Kamis, 11 Agustus 2016

Perubahan

Hujan adalah berkah karena itu jika ia turun pada malam hari bisa membuat tidur kita terberkahi. Terasa selimut kita menjadi selimut kehangatan yang nikmat untuk menyempurnakan tidur kita.

Selamat pagi pembaca. Tamansari pagi ini masih diguyur hujan tetapi bersyukur masih ada waktu jeda di antara periode hujan satu dengan periode berikutnya sehingga beberapa aktivitas di luar rumah bisa terlaksana.
Hari ini sebenarnya hari libur saya sampai dua hari kedepan. Sebenarnya ada beberapa rencana kerja yang seharusnya saya kerjakan tetapi belum ada mood untuk memulainya. Libur akhir tahun pelajaran yang panjang masih meyisakan suasana hati yang santai dan bermalasan. Tetapi tidak demikian dengan perilaku fisik saya, tidak ada santai dan kemalasan. Pekerjaan rumah, sekolah bahkan pekerjaan yang menjadi hobi jalan saja. Inilah nikmat yang Allah berikan kepada saya, kemudahan dan kesenangan yang membuka pintu rejeki.

Beberapa perjalanan silaturahmi ke kerabat dan wisata juga membuka banyak kemudahan di setiap persoalan saya, persoalan kecil yang terjadi sewaktu-waktu.

Pembaca, banyak orang bilang bahwa orang yang sudah tua itu sulit memperoleh kewibawaan dan penghormatan. Boleh jadi begitu, tetapi sebenarnya orang tua kan tidak lagi memerlukan dua hal itu.
Memiliki kesehatan dan kesenangan saja cukup dan memiliki kebanggaan itu sebagai pelengkap.
Saya sudah memiliki ketiganya. Sehat, senang dan bangga.

Dulu saya takut menjadi tua karena takut tidak berharga, takut menyusahkan dan takut buruk rupa hahaha. Pernah terbesit dalam keinginan bahwa jika Tuhan mengizinjan saya mau umur saya sampai di 60 saja. Tetapi apa yang terjadi, Ternyata setelah usia itu tiba justru saya merasakan sedang memulai kehidupan yang baru, yang tidak kalah indahnya dengan kehidupan mereka yang masih muda. Semangat hidup yang tinggi sehingga lupa bahwa saya sudah renta. Tahu perubahan sudah sangat jelas terjadi pada jasmani, tetapi seiring perubahan fisik terjadi juga perubahan mental. Saya tidak takut atau malu lagi menjadi tua. Pergerakan saya semakin bebas dan jiwa saya juga lebih merdeka. Terlebih lagi anak-anak saya yang membanggakan selalu menjadi inspirasi dan motivasi saya untuk tetap muda dalam semangat.

Berbicara tentang anak, jujur saya juga berhadapan dengan masalah satu anak, bukan anak saya sebagai sumbernya tetapi pasangannya.
Tetapi saya harus melupakan masalah itu. Tidak ada gunanya terlalu memikirkan hal itu karena mereka sudah memilih jalannya sendiri.

Hujan kembali turun, deras mengalirkan air kemana-mana. Di balik pagar tembok terdengar anak-anak SD riuh bermain di kelasnya. Sejak pagi mereka belajar meyanyikan lagu kebangsaan dan lagu nasional, cocok dengan situasi saat ini, bulan Agustus, bulan memperingati hari kemerdekaan negeri kita. Dua di antara mereka yang riuh rendah itu adalah cucu saya. Mereka juga sumber semangat yang saya rindukan setiap hari. Tetapi ayah mereka yang sombong menjadi hambatan keakraban kami. Karena itu pertemuan kami hanya selintas saja setiap hari yaitu saat mereka mampir untuk minta uang jajan dan makan kue yang saya sediakan. Ini adalah warna hari-hari saya dengan mereka.
Sejak ayah mereka datang kami tidak bisa lagi ke pantai bersama, berenang atau bepergian.


pembaca, ada cerita saat saya mendaki di G Lawu bulan lalu. Ketika saya sedang menempuh medan yang ekstrim sendirian dan badan sudah terasa sangat letih dan tidak ada pilihan untuk berhenti atau beristirahat sebab jalan itu hanya jalan setapak yang rimbun terjal menyisir jurang. Yang saya ingat adalah kata-kata dua anak laki saya, dan saya hanya bergumam dalam hati 'Seharusnya saya mendengar kalian, ini menakutkan dan berbahaya', selanjutnya saya hanya bias berdoa dan sesekali mengucapkan salam. Saya merasa ada makhluk lain di sekitar tempat saya berada karena tiba-tiba kepala saya terasa besar setelah bulu kuduk saya berdiri. Itu terjadi di sebuah tikungan tajam lekukan badan gunung di ketiggian.
Saya harus mengerti kekhawatiran mereka, dan saya harus bisa menguasai diri untuk keselamatan diri saya. Begitu juga saya juga berpikir bagaimana jika sampai hari gelap saya belum sampai pos tiga. Melihat begitu sulitnya medan sekali lagi saya yakinkan diri saya tidak boleh takut, saya sudah membawa lampu, jas hujan dan makanan, yang penting ikuti saja jalan. Toh pendaki itu berjalan tak mengenal waktu. Begitulah semangat dan perhatian anak itu mampu membangun keberanian saya.

Saya bersyukur pada umumnya pendaki-pendaki muda menghormati saya di manapun saya bertemu mereka. Dengan senang hati mereka mengambil foto bersama saya. Beberapa anak perempuan mengatakan ingin seperti saya, tetap mendaki di usia lanjut. Menawari saya air atau kue-kue. Menawari jas hujan, senter dsb. Sungguh kenangan tak terlupakan.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar