Minggu, 04 Januari 2015

Setelah Tawar

Sejumlah prasangka bergelutan di dalam benak seperti  hendak melontarkan suara pemberontakan. Tetapi suara itu habis sebelum pecah.
Semestinya saya sudah bisa belajar pada pengalaman, bisa membaca banyaknya isyarat yang telah ada.

Namun siapa yang bisa menebak arti kata-kata seseorang selain pembuatnya. Kesalahan memahami saya buat sebagai hal biasa, tak ada yang buruk jika terjadi kekeliruan menerjemahkan bahasa orang, karena dibalik kata masih ada bahasa hati yang perlu diterjemahkan.

Sekarang saya geli sendiri, merasa bisa memahami bahasa orang dengan sepenuh hati, segenap jiwa, seluruh emosi. Ternyata yang saya yakini hanyalah kata-kata kosong belaka.
Ya sudahlah....seperti kata politisi bahwa di dalam politik selalu ada dinamika. Di dalam hidup apalagi. Perubahan sangat bisa terjadi bahkan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Karena itu kepercayaan tidak perlu diandalkan dan bagusnya kata-kata tidak memerlukan kepercayaan lagi. Begitu kah pelajaran hari-hari ini??
Alamanda depan Rumah
Setawar apa pun rasa masih baik dicicipi daripada tidak karena setelah tawar itulah kita akan merasakan manisnya gula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar