Senin, 18 Januari 2016

Antara Dua Hal

Selamat petang dari Tabanan.
Beberapa menit tadi hujan tiba-tiba turun namun segera berhenti setelah menyirami halaman dan jalanan. Hujan kini meninggalkan titik-titik yang tidak menentu di dedaunan yang diam tak bergerak seolah sedang menggambar kesedihan.

Pasti bukan hanya saya, manusia di bumi yang milyaran jumlahnya ini memiliki pengalaman batin yang  sama tentang rasa baik rasa sedih maupun gembira.
Bahwa kesedihan itu datang perlahan dan pergi dengan perlahan pula. Sedangkan kegembiraan itu  datang serentak dan perginya juga serentak. Tidak ada jaminan bahwa kegembiraan lebih langgeng dari penderitaan dan sebaliknya. Tidak ada yang bisa memilih mana yang akan kita langgengkan. Seperti ombak dan badai yang akan pasang dan surut tergantung pada banyak faktor. Pergantian musim dan peredaran bulan adalah bagian dari  penentunya. Akan tetapi jika anomali alam terjadi maka siapa yang bisa memprediksi kapan ombak menguntungkan dan kapan ombak menakutkan atau kapan badai datang dan kapan badai reda.

Yang bisa kita prediksi adalah semuanya akan datang dan pergi. Ada saatnya kita bergembira dan ada saatnya kita bersedih. Ada saatnya kita tertawa dan ada saatnya kita menangis. Yang pasti keduanya ada karena adanya permulaan dan tentu ada akhirnya.
Tidak ada gunanya membelenggu hati dalam kesedihan dan memuaskan hati dalam kegembiraan. Menikmati variasi keduanya lebih nikmat dibanding terkurung dalam salah satunya.

Kawan, omongan saya ini ngelantur. Kawan pasti bisa menduga saya sedang gundah gulana, Galau kata Anda.
Yap begitulah. Tetapi saya bisa menerima kegundahan ini dan berharap ini ada hikmahnya.
Jiwa saya sedang sakit dan hanya dengan menulis ini rasa sakit itu terkurangi. Saya tidak mau sakit hati karena ini identik dengan dendam. Saya merasa sakit jiwa saja masih dalam derajat yang rendah.

Ah suara azan maghrib sudah memanggil saya harus meninggalkan ini dan mengambil air wudlu.
Selamat petang.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar