Sabtu, 05 November 2016

Agitasi



kita telah menghitung namun tetap saja kita merasa waktu lebih cepat berjalan dari hitungan kita. Tak terasa tahun 2016 sedang memasuki akhir tahun dan bulan depan suasana penutup tahun akan jadi lain dari hari ini. lebih hiruk pikuk kah atau sebaliknya?
Rasanya semua peristiwa yang terjadi di negeri ini adalah manifestasi dari ketidakmampuan kita  melawan kehendak pengendali kekuatan yang sangat sumir. Apakah itu kekuatan alam, manusia atau kekuatan dari pengaruh unsur lain. Yang jelas ini bukan kesalahan Tuhan tetapi akibat dari kesalahan manusia.
Kalau direnungi, sejak awal reformasi, kebebasan kita sudah berubah menjadi kebebasan liberal. kebebasan ala reformasi Indonesia. Reformasi yang digulirkan tidak didasari rasa tulus untuk kebaikan negeri ini melainkan reformasi atas kepentingan membentuk tirani kekuasaan baru. Kekuasaan yang tidak mungkin terwujud tanpa penggulingan kekuatan yang ada. Reformasi yang berdiri di atas celah kerapuhan. Bisa menggulingkan kekuasaan yang ada tetapi tidak siap membangun fondasi.
Mereka sudah puas dengan membagi-bagi kekuasaan ala kadarnya. Konyolnya cara-cara membangun kekuatan seperti itu berlanjut sampai saat ini. Walau dengan strategi yang agak berbeda.

Terkadang jika saya menonton televisi dan memperhatikan mereka, saya merasa saya sedang menonton panggung semu. Aktor-aktor yang bermain tanpa ekspresi, tanpa toalitas karena kehabisan energi. Seperti ada ketidakpercayaan diri karena mereka pasti menyadari bahwa mereka sedang berdiri di atas pijakan yang salah. Mereka hanya merasa harus ada di sana, harus mendapatkan tempat bagaimanapun caranya.
Dan konyolnya lagi aktor-aktor itu selalu muncul di setiap episode cerita negeri ini baik dalam suka ataupun duka.
Lalu reformasi apa yang bisa kita nikmati saat ini? Aksi turun ke jalan, selalu menuntut ataukah memaksakan keinginan.

Reformasi seharusnya diikuti revolusi. Revolusi untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang lebih baik, bukan mencari kekuasaan tanpa revolusi.  Sayangnya sebagian anak muda tidak menyadari hal ini. Semangat tinggi di atas idealisme tetapi dangkal dalam pengalaman batin menjadikan mereka sebagai alat dan kendaraan orang dewasa yang tidak mampu bergerak sendiri.

Dan dua hari lalu, ketika aksi demontrasi atas kasus terduga penistaan agama, sepertinya ada segelintir orang yang mau mendompleng lagi. Sayang mereka sudah tidak memiliki daya Tarik lagi. Boleh jadi generasi muda kali ini sudah lebih baik dari generasi mereka dulu dan sudah kapok menjadi alat yang mengantar para orang untuk memperoleh keuntungan dari dalam keributan.

Pembaca, Anda pasti tahu tulisan ini adalah sebuah agitasi, fitnah. Tetapi saya tidak bermaksud untuk memfitnah melainkan sekedar megeluarkan pikiran saja. Kalau ini dianggap salah, maafkan dan jangan bawa ke ranah hokum. Hukumlah saya dengan teguran dan opini Anda.
Selamat berhari libur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar