Sabtu, 16 Januari 2016

Memandang Sukses

Selamat sore dari Tabanan.
Hari ini hari Minggu, hari yang sepi karena hanya saya, televisi, radio dan komputer yang menemani.
Tetapi saya masih punya energi untuk melanjutkan aktivitas saya di rumah. Pagi tadi saya awali dengan ngobrol di warung tak jauh dari rumah. Saya ingin sosialitas, spontan keinginan ini muncul ketika melihat dua ibu sebaya saya dan seorang bapak sedang ngobrol sehabis sarapan di warung itu. Saya pun memesan bubur sayur padahal saya sudah membeli sebungkus nasi kuning selanjutnya saya pesan segelas kopi. Obrolan kami mula-mula seputar keluhan, karena ibu yang kedua datang belakangan dengan berjalan tertatih. Tadi saat saya datang, pemilik warung itu bercerita dia baru periksa ke dokter karena tensinya 180. Saya hanya membesarkan hatinya bahwa dia sehat hanya perlu rileks sedikit dari memikirkan masalah. Hi Hi apa jawabnya, benar ia selalu punya masalah katanya tetapi saya tidak perlu bertanya apa masalahnya karea saya sudah tahu salah satu masalahnya pastilah karena ia dimadu dan tinggal serumah.

Dalam hati saya kagum, wanita mana yang tampak kesehariannya hidup rukun bahu membahu mengurus warungnya dengan madunya yang lebih muda dan punya satu anak. Memang keduanya sudah saling mengenal karena madunya adalah pembantu rumah tangganya yang diam-diam hamil dengan suaminya. Kedua wanita ini berstatus ibu Jero sekarang karena suami mereka keluarga bangsawan, Gusti.

satu jam obroal bubar. saya masih tinggal dan topik perbincangan berkembang ke masalah anak-anak, pekerjaan dan pendidikan. Ini mengasyikkan bahkan suaminya ikut juga. Ibu itu mengatakan bahwa saya sukses mendidik anak menjadi orang-orang berhasil. Saya balik katakan mereka juga sukses karena kedua putranya sudah bekerja. Omong-omong soal pendapatan anak, ia katakan anaknya pernah bilang belum bisa memberi uang kepada orang tuanya karena untuk keluarga kecilnya saja terkadang pas. Saya katakan, anak tidak boleh merasa berhutang harta pada orang tuanya karena orang tua juga tidak boleh berpikir akan mendapatkan uang dari anaknya sekalipun anaknya sudah sangat berkecukupan. Saya jadi ingat pada besan saya yang lebih tahu tentang anak saya tentang keberhasilan dan pendapatan menantunya. Besan saya ini orang yang terlalu lugu dan berpikir terlalu positif untuk menantunya dan selalu memuji anak saya sebagai calon Dirjen hanya karena ia selalu mewakili Pak Dirjen untuk urausannya.

kembali ke warung, andaikan saya menceritakan bagaimana anak-anak saya bekerja dan sering tugas ke luar negeri barangkali ia melihat kesuksesan itu lebih besar. Padahal bagi kami itu bukan hal luar biasa. Saya juga senang melihat keluarga ibu ini, sangat kompak dan saling menghormati antar anggota keluarga. Tidak pernah nampak ada permusuhan. Itu bagi saya juga sebuah indikator dari kesuksesan.

Itulah semangat saya hari ini sampai datangnya semangat baru esok, ketika saya dirindukan beberapa murid saya setelah tiga hari saya di rumah. Selanjutnya saya akan menyelesaikan kreasi saya lagi.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar