Jumat, 08 April 2016

Edisi Lombok-Sumbawa

Perjalanan dimulai jam 06.00 dari Tabanan menuju pelabuhan Padang Bai Kabupaten Karangasem. Jam 08.00 sudah sampai di pelabuhan. Sayang kami terlambat beberapa menit saja. Kapal baru saja ditutup sehingga harus menunggu kapal yang akan datang dari
Lombok. Dua jam berikutnya kami sudah meninggalkan Bali.
Empat jam kemudian pulau Lombok sudah di depan mata. Dan sesuai rencana kami langsung menuju Sekotong, kota kecamatan di Lombok Barat. Wilayah Kecamatan ini berupa perbukitan di sepanjang pesisir barat pulau Lombok. Desa-desa yang ada mengikuti alur pesisir di kaki perbukitan. Panorama pantai Pelabuhan Lembar terus terlihat karena wilayah Sekotong berbentuk lengkungan yang melindungi pelabuhan Lembar lalu menikung ke balik bukit. Kurang lebih 27 km sampailah ke pusat kota Sekotong Barat, setelah melewati Wilayah Sekotong Tengah dsn Sekotong Timur. Sekotong Barat memiliki pelabuhan kecil untuk tujuan wisata ke Pulau sekitar Pelabuhan Lembar. Ada tiga pulau yang menjadi objek wisata Sekotong Barat, yaitu Pulau Nanggu sebagai pulau utama,Pulau   Sudak dan Pulau Kedis.


Pukul 03.00 WITA kami melihat-lihat dan mencari penginapan. Ada beberapa bungalow dan hotel dengan view pantai. Setelah solat ashar di sebuah masjid yang ada di depan pelabuhan, kami meneruskan jalan-jalan sehingga ujung pulau berakhir pada jalan naik  kebukit. Lalu kami balik dan mencari tempat makan. Ada beberapa warung ikan bakar, kami memilih warung yang tepat. Di belakang warung itu tetnyata ada area cukup luas menghadap ke pantai dengan panorama pulau-pulau tujuan. Kami pesan ikan baronang ukuran sedang dan teh panas.
Sambil ngobrol pedagang memberi informasi hotel murah dan perahu yang bisa mengantar kami ke pulau. Ya kami tidak ingin repot, kami menawar sekedarnya dan jadilah. Bungalow besar terbuat dari kayu dsn bambu beratap rumbia sendiri menghadap krlaut. Mula-mula ragu tetapi apa boleh buat. Syukurlah malam itu saya bisa tidur pulas.

Pulau Gili Nanggu
Pagi kami  langsung check out untuk berangkat ke pulau. Tidak berapa lama perahu motor sudah siap. Tidak sampai setengah jam kami sudah berada di Pulau Gili Nanggu. Pulau dengan pasir putih dan jernih airnya. Pulau ini rindang ditanami pohon cemara di bagian depan. Sayang sekali beberapa bangunan yang mengisi pulau ini menutup pemandangan. Padahal pulau ini harusnya tembus pandang ke segala penjuru karena kontur tanahnya datar.

Bagian belakang pulau ditutupi hutan kayu tipis yang melindungi jalan yang mengelilingi pulau. Di tengah pulau ada delapan bungalow berderet menghadap ke pantai di belakang hutan kecil.

Setelah berkeliling, kami putuskan snorkeling. Perairan ini sangat tenang dan jernih airnya dan tidak terlalu dalam. Ikannya besar-besar warna bening juga. Ada yang brntuknya bulat seperti ikan bawal agak kelabu warnanya. Sedang ikan lainnya bentuk ramping panjang dengan sirip-sirip lancip cantik dan lucu berenang beriringan. Mereka melintas tiba-tiba di hadapan menanti remah roti.

Puas snorkling kami berenang. Nyamannya, airnya sejuk di tengah hari dan tenang tak berombak.

Pulau Gili Sudak

Pulau kedua adalah pulau Gili Sudak. Pulau ini lebih kecil tetapi lebih bersih dan sudah berdolek. Keasliannya sudah tertutup oleh komersialisasi pulau. Bungalow berbentuk rumah panggung berderet men
ghadap ke pantai. Rumah-rumah panggung ini terbuat dari kayu dan lantai papan yang bagus dan tertata rapi serta bersih. memiliki jendela kaca dengan korden-korden bagus layaknya kamar hotel berbintang.
Sayang sekali kebebasan pengunjung terbatasi karena pulau kecil ini sudah dikapling-kapling untuk keperluan pemilik penginapan dan restoran. Begitu juga bentangan pantai berpasir sudah dipenuhi meja dan kursi malas pemilik penginapan dan retoran. Beberapa wisatawan asing langsung mengambil tempat di sana sementara menikmati indahnya pantai. Saya hanya main-main sebentar di air, karena tidak terlihat ada yang mandi di sini.

Beberapa kapal sudah meninggalkan pulau Gili sudak untuk melanjutkan ke pulau Kedis. Pulau paling kecil tak berpenghuni.dan sedikit pepohonan. Hanya ada satu gazebo di pulau ini. gazebo ini tempat berteduh pengemudi kapal menunggu wisatawan mandi dan melihat-lihat pulau. Ada seorang lelaki sangat tua sedang menunggui perahu jukung kecilnya di pantai di bawah terik matahari.. Lelaki itu menjual cangkang-cangkang siput laut. Iba melihatnya maka saya membeli dua siput seharga dua puluh ribu, saya tidak menawar dan senang melihat lelaki tua itu gembira.

Pantai pulau ini ditumbuhi ganggang sehingga tidak bisa di selami kecuali kita melintasinya menuju ke tengah. Tukang perahu menawarkan apakah kami ingin melihat bintang laut, kami setuju dan kami dibawa ke sisi lain pulau ini. tidak jauh dari pantai di air dangkal terlihat bintang-bintang laut di dasar air. Beraneka ukuran dan kombinasi warna coklat kuning  bintang-bintang laut itu menebar di dasar air. tukang perahu mempersilakan kami mengambil binatang itu untuk dilihat dan difoto saja. Tidak diperbolehkan mengambilnya karena binatang itu tidak bisa hidup di tempat lain hanya di perairan pulau kedis saja. Bintang laut ini tidak seperti bintang laut di tempat lain yang umumnya menempel di karang dan berwarna biru atau merah. begitu juga bentuknya. bintang laut di pulau ini bercangkang keras seperti siput. punggungnya bertanduk-tanduk kecil warna hitam sedang cangkangnya berwarna kombinasi antara krem, coklat, orange dan kekuningan. bagus seperi warna siput-siput laut.
Tidak sampai satu jam kami sudah meninggalkan pulau ini dan kembali ke pulau lombok. Sore hari kami sudah berada di kota Mataram, mencari hotel yang dulu pernah kami singgahi. Hotel bersih, nyaman dan murah. hotel Victor. Malamnya singgah ke rumah teman-teman yang berada di Mataram.

Esoknya jam delapan pagi kami meninggalkan hotel menuju ke ujung timur pulau lombok yaitu pelabuhan Kayangan. Pelabuhan tujuan ke pulau Sumbawa.
Kami datang tepat waktu, Dua jam dari mataram kapal sudah berangkat untuk satu setengah jam perjalanan laut ke pelabuhan Poto Tano di ujung barat p Sumbawa. Tujuan kami ke rumah saudara di kabupaten Taliwang. Jam dua sore kami tiba di Taliwang. bersyukurlah saudara ada di rumah karena kami tidak memberitahu terlebih dahulu untuk kejutan. Pertama yang saya lihat adalah rumah panggung di seberang jalan. Begitu melihatnya saya tahu kami sudah sampai alamat. Saya selalu memandangi rumah panggung kayu yang sudah tua itu setiap kali ke sisi. Ini untuk ketiga kalinya.

Saudara menawarkan kami objek wisata baru yaitu bukit Mantar. Di bukit itu kami bisa menikmati panorama gunung dan pantai dari ketinggian. Di sana juga ada kegiatan olah raga terbang layang, kita bisa melihatnya.
Okelah, kami memutuskan dua hari lagi ke sana supaya tepat hari Sabtu ada sopir yang mengantar.
Sedang besok kami akan ke Bertong menjaring ikan dan udang lalu membakarnya di sana.

Sehabis solat jumat kami berangkat dengan motor. Ternyata sesampai di sana masakan sudah tersedia termasuk ikan dan udang sudah dibakar. Kami tidak manggang ikan karena ikan dan udangnya masih kecil-kecil.Jadi iikan dan udang itu dibakar untuk kemudian dibuat masakan sepat. Yaitu semua bahan sayur, bumbu dan ikan dibakar lalu diaduk menjadi satu diwadah kemudian dituangi air matang menjadi berkuah dan langsung disantap dengan nasi. Selain sepat ikan masak singang juga dihidangkan. Singang dan sepat ini merupakan masakan khas Sumbawa.

Paralayang di Bukit Mantar
Hari sabtu tiba, sesuai rencana kami bertujuh dengan sopir berangkat ke Mantar. Arah balik ke pelabuhan Poto Tano. Setengah jam kemudian kami sampai di sebuah desa. kami ganti kendaraan gunung. Ranger, untuk menempuh perjalanan berat ke puncak bukit. Jalan tanah berbatu sangat buruk tetapi tidak licin sekalipun saat hujan turun. Kami melewati satu desa di atas bukit itu, desa dengan rumah-rumah panggung yang rapat pengisi dataran tinggi perbukitan. Ada juga kebun-kebun palawija dan jagung disana. Tidak terpikirkan jika kita berada di suatu tempat terpencil di ketinggian. Desa ini cukup subur karena ada rawa penampungan air di sana. Satu jam kemudian kami sudah sampai di bukit Mantar. bukit ini pernah digunakan syuting sebuah film garapan Arie Sihasale dan Nia Zulkarnain, Pendekar Kumbang. Katanya itu pula yang menyebabkan tempat ini dikenal masyarakat kemudian dijadikan desa wisata. Pada tahun 2014, sebuah klub terbang layang yang berpusat di Bali meresmikan sebuah spot untuk terbang layang yang disebut Mantar Top Landing. Tempat ini dilengkapi dengan dua gazebo dan satu kedai makanan dan minuman instant serta tiga pondok tanpa dinding dan satu bangunan untuk peralatan terbang.
Pemandangan di bukit itu indah sekali. Bukit-bukit hijau dan lembah curam serta garis pantai yang membentang sampai ke pelabuhan Pototano kelihatan jelas. Juga tanah tambak-tambak sepanjang pantai itu tampak seperti petak-petak putih berkilauan oleh cahaya matahari yang terik. Udara cukup nyaman dan cuaca bagus. Kami makan siang di gazebo dengan bekal masakan dari rumah. Nikmatnya sam bil mengamati kegiatan penerbang layang. terkadan ada yang lucu ketika mau landing e kebawa angin lagi dan mabur. Tetapi ada anak muda yang nekad ia landing juga, jadi seperti berlari dan terbang dan akhirnya landing diluar spot dan terperosok. Ini lebih berbahaya dibanding mengikut angin yang membawanya menjauh.
Pada akhirnya kami sepakat untuk terbang. Semula kami empat yang mau terbang tetapi akhirnya kami berdua saja yang jadi terbang. Saya senang untuk pertama kalinya terbang dan tidak ada yang meragukan keberanian saya. Setelah mempelajari beberapa instruksi, kami siap untuk terbang.

Landing di Pototano
Wah sungguh menyenangkan terbang menyusuri bukit, pemandu saya adalah intruktur dari Papua namanya Peter. Dia membawa saya terbang tinggi dan jauh melebihi paralayang lainnya. Kami berpapasan dengan penerbang dari Rusia yang sudah dalam perjalanan kembali ke spot. kamera video di tangan saya tak hentinya merekam keindahan alam di  bawahnya. 20 menit diudara terdengar suara komando untuk kembali ke pangkalan. Peter mengubah haluan lalu kami berkeliling mengambil arah landing dari samping bukit. Top landing sudah sangat dekat kami terbang rendah dan teriakan orang-orang memanggil dan tepuk tangan di bawah sudah kedengaran tetapi tiba-tiba wusss paralayang bergerak sangat cepat dan meninggi melewati landasan. Kami gagal landing tetapi ini membuat saya lebih lama terbang. Peter menjawab panggilan bahwa kumulus mendekat dan kami menghindar sekarang menyisir tebing dengan cepat. Waduh rasanya mau menabrak tebing-tebing itu tetapi saya yakin ini hanya strategi untuk turun saja. Saya melihat Peter tampak tenang jadi kecemasan saya mereda. Di bawah tampak pucuk-pucuk pepohonan berbaris rapat dan rapi seperti permadani hijau. Lalu di sebuah area yang datar kelihatan seperti gambar labirin dari pepohonan yang unik. Saya bertanya pada Peter apa itu. Ia bilang itu kebun penduduk. oh indahnya pemandang hijau dari atas. Angin masih kencang membuat kami melayang-layang, lalu terdengar panggilan lagi dan peter menjawab akan landing di bawah. Apa di bawah? Saya tanya kita mau landing di mana, Ya kita mencari tempat landing. Saya percaya Peter lalu mata saya mencai-cari dan di kejauhan tampak ladang-ladang kering kecoklatan dan warna kuning-kuning berkelompok seperti gambar bunga di bawah. Saya tanyakan apa itu dan itu adalah jagung hasil panen. Benar, semakin merendah dan perlahan tampak dengan jelas di ladang-ladang itu para petani memanen jagung dan mengumpulkan jagungnya berupa gundukan jagung kuning yang sudah dikupas.
dan di antara ladang-ladang kering itu ada sepetak tanah yang hijau oleh rerumputan. Saya yakin itu tempat yang kami tuju dan benar kami melayang perlahan kesana. Peter mengingatkan saya untuk berdiri saat menyentuh tanah. Okay tetapi saya terlambat saya sudah berada di rerumputan. Itu sebuah pengalaman yang mengesankan. Tidak lama kemudian sebuah mobil avanza menjemput kami namun kami harus menunggu seorang penerbang lagi. Dalam perjalanan instruktur teman menceritakan keadaan di atas saat saya take off. Ada seorang komandan rayon militer yang mau terbang tidak jadi karena ragu-ragu lalu mereka mengolok dengan gurauan masa danramil kalah saya Bude, kalo gitu tukar saja Bude yang jadi danramil katanya. trus saya jadi tranding topik  ketika Peter membawa saya terbang tinggi mereka mengatakan saya akan muntah. Dikatakan juga saya mendapat bonus terbang paling lama, dari 20 menit menjadi lebih dari  30 menit bla bla. Dan keberuntungan saya lagi kamera itu diberikan kepada saya padahal memori cardnya milik teman yang dibelakang saya. jadi saya yang punya rekaman videonya. Saya merasa berdosa tetapi bagaimana saya tahu kalau kemudian teman saya terbang juga dalam waktu yang hampir sama padahal rencana semula bergantian.
ya sudahlah ini semua adalah kemudahan saya hari itu. Syukurlah.

Akhirnya kami bertemu di desa di bawah dan kembali ke kota Taliwang dengan rasa senang. Keesokan harinya pulang langsung ke Tabanan dalam waktu sebelas jam jarak tempuh lebih dari 200 km dengan motor.
Insyaallah kami kembali bulan September untuk melihat atau mengikuti festival paralayang. koordinator klub paralayang Sumbawa mengundang kami untuk itu.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar