Kamis, 16 Desember 2010

melihat merapi setelah erupsi oktober november 2010

Kurang lebih jam tujuh pagi kami berangkat menuju desa Cangkringan. Di Kalikuning kami berhenti mengamati bekas kawasan wisata lembah dan sungai yang tidak ada lagi. Tgl 6 Juli lalu saya masih menikmati indahnya panorama lembah pinus dengan sungai yang membelah dua tebingnya. Di sini saya juga mendengarkan suara burung dan serangga yang bersahutan dan gemerisik daun pinus ditiup angin.
Dan masih saya ingat ketika dari kaki tebing saya memandangi derasnya air mengalir di sela-sela bebatuan.Suaranya gemericik menimbulkan rasa sedih seolah terasing dan sendiri. Tidak terasa airmata sempat menetes. Saya tahu saya merindukan ketidaksendirian.

Kini semua sudah berubah sama sekali.Semua tidak ada lagi, yang tampak adalah jurang menganga yang sangat terjal dan gundul; pohon pinus tumbang dan tercabut tanpa ranting dan dahan berserakan tumpang tindih di mana-mana sedang rumpun-rumpun bambu rebah telungkup dengan pucuk terbenam dalam pasir. Sementara tumbuhan ramping yang masih berdiri tinggal sebagai batang kerontang yang meranggas seperti saksi bisu dahsyatnya geliat Merapi.

Di Kaliadem tak ada satu pun bangunan yang tersisa. Bahkan puing-puingnya pun sudah tertutup pasir. Sebagian kecil dari rumah yang berada di ketinggian masih terlihat fondasinya. Hampir saya tidak percaya bahwa yang ada di hadapan saya sekarang adalah desa yang damai lima bulan lalu. Kini desa itu sudah terbenam dalam pasir.
Ada bau yang tidak enak di mana-mana di atas desa yang terkubur itu dan awal kehidupan disana dimulai dari binatang menjijikkan yaitu lalat besar kehijauan dan tunas poh0n pisang dan talas yang mulai menyembul dari balik pasir.Sedang rumput dan tumbuhan lainnya tidak ada/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar