepat bagi seseorang.
Ouuu saya ngelantur.
Intinya prinsip yang termuat dalam puisi di atas ada baiknya ketika seseorang berada dalam posisi seperti penyairnya, Chairil Anwar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar