Senin, 10 Oktober 2011

Kusuma Dewi

Saya baru mengenal dia sebulan lalu, saat itu ia datang menemui saya di kantin sekolah memperkenalkan diri sebagai mahasiswi yang akan praktik lapangan di kelas saya.
Sejak itu ia sering konsultasi tentang mengajar.Dan kami menjadi akrab sekalipun beda usia.
Sore tadi sambil menunggu jam ngajar kami ngobrol lagi sambil mengoreksi kerjaan murid. Kusuma Dewi masih lajang, kedua orang tuanya sudah meninggal. Dua besaudara, ia dan kakak lakinya. Mereka tinggal bersama walaupun kakaknya sudah berkeluarga dan beranak satu.
Kusuma baru diputuskan cintanya oleh sang pacar. Ia sempat akan bunuh diri. Lalu kami bercerita pengalaman masing-masing. Saya tergelitik mengingat masa remaja dan cinta pertama(cinta monyet?). Kala itu dia kakak kelas dua tingkat di SLTA. Kami jadi duta di porseni jatim. Kami sering bersama hingga porseni selesai. Dalam kereta menuju Surabaya kontingen kami bergabung dengan kontingen Madiun.Di perjalanan itu seorang anak kontingen Madiun menulis di memori saya " Di Kereta hatimu hatiku menunggu." Hingga selama seminggu porseni berlangsung saya hanya berharap bertemu anak itu.
Sepulang porseni kakak kelas memberi saya sepotong sajak. Tetapi saya enggan karena sajak itu mirip dengan sajak Chairil Anwar.Saya tida suka dengan jiplakan jadi Saya tidak meresponnya. Sebulan kemudian dia tamat. Barulah saya merindukannya, saya menunggu dan menunggu dia datang ke sekolah untuk mengurus segalanya. Namun saat dia datang kami cuma memandang dari kejauhan. Dia tampak bimbang. Saya menyadari saya ini culun dan sangat pemalu. Saya cuma ramah dalam tulisan-tulisan saja.
Sejak itu kami tidak pernah ketemu . Saya kuliah di IKIP Malang dan kabarnya dia di IKIP Jakarta. Suatu ketika teman saya studi tur ke Rawamangun dan pulangnya membawa sepucuk surat untuk saya dari dia. Sayang waktu itu saya berpacaran dengan anak Universitas Brawijaya,jadi saya tidak merespon apalagi itu surat biasa yang mengabarkan bahwa dia sekarang di Jakarta.

Selanjutnya saya seperti sekarang. Sejak saya menikah saya sering mengenang dia. Apalagi saat=saat saya menderita saya terus berpikir dia di mana, saya ingin bercerita. Saya ingin bertemu dan menumpahkan kisah dan rasa penyesalan kenapa saya mengabaikan perhatiannya.
Dan itulah mungkin cinta pertama saya. Begitu yang saya ceritakan kepada Kusuma Dewi.
Bel berbunyi lalu kami serentak menuju kelas menutup lagi cerita lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar