Sabtu, 19 September 2015

Selamat Berhari Minggu


Selamat berhari minggu pembaca, nikmatilah hari Anda sebab berhari-hari kita sudah menunggu datangnya hari ini. Saya di rumah saja menghabiskan banyak waktu untuk tidak melakukan aktivitas selain tidur he he. Dan kini baru saja bangun untuk makan siang dan ngopi.
Sebelum kopi saya habis di pintu gerbang tiga cucu kecil saya berlarian masuk dan menyapa "Hai!" sambil melambaikan tangan pada saya yang melihat kedatangan mereka dari jendela atas. " Hai welcome!" Saya menjawab. Sejenak keheningan suasana jadi sedikit ribut dengan suara anak-anak.

Beginikah kenikmatan hari tua, sementara beberapa saat lalu ada sebersit rasa geregetan oleh sikap kakek mereka yang tidak kunjung membaik. Atau mungkin saya yang terlalu berharap untuk perubahan yang harus terjadi di hari tuanya. Apa itu? Memutuskan ketergantungannya pada orang lain, menghentikan sikap pelitnya terutama untuk diri sendiri.
Saya sering kesal walaupun saya tahu dia takkan berubah. Saya jadi sering berpikir kalau saya ingin memberinya pelajaran dengan hanya berpikir untuk diri sendiri.

Ah sudahlah, kami sudah melewatinya lebih dari tiga dekade. Jadi kalau saya sekarang menggerutu itu percuma. Sudah bisa melaluinya selama itu apa harus merasa berat untuk waktu-waktu yang tersisa. Bisa-bisa semua yang terjadi selama itu juga musna tidak ada manfaatnya.
Semua ini adalah suratan. Pada awal perkawinan siapa yang bisa tahu apa yang akan terjadi dalam perjalanan selanjutnya untuk hal-hal yang berkaitan dengan karakter pasangannya. Karakter yang sesungguhnya dari pasangan kita baru akan kita ketahui setelah kita melampaui hari-hari panjang dalam segala persoalannya.
Tetapi saya harus adil dan jujur untuk mau mengatakan bahwa pasangan saya orang yang pandai dan berpendidikan. Karena iyulah orang lain selalu mengira bahwa ia orang yang sangat bertanggung jawab.
Semua mengira bahwa kami keluarga yang sempurna.
Baguslah, cita-cita para leluhur memang menjadi kenyataan. Anak-anak saya tamatan sekolah negeri sampai universitas. Bahkan anak pertama saya mendapat beasiswa ke Universitas Indonesia dari kementerian ESDM tempat ia bekerja. Mudah-mudahan si bungsu juga menyusul, LAPAN akan mengirimnya untuk belajar. Saya pernah mendengar anak saya berbicara tentang hal itu.
Dan biarlah anak kedua saya mengurus anak-anaknya sampai mendapatkan lagi pekerjaan yang sesuai.

Wah si kecil nampaknya sudah pada tidur siang. Hening kembali suasana rumah ini. Hanya suara angin yang gemerisik meniup daun-daunan di halaman.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar