Selasa, 06 April 2010

Masih ingatkah kamu

Masih ingatkah kamu

Masih ingatkah kamu saat aku tulis pesan singkat yang berbunyi ‘ ... kamu adalah air yang mengaliri sel-sel di seluruh tubuhku.?’ Dan kamu juga kuberondong dengan pesan-pesan singkat berikutnya?. Dan tahukah kamu mengapa kukirim semua pesan itu?

Sore itu awal Maret 2010, perasaanku sangat galau. Setiap kali aku memasuki rumahku, kesepian sudah ada di sana, menjemputku sejak aku membuka pintu halaman, dan menyambutku saat aku memasukinya.Tahukah kamu bahwa ruang-ruang yang ada di sana menggumuli aku dengan jutaan kenangan yang teramat susah untuk dikatakan dan teramat berat untuk dirasakan.

Begitu besarnya pengaruh sisa-sisa pengalaman buruk itu menekan batinku. Kamar di seberang kamarku hampir tak pernah kumasuki setiap bulannya. Kamar itu menyimpan banyak cerita mengerikan buatku. Di kamar itu desah nafas, tawa dan ucapan silih berganti sayup-sayup antara timbul dan tenggelam dari suara telepon sering terdengar menjelang dinihari. Sekarang memang tidak ada lagi. Semua sudah berlalu namun sisa-sisa kenangan itu masih menghantui hari-hariku.

Rumahku,tidak lagi menjadi tempat terindah sekalipun kami telah menciptakan banyak keindahan, dengan halaman yang dipenuhi bunga dan kolam ikan yang tak pernah sepi dengan suara kecepaknya sepanjang malam. Dan Suara burung-burung liar yang bebas merdeka di puncak-puncak pepohonan. Juga angin yang terus berhembus sepanjang waktu.

Semuanya kini seperti tidak ada artinya lagi. Terlebih sore itu,langit mendung dan semua tampak muram.

Sepanjang hari itu aku merenungi semuanya. Kemarin aku juga melakukan hal yang sama. Kemarin dan kemarinnya lagi juga . Melihat pemandangan di luar jendela, langit yang berganti-ganti warna dan angin yang merasuki ruang kamarku melewati dedaunan yang begoyang-goyang..

Aku harus tetap servaif, jiwaku tak boleh mati oleh kebekuan. Aku harus menghidupkan perasaanku, jiwaku.Aku harus membaginya dengan orang lain. Ragaku seolah sudah tidak mampu menahan tekanan perasaan yang tak ada habisnya. Dan aku tak mau menangis sia-sia. Lalu aku menulis sms untuk kamu,hanya kamu , orang yang tak akan pernah kukenali, sehingga aku tidak perlu malu mencurahkan isi hatiku. Bahwa selalu ada kerinduan terhadap apa saja yang hanya menjadi impianku. Aku tahu kamu tidak akan membalasnya, tetapi aku menulis dan menulis terus. Suatu tindakan gila yang pasti membebani rasamu. Maafkan aku Arie...

Betapa sore berganti menjadi senjakala yang indah. Kamu merespon dengan menelpon aku, menemani sampai galauku mereda. Kamu mencumbui aku dengan bahasamu yang selalu nyaman kudengarkan. Memperlakukan aku sebagai seorang perempuan bahagia. Dan tahukah kamu sapaanmu itu membuat seluruh sel tubuhku menjadi segar dan bersemi lagi, gairah hidupku meluap-luap menerobos bentangan usiaku,mengikuti irama aliran kehidupan yang ada padamu. Tidak berlebihan jika aku membuat analog tentangmu dengan filosofi air dan kehidupan.

Gaya omongan kamu yang mengikuti Emile Zola, penulis Perancis beraliran naturalis itu, membuat aku sadar bahwa teori Behaviaur benar. Bahwa tindakan manusia pada dasarnya adalah dorongan libidoseksualitasnya. Sungguh aku merasa heran instink manusia yang satu itu bisa lebih kuat dari rasio. Kamu terjebak di dalamnya , bermain dalam putaran naluri tak terkendali. Tetapi aku bisa menerima itu. Kita manusia biasa.

Dan ketika aku kembali sendiri melewati senja demi senja dalam realitas kehidupan, kemurungan pelan-pelan menyergapku dari belakang. Aku tak tahu ada apa pada hari-hari depanku. Apakah hari-hariku sudah berakhir sebelum aku mati? Tiga perempat dari batang usiaku sudah terlewati. Seperempat di tengahnya dipenuhi oleh perjuangan yang panjang melawan determinisme,paksaan nasib. Jika sampai detik ini aku bisa bertahan hidup itu sebagai kemenanganku melawan keputusasaanku sendiri..

Seringkali aku berpikir mengapa aku tidak boleh memilih melanjutkan kehidupan atau sebaliknya.

Peristiwa terakhir Desember 09 menghempaskan aku ke titik nadir. Sebuah katastrof yang sudah kuteriaki dengan kalimat ‘Aku harus mati’. Aku tidak mau jadi pecundang melawan para iblis.

Rie, masih ingatkah kamu pada saat itu, malam. tiba-tiba kamu menelponku dengan nomor tak dikenal. Aku tidak menduga kamu masih ingat aku setelah lama tidak ada kabar. Aku masih kenal suaramu. Aku tidak bisa menyembunyikan kegembiraanku, aku tertawa dan tertawa kan? Dan kamu pasti tidak berpikir bahwa aku baru saja melewati kisah hidup yang amat tragis hari-hari itu. Kukatakan padamu : ‘ Saya kira kamu sudah hilang dan kita tak akan ketemu lagi’ Lalu kamu menyambut... dengan tersenyum barangkali,: ‘Yaa..hilang.’ Katamu dengan suara lamban dan berat.

Selanjutnya aku lupa apa saja yang kita bicarakan. Kamu merayu aku, mencumbu aku tapi aku membalas cumbuanmu dengan tertawa saja. Jiwaku sedang tidak sehat.

Kamu tidak tahu kan apa yang kulakukan siang dan malam saat itu? Aku merobek dan merobek kain menjadi serpihan-serpihan panjang. Lalu merobek dan merobeknya lagi menjadi utas-utas tali. Lalu merobek-robeknya lagi menjadi helai-helai benang panjang. Aku tidak bisa berhenti melakukannya. Dan aku menggulung-gulungnya mejadi gumpalan-gumpalan tali lalu aku melempar-lemparkanya ke seluruh penjuru kamar.

Rie, tahukah kamu beratnya aku mengikuti peredaran waktu saat itu. Detik, menit dan jam yang berjalan dibuntuti oleh kekecewakan dan amarah. Aku tidak sanggup mengikutinya. Lalu aku ambil penebah tempat tidur, kulemparkan keras-keras dan lidi-lidi itu berhamburan. Kupungut satu kupatahkan menjadi ruas-ruas kecil kugulung-gulung melingkar lalu kucampakkan ke lantai. Kuambil lagi satu,kupatahkan,kugulung dan kucampakkan. Itu terus dan terus kulakukan hingga aku puas dan jiwaku sedikit tenang.

Aku merasa sudah gila.Mengurung diri di antara sampah yang kuciptakan sendiri. Dan aku melihat sampah-sampah itu sebagai teman yang telah menolongku menghindar dari bayangan yang menghantui. Dan kamu muncul pada saat yang tepat. Mengalihkan perasaanku dari ketegangan dan memecahkan konsentrasi pikiranku dari kecewa dan amarah .

Ketahuilah Rie, tidak berlebihan jika pernah kukatakan : ’ Terkadang aku merenungi bahwa angin yang bertiup, berhembus dan menghempas lalu menghilang itu dirimu.’ Kehadiranmu lewat telpon malam itu seperti angin bertiup. Tak terduga. Dan berhembus memberi rasa sejuk. Juga menghempasku dengan sejuta cumbu dan setelah itu menghilang. Apapun maksudnya kehadiranmu detik itu sangat besar artinya. Aku bisa tertawa sesaat sekalipun aku tidak menikmatinya.

Arie, banyak sekali hikmah yang kudapatkan dari pertemanan kita. Aku tahu ini pertemanan yang unik. Tapi aku sangat menikmatinya. Bertumpuk-tumpuk catatan harianku sejak remajaku tak pernah menyampaikan pesan untuk orang lain.Semua kenangan masa remajaku terkubur begitu saja dalam tulisan kusam tak tersentuh. Juga catatan kelam hari-hari perkawinanku yang berlangsung dua dekade lebih tak ada yang tahu apa isinya.

Kini aku menemukan kamu sebagai pendengar cerita yang baik. Aku berharap kamu ikhlas mendengarnya. Agar kamu tahu bahwa ada orang yang sangat menderita dalam hidupnya tetapi tetap bertahan demi orang-orang yang dicintai. Agar kamu tahu bahwa hidup itu memerlukan pengurbanan. Dan yang lebih penting jika kamu mengalami kesedihan kamu akan tahu bahwa banyak orang yang lebih sedih darimu.

Arie aku ingin kamu akan ada selamanya di dalam hatiku sebagai teman sejati. Aku akan mencoba tinggal bersama kehidupanku kini dan melupakan usiaku. Bukankah pesan itu juga sudah pernah kusampaikan padamu,Live in Your life and forget your age, Norman Vincent.

Arie, masih ingat nggak ketika pertama kali kita berkenalan aku memanggilmu Pak ? Lucu ya dan kamu mengulangi kata itu. Artinya kamu tidak setuju kan! Itu terjadi karena aku mengira kamu seusia denganku. Tetapi ketika menyimak suaramu kuputuskan memanggil kamu Arie saja. Enak banget namamu untuk diucapkan.

Kini sepuluh bulan hampir terlewati. Aku bersyukur mengenal kamu. Terserah kamu menerjemahkannya bagaimana aku terima. Barangkali kita punya kepentingan yang berbeda. Dan biarlah itu menjadi rahasia hati kita. Pertemanan kita membentangkan cakrawala baruku yang semakin luas melintasi pengalaman buruk. Meninggalkan pengalaman itu sebagai lembaran yang tak perlu dibuka. Dan aku mulai melupakanya sejak kamu mempedulikan aku.

Thanks God for giving a good friend


Tidak ada komentar:

Posting Komentar