Kamis, 08 Desember 2016

Berharap dan Bersyukur

Malam Sudah membelam dan udara tak Bergerak. Tetesan air hujan satu-satu menimpa daun palm, memberi desah suara perkusi yang sepi.
Radio memperdengarkan old song Engelbert Humperdik, Mat Monroe.

Waktu memang bergulir tetapi ia. tetap berada di rotasi yang sama sehingga terasa menjemukan. Terlebih lagi ketika berada di putaran terluar, longgar.
Ah sudahlah, mau menggunakan bingkai Bahasa apapun, jelasnya situasi sedang membosankan.
Segala rupa yang tertangkap oleh indera tidak mengandung daya tarik lagi.

Hilang Rasa, hilang asa sesaat ini banyak meguasai dibanding dengan Rasa percaya diri. Tetapi saya Perlu selalu melihat ke atas untuk berharap dan Perlu juga melihat ke bawah untuk bersyukur.






Sabtu, 19 November 2016

Bangga Menjadi Tua

Selamat malam dari Tamansari.
Ada satu masa ketika rasa percaya diri hilang secara berangsur.  Penyebabnya adalah waktu. Kenapa waktu meninggalkan kita secepat siang menggantikan malam lalu bersusulan hari, minggu, bulan dan tahun?

Seperti iklan sehat, bertambah usia itu pasti, tetap bugar itu pilihan. Tetapi ada yang dilupakan, bahwa bertambah usia itu pasti berkurang rasa percaya diri. Lingkungan perlahan terasa menyempit. Tempat-tempat yang masih disukai seolah tak layak lagi dikunjungi. Ini pengalaman saya lho, masa ketika saya ke gunung selalu menjadi perhatian para pendaki, ada yang ramah dan bertanya-tanya bahkan meminta foto bersama tetapi ada juga yang menatap penuh tanya atau berbisik sesama teman tentang saya. Begitu juga jika ke pulau dan pantai perhatian serupa juga terjadi, ada yang memberi semangat tetapi ada pula yang menjadikan saya malu pada diri sendiri seolah latah dengan gaya mereka yang muda. Mereka tidak semua tahu bahwa hobi dan kesenangan tidak ada batas akhir kecuali ketidak berdayaan jasmani dan rohani. Saya masih sehat keduanya bahkan saya bisa lebih sehat dari mereka yang muda yang muntah, sakit, dehidrasi bahkan pingsan di gunung. Muntah dan pucat pasi di udara sedang saya masih enjoy saja di awang-awang, padahal waktu itu saya ditertawakan. Ternyata hasil akhir saya menjadi trending topik ( he he istilah rangers di terbang layang). Saya terbang paling tinggi dan lama ( karena ketemu awan hitam dang angin keras, gitu).
Yah pada akhirnya komunitas alam itu bisa menerima saya dan membangkitkan semangat lagi.

Ah itu pengalaman kecil bagi orang lain tetapi besar bagi saya. Saya bersyukur Tuhan memberi saya segalanya. Kehidupan yang indah di antara belantara kehidupan.

Di tempat kerja, sebagai pengajar selalu yang ditanyakan oleh mereka adalah sampai kapan saya mengajar. pertanyaan ini membuat saya sedih karena seperti mengingatkan bahwa saya sudah harus beristirahat. Tetapi tidak sedikit yang berkata bahwa mereka ingin seperti saya jika tua nanti. Saya gembira untuk yang ini he he. Saya menafsirkan bahwa mereka yang mengatakan demikian itu adalah mereka yang memandang saya bekerja bukan hanya untuk uang melainkan untuk aktifitas dan kemampuan.

G. Agung





Sabtu, 12 November 2016

Hujan Malam Minggu


Irama hujan membawa suasana damai malam minggu ini. Malam yang sepi diisi suara tetesan air yang jatuh di kolam dan dedaunan. Daun palem beregu basah berkilat  digoyang angin, tampak dari balik tirai jendela kaca. Sementara gemuruh guruh bersahutan dan  mereda di kejauhan.
Dalam suasana begini saya tidak bisa membedakan antara saya pada masa kecil dan saya yang sekarang. Ada penginderaan yang sama ketika saya mendengar suara hujan, suara guruh dan suara lainnya. Juga ada rasa yang sama ketika sunyi dan damai menjadi teman satu-satunya. Seperti itukah ketidakberbedaan yang abadi pada indera perasaan ketika bersatu dengan  alam? Mungkin saja ini hanya menurut saya, Tetapi seandainya ketika rasa sedang bergelut dengan kemarahan, lalu hujan turun dalam hening seperti ini apakah ia bisa mendamaikan suasana?
Semoga musim hujan ini akan sampai juga pada akhir bulan supaya bisa meredam bangsa yang sedang berlomba  kemarahan ini.

Jika hujan bisa menghapus panas satu tahun, saya berharap hujan dan guruh bisa menegur mereka untuk berhenti berteriak dan memaksa mereka merunduk, merenungi kata hati yang mana yang mereka ikuti.


Sabtu, 05 November 2016

Agitasi



kita telah menghitung namun tetap saja kita merasa waktu lebih cepat berjalan dari hitungan kita. Tak terasa tahun 2016 sedang memasuki akhir tahun dan bulan depan suasana penutup tahun akan jadi lain dari hari ini. lebih hiruk pikuk kah atau sebaliknya?
Rasanya semua peristiwa yang terjadi di negeri ini adalah manifestasi dari ketidakmampuan kita  melawan kehendak pengendali kekuatan yang sangat sumir. Apakah itu kekuatan alam, manusia atau kekuatan dari pengaruh unsur lain. Yang jelas ini bukan kesalahan Tuhan tetapi akibat dari kesalahan manusia.
Kalau direnungi, sejak awal reformasi, kebebasan kita sudah berubah menjadi kebebasan liberal. kebebasan ala reformasi Indonesia. Reformasi yang digulirkan tidak didasari rasa tulus untuk kebaikan negeri ini melainkan reformasi atas kepentingan membentuk tirani kekuasaan baru. Kekuasaan yang tidak mungkin terwujud tanpa penggulingan kekuatan yang ada. Reformasi yang berdiri di atas celah kerapuhan. Bisa menggulingkan kekuasaan yang ada tetapi tidak siap membangun fondasi.
Mereka sudah puas dengan membagi-bagi kekuasaan ala kadarnya. Konyolnya cara-cara membangun kekuatan seperti itu berlanjut sampai saat ini. Walau dengan strategi yang agak berbeda.

Terkadang jika saya menonton televisi dan memperhatikan mereka, saya merasa saya sedang menonton panggung semu. Aktor-aktor yang bermain tanpa ekspresi, tanpa toalitas karena kehabisan energi. Seperti ada ketidakpercayaan diri karena mereka pasti menyadari bahwa mereka sedang berdiri di atas pijakan yang salah. Mereka hanya merasa harus ada di sana, harus mendapatkan tempat bagaimanapun caranya.
Dan konyolnya lagi aktor-aktor itu selalu muncul di setiap episode cerita negeri ini baik dalam suka ataupun duka.
Lalu reformasi apa yang bisa kita nikmati saat ini? Aksi turun ke jalan, selalu menuntut ataukah memaksakan keinginan.

Reformasi seharusnya diikuti revolusi. Revolusi untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang lebih baik, bukan mencari kekuasaan tanpa revolusi.  Sayangnya sebagian anak muda tidak menyadari hal ini. Semangat tinggi di atas idealisme tetapi dangkal dalam pengalaman batin menjadikan mereka sebagai alat dan kendaraan orang dewasa yang tidak mampu bergerak sendiri.

Dan dua hari lalu, ketika aksi demontrasi atas kasus terduga penistaan agama, sepertinya ada segelintir orang yang mau mendompleng lagi. Sayang mereka sudah tidak memiliki daya Tarik lagi. Boleh jadi generasi muda kali ini sudah lebih baik dari generasi mereka dulu dan sudah kapok menjadi alat yang mengantar para orang untuk memperoleh keuntungan dari dalam keributan.

Pembaca, Anda pasti tahu tulisan ini adalah sebuah agitasi, fitnah. Tetapi saya tidak bermaksud untuk memfitnah melainkan sekedar megeluarkan pikiran saja. Kalau ini dianggap salah, maafkan dan jangan bawa ke ranah hokum. Hukumlah saya dengan teguran dan opini Anda.
Selamat berhari libur.


Rabu, 12 Oktober 2016

Omong Kosong Saja

Selamat malam pembaca, selamat menikmati istiahat Anda. Di sini di Taman SariTabanan, waktu menunjukkan pukul 22.31 WITA tetapi suasana sekitar sudah sepi, hanya sesekali saja terdengar suara deru sepeda motor melintas. Televisi masih menyiarkan live news sidang pembunuhan yang memiliki daya tarik luar biasa mirip dengan kisah-kisah pembunuhan dalam cerita detektif Agatha Christy. Inilah alasan saya juga mengikuti acara tersebut di televisi setiap kali disiarkan.
seperti banyak dikatakan orang bahwa hidup ini penuh warna. Banyaknya kasus di negeri ini yang ditayangkan di televisi menjadi tontonan yang selalu baru dan menarik. Kejutan kasus selalu saja ada sehingga ketakterdugaan kasus itu menjadikannya selalu menarik untuk diikuti. Tetapi yang sedang disidangkan kali ini begitu spesial karena sudah menyita waktu siapa saja yang tertarik mengikutinya. 

Ah ngomong apa ini, ya ngomongi apa yang bisa menjadi bahan untuk pelajaran tentang hukum dan ilmu lainnya. Ini mungkin lebih baik dari menonton gosip atau menonton acara orang yang saling menjelekkan satu sama lain di depan publik.Tetapi sebenarnya untuk kali ini acara ini menjadi hiburan dan pengisi kekosongan waktu.
Waktu bukan hanya uang seperti slogan Time is Money melainkan waktu adalah tempat yang harus terisi. Kekosongan waktu memberi kesempatan masuknya hal yang tak selalu diinginkan. ya begitulah alasan kenapa malam ini saya mencari isi dan yang saya dapatkan adalah tontonan televisi. Hahaha seperti mbuletnya kata-kata orang yang selalu mencari cara membela diri dari kekeliruannya, beginilah keadaan saya sekarang.
oki, baiklah sampai di sini dulu perjumpaan kita,sekali lagi nikmatilah istirahat Anda malam ini selamat tidur dan selamat bermimpi dan menjadilah mimpi itu sebagai kenyataan indah esok hari bye.









Jumat, 07 Oktober 2016

Apa yang Salah dengan Negeri ini

Selamat pagi pengunjung semoga hari ini menyenangkan kita semua. Kita sudah sangat lelah mengikuti pemberitaan berbagai kasus dan peristiwa buruk di negeri kita yang dilakukan oleh berbagai kalangan dan berbagai status sosial. Pelanggaran susila, kejahatan, pembunuhan, pelanggaran hukum dan korupsi. Apa yang salah dengan  negeri ini, mengapa kejadian-kejadian buruk begitu masiv dan sporadis ? Saya tidak berkompeten untuk menjelaskan alasan secara ilmiah ataupun berdasarkan psikologi sosial melainkan melihatnya sebagai huum sebab akibat menurut logika saya saja. Ketika satu generasi tumbuh pada suatu masa yang memberinya asupan makanan baik itu  makanan dalam arti sebenarnya maupun makanan dalam arti konotasi maka ia akan menghasilkan energi seperti apa yang diberikannya. Ada energi positif dan ada energi negatif. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki domain begitu menyita masa, waktu, serta meminggirkan hakikat manusia sebagai pribadi hamba Tuhan yang bercirikan moralitas yang menjunjung tinggi martabat dan harga diri.
Tujuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk kemajuan dan kemudahan dalam meningkatkan kualitas hidup, dan peningkatan kualitas hidup sebagai hal positif jika tanpa diimbangi dengan kesadaran moral dan agama akan melahirkan faham hedonisme. Dan celakanya hedonik  menjadi tujuan yang tidak ada ujungnya. Hedonisme tidak selalu berhadapan dengan uang semata melainkan juga segala yang memiliki sifat pemuas nafsu duniawi.

Semua generasi terwarisi akhlak orang tuanya, kebiasaan orang tuanya sedikit atau banyak. Orang tua yang punya komitmen untuk membentuk kepribadian anak yang baik akan menghabiskan banyak waktu untuk kebutuhan anaknya akan figur contoh baik baginya. Termasuk memberi pelajaran kepada anak tentang moral etika dan harga diri. Membuka wawasan dan nurani anak untuk memahami jati diri sebagai makhluk yang paling sempurna, yang bermartabat.

Keberhasilan satu generasi adalah hasil kerja generasi sebelumnya. Logikanya begitu. Kegagalan satu generasi juga hasil kerja generasi sebelumnya. Tetapi yang terjadi sekarang sering tidak bisa diterjemahkan dengan logika. Bahkan sering sangat bertentangan dengan logika. Banyaknya anomali tentang kejadian buruk dan kasus moral di negeri ini sulit dipahami sepotong, dari kesalahan generasi sebelumnya. Makanya secara sederhana saya hanya bisa mengartikannya bahwa existensi manusia masa kini yang telah menggeser kebutuhan mental menjadi kebutuhan gaya hidup menjadi penyebabnya.

Teknologi yang Tertinggal di Sumur Minyak



Bengkel Kemiskinan

Kegotong Royongan Tetap Terjaga


Semoga ilmu dan  teknologi  memudahkan bangsa  ini mendapatkan energi positif untuk mengembalikan martabat bangsa dan negara. Amin

Rabu, 05 Oktober 2016

Puisi Semusim


Berpuluh kali musim berganti
antara rerontok daun kering dan tanah lembab basah
ketika bunga-bunga mulai bermekaran dan kupu-kupu menggetarkan sayap, daun-daun luruh dari ranting-ranting kering, dan suara serangga gemeretak di semak-semak,
puisi itu tidak pernah berubah

dia masih seperti lirik awal musim bunga.
berseri dalam dekap hangat matahari  menggulirkan  embun di kelopaknya
dia  masih sama dengan desah angin dedaunan mengoyak malam
menuliskan mimpi mengusir sepi

Segalanya sudah berubah dan menua oleh waktu
tetapi puisi semusim selalu hadir pada musim-musim berikutnya



Daun Karet Mengering

Jumat, 30 September 2016

Sumur Tua Peninggalan Belanda

Penasaran dengan komentar seorang pembaca blog saya tentang  Potensi Kota Bojonegoro bahwa masih ada potensi lain yang tidak saya sampaikan dalam tulisan, yaitu tambang minyak tradisional di kecamatan Kedewan, Maka segera setelah perjalanan di Banyuwangi Selatan kami melanjutkan perjalanan ke Bojonegoro sekaligus merayakan Idul Adha di sana bersama ibu dan kelurga yang lain. .

Singkatnya kami merayakan hari raya kurban bersama empat saudara di dekat ibu. Masing-masing kami membeli seekor kambing, satu dipotong di rumah dibagikan kepada karyawan dan tiga lain di serahkan ke desa asal ayah kami. kami senang bisa membawa ibu ke acara solat Ied di lapangan walau dengan menggunakan kursi roda.

Sehari setelah itu adalah acara pribadi. Saya berdua dengan suami mewujudkan keinginan untuk melihat desa Kedewan. Lagi pula belum lama ini desa itu diliput di televisi.
Kami berangkat dengan sekitar jam satu siang. Sebenarnya jarak Kedewan dengan kta bojonegoro tidak terlalu jauh, hanya 44 km saja tetapi nama desa ini jarang diketahui orang. Letak kecamatan Kedewan memang agak terpencil di tegah hutan jati dengan kontur tanah naik turun bukit. Kondisi jalan sebagian besar rusak. Begitu memasuki kawasan pertambangan terdapat pos penjagaan di desa Kawengan.




Di sini jalan aspal masih lumayan tetapi tidak terlalu panjang karena setelah itu kembali memasuki kawasan hutan jati lagi dengan kondisi jalan yang lebih rusak. Beberapa menit kemudian kawasan desa dan kantor pertamina Kawengan dan terdapat deretan rumah dinas yang mungil tetapi rapi. Berbeda dengan rumah-rumah masyarakat yang sangat bersahaja




Kantor Pertamina Desa Kawengan
 Di sebuah tikungan persis di pinggir jalan untuk pertama kalinya kami bertemu dengan mesin pompa. Tetapi sepertinya pompa ini sudah tidak berfungsi, hanya ada tanda bahwa ini pompa milik milik pertamina.






 Selanjutnya kami menemukan pompa yang masih aktif,






 Pompa itu bergerak naik turun secara teratur secara otomatis tanpa perlu dikendalikan. pompa ini bekerja sepanjang waktu. Di dasar pompa ada semacam tandon yang dihubungkan dengan pipia-pipa sebesar tiang telepon. Rupanya ini sumur minyak itu pikir saya. Kami turun untuk foto sebentar.










Selanjutnya ternyata ada beberapa lagi pompa otomatis semacam ini. Pompa-pompa ini tampaknya dirawat dengan baik sekalipun tidak dijaga oleh seorang operator.


Cerobong Api tidak jauh dari Pompa


Sumur Tradisional peninggalan Belanda

Dalam perjalanan selanjutnya tampaklah di sebuah tanah yang lapang kesibukan beberapa orang. Ada menara-menara yang tersusun dari pipa besi berwarna lusuh kehitaman. Begitu juga tanah sekitar menara itu. Pastilah itu sumur tua yang kami cari. Lalu kami berhenti dan mendekat, bersalam dan minta ijin untuk melihat kegiatan mereka. Benar, ini adalah sumur minyak milik masyarakat. Berarti desa wisata sumur minyak tradisional itu sudah dekat. Tetapi ini yang pertama kami lihat jadi masih membuat kami penasaran.
Sumur ini ternyata sumur pompa dengan lubang sumbu sumur berdiameter kurang lebih 20 cm. Sumbu itu dipompa oleh sebuah pipa sebesar lubang yang bergerak naik turun. Pergerakan itu dilakukan oleh manusia secara manual dengan cara mengulur tali besi dari  jarak jauh. Tali itu menggulung pada kumparan dan tarik ulur dengan  memutar kemudi berbentuk palang horisontal. Palang-palang itu kemudian didorong beramai-ramai 


Tampaknya mereka tidak berhasil

Tetapi sepertinya jerih payah mereka tidak berhasil. mata pompa yang menutup subu tidak bergerak. Peluh sudah meleleh lagi adahal mereka baru memulai lagi setelah istirahat makan siang. Ada sisa minuman dan bekas bungkus makanan di sebuah gubuk di pinggir tanah lapang itu. Sangat kontras kedaan ini dengan prinsip kerja sumur-sumur pertamina yang tidak memerlukan tenaga manusia tetapi mampu bekerja siang malam sepanjang waktu. Tetapi bersyukurlah bahwa masyarakat di sini  masih diperbolehkan berladang minyak  sekalipun seandainya perusahaan pemerintah mengambil alih sumur ini karena sumur ini adalah sumur warisan pemerintah kolonial Belanda, bisa saja terjadi.

Melanjutkan perjalanan, sampailah ke desa Wonocolo yang menjadi pusat kegiatan penambangan minyak. Desa ini menjadi objek wisata dengan kilang-kilang minyaknya. Tepatnya sumur minyak yang memenuhi bukit-bukit gersang. Kegiatan penambangan ini yang ditawarkan sebagai daya tarik tempat ini. Di dua buah puncak bukit dibangun tempat istirahat dengan view menara sumur dan hutan jati serta lembah.









 

Selasa, 27 September 2016

Meneruskan perjalanan ke Pulau Merah dan Pantai Pancer


Pulang dari Sukamade mampir ke pantai Pulau Merah dan Rajekwesi. Menyimpang kurang lebih 6 km ke kiri dari jalan utama Banyuwangi Sukamade, adalah kawasan pantai wisata Pulau Merah dan selanjutnya Pelabuhan nelayan Rajekwesi yang berjarak 5 km dari pulau Merah . Di Pulau Merah, kami hanya melihat panorama di sisi lain yang merupakan kawasan perluasan pantai Pulau merah. Panorama pantai dari pintu utama sudah pernah kami kunjungi karena itu kami tidak lagi mengeksposenya dalam adventure kali ini. Berikut ini beberapa foto yang saya ambil di Pulau Merah.






Pantai Pancer

Pantai ini merupakan kawasan wisata yang berada di dekat pelabuhan nelayan dan tempat pelelangan ikan Pancer. Dari panai wisata kita langsung tembus ke pelabuhan. Kali ini pelabuhan ikan sedang direklamasi dengan pengurukan pasir mendekati dinding semenanjung kecil yang berada di sisi kanan pelabuhan. Berpuluh-puluh perahu nelayan sedang sandar jauh dari pantai.




Hasil Menjaring di Area Pelabuhan



Sabtu, 24 September 2016

My Trip My Adventure






Tanggal 7 September 2016 kami memulai perjalanan ke daerah Banyuwangi selatan. Beberapa objek wisata alam di daerah ini sudah kami kunjungi bahkan ada yang sudah ketiga kalinya yaitu Pantai Pulau Merah. Sejak kawasan ini masih perawan dan bebas dari komersialisasi sampai  ketika kawasan ini telah berubah  begitu rupa tiadak ada bedanya dengan pantai wisata Sanur dan Kuta di Bali.
Objek yang kami tuju adalah Pantai Teluk Ijo atau disebut juga Green Bay. Dari Banyuwangi berjarak 90 km ke arah barat selatan. Sedang jika ditempuh dari kecamatan Jajag, 50 km ke arah selatan melewati tiga kecamatan yaitu kecamatan Bangorejo, Kesilir dan kecamatan Sarongan. Selepas kecamatan Sarongan kita mulai memasuki kawasan perkebunan yaitu Perkebunan Sungai Lembu yang merupakan perkebunan karet  dan coklat. Ada pos penjagaan hutan di pintu gerbang kawasan Taman Nasional Meru Betiri dengan tiket masuk 7500 rupiah sampai ke Green Bay saja. Jika  melanjutkan perjalanan sampai ke desa Sukamade harus membeli tiket satu lagi seharga sepuluh ribu rupiah. Tiket ini adalah tiket pengawasan katanya karena perjalanan ke Sukamade melewati medan yang berat dan sepenuhnya melewati hutan liar dan kebun karet.Tidak ada kendaraan umum di sini kecuali mobil ranger atau truk menumpang truk penduduk sukamade dari kota kecamatan yang membawa perbekalan penduduk. kawasan  pantai Sukamade yang terkenal dengan penangkaran penyu dan hutannya yang masih perawan.

Green Bay atau Teluk Ijo

Teluk ijo merupakan teluk tersembunyi di balik hutan alam dan tertutup oleh tebing serta bukit-bukit karang. Menuju lokasi bisa menggunakan perahu nelayan dari pantai Rajekwesi atau dengan berjalan kaki dari parkir atas kawasan wisata Teluk Ijo. Jika air pasang tidak ada pilihan kecuali berjalan kaki kurang lebih satu kilometer menuruni tebing dengan kemiringan lebih dari 60 derajat yang lumayan licin menembus hutan. Kali ini kami terpaksa menempuh jalan darat karena tidak ada perahu nambang, katanya ombak lagi pasang.

Green Bay Diintip dari Atas Tebing


Papan Nama di Parkiran Teluk  Ijo untuk Pejalan Kaki


Add caption


Melelahkan
Tetapi Sayang untuk Dilewatkan

persis seperti yang diberitakan, alami



                                                               Perjalanan balik lebih melelahkan karena naik kembali ke bibir tebing, di kaki gunung Gumitir. Tetapi rasa puas menyaksikan keindahan Teluk Ijo menghapus segala kelelahan.




Menuju Desa Sukamade

Perjalanan berikutnya adalah ke Pantai Sukamade. Jam setengah tiga WIB kami melanjutkan pejalanan menuju desa Sukamade. Jarak desa Sukamade dari Green Bay hanya 13 km tetapi jalan berbatu yang mendaki dan tidak rata membuat perjalanan ini sangat lamban dan melelahkan. terutama bagi driver mestinya. Sepanjang perjalanan hanya hutan rimba dan jurang-jurang dalam yang tertutup pohon-pohon besar dan semak belukar. Beberapa kawasan  merupakan hutan lindung dan kebun karet. Di antara tanaman karet yang masih muda ditanami kacang tanah oleh penduduk Sukamade. Suara burung liar tardengar di segala penjuru dan sesekali ada juga ayam hutan berkelebat dan berada di jalan seperti mencari kehangatan.



Setelah melewati puncak kawasan Meru Betiri akhirnya jalan mulai menurun dan menurun menuju daerah perkebunan desa Sukamade. Pemandangan hutan karet yang rapi dan nyaman. Ada seekor anak biawak di rerumputan sedang bermain. Siapa yang menyangka di bawah itu di kawasan yang terang di balik gunung ini ada sebuah desa. Sangat sulit transportasi bagi mereka apalagi jika hujan, truk juga tidak ada yang ke kota. Ada empat buah sungai yang harus diseberangi kendaraan ke Sukamade. Karena itulah bila air sungai meluap jalan terputus.

Daun Karet Berguguran


Daun Karet Kering Menunggu Angin Bertiup




  Kami sudah di dataran rendah dekat desa Sukamade, menyeberangi sungai mengambil jalan pintas menuju objek, pantai Sukamade,  Jam enam sore kami sampai di wisma Sukamade milik  TNMB. Sudah ada dua mobil ranger di sana membawa turis dari Perancis katanya. Tidak lama kemudian datang lagi dua ranger dan selepas magrib datang lagi satu ranger.

Syukurlah malam ini banyak teman di tempat yang sepi ini.Setelah istirahat, mandi dan makan malam kami ngobrol rame-rame di teras wisma sambil bergurau sambil menunggu acara.

 Tepat jam setengah semblan kami dikumpulkan untuk briefing di halaman kantor. Sepertinya hanya kami berdua wisatawan lokal sedang yang yang lain adalah turis mancanegara dan ranger atau pemandu wisata lokal untuk acara di Sukamade ini. Intinya malam ini kami akan menyaksikan  penyu bertelur sejak dari pendaratan penyu lalu penyu mengambil lokasi bertelur, kemudian menggali lubang selanjutnya bertelur sampai selesai dan menutup  kembali lubang itu  sampai akhirnya penyu meninggalkan pantai dan kembali ke laut.  Kami harus mengikuti beberapa aturan yaitu tidak berisik, tidak menyalakan  cahaya ponsel dantidak boleh melhat penyu dari arah depan. Untuk mengambil foto nanti ranger yang mengatur. Begitulh dan selanjutnya kami diajak memasuki kawasan hutan sejauh 700 m untuk sampai ke pantai. 
Makan Malam dengn Tahu Tempe Telur dan Sup


Briefing sebelum ke Pantai
Menemukan penyu di pantai tidak semudah menemukan penyu di kebun binatang hehe. Setelah menunggu cukup lama di pantai dekat pintu masuk pantai tidak ada yang menemukan, akhirnya salah seorang ranger memberi tahu lewat radio panggil bahwa ia menemukan penyu di satu setengah kilometer ke arah timur. Kami harus bergegas karena penyu sudah mulai mengali lubang. Dengan setengah berlari  kami menyisir pantai. Berjalan di pasir yang tebal memang sedikit sulit tetapi harus tetap berjalan dengan cepat agar tidak tertinggal rombongan, apalagi langkah bule lebih cepat dari kami. Terengah-engah itu pasti. Wah benar, beruntung ada penyu mendarat, itu kata ranger karena ada kalanya tidak ada penyu mendarat di sini. Berarti harus menginap lagi bila ingin menemukannya,

Penyu sudah Membuat Lubang

Telur penyu mulai Berjatuhan

Telur Perdana

Petugas Mulai Memunguti Telur



103 Butir Telur Malam ini

Setelah penyu selesai bertelur, penyu menggali lubang kamuflase di bagian depan tubuhnya. Ini artinya penyu berusaha mengecoh predator. Hahaha akal bulus rupanya, penyu memang bisa mengecoh babi hutan atau kera dan pemangsa lainnya tetapi mengakali manusia belum tahu dia akal manusia lebih bulus  darinya.

Mengubur Lubang Kembali
Ketika penyu itu mengubur kembali lubangnya selama lebih dari satu jam dengan kaki kataknya ada rasa kasihan padanya. Dia tidak menyadari bahwa telurnya tidak ada lagi. Tetapi ini merupakan jalan terbaik karena tanpa perhatian manusia keberadaan penyu bisa cepat punah. Penyu yang datang ini adalah penyu yang dulu terlahir di sini, di pantai ini atau penyu yang pernah ke sini lima tahun sebelumnya. Penyu ditandai dengan chip berupa cincin di jari depan kirinya dengan tanda angka tanggal dan tahun. Dan penyu yang kami lihat malam ini masih menggunakan chip itu. Umur penyu ini sudah lebih dari 25 tahun dan dia bertelur pertama kali pada umur 25 tahun. panjang umur penyu antara 100 sampai dua ratus tahun.

Diperkenankan Berfoto Satu Kali Saja
 Penyu yang kami temui adalah jenis penyu hijau. Selain penyu hijau ada dua jenis penyu lain di sini yaitu penyu belimbing dan penyu....ah lupa.. penyu sisik!
Meninggalkan Lubang Kembali Menuju ke Laut

Sampai ke Air

Time to Say Good Bye
Kami memang beruntung, ketika kami kembali ke mess kami menemukan empat jejak kaki penyu yang baru saja meninggalkan daratan. Artinya secara hampir bersamaan proses bertelur mereka terjadi. Jadi ketika kami berjalan menuju sasaran mereka baru mendarat juga. Dan kami masih menunggu beberapa saat lagi ada penyu masih bertelur dekat pintu masuk hutan lagi. Tetapi mengamati prosesnya tidak diperbolehkan lagi. Cukup satu kali.

Melepas Tukik di Pantai

Tukik adalah sebutan anak penyu yang masih imut-imut. Tukik ini ditetaskan di penangkaran secara semi alamiah, artinya telur penyu ditetaskan dengan cara menanam di pasir sebagaimana di alam liarnya tetapi dilindungi dalam sebuah bangunan berdinding separuh jeruji kawat sebagaimana kandang burung dan beratap untuk melindungi dari predator. Hasil pemungutan telur semalam di tanam di tempat penangkaran ini dengan  tanda dan identitas tanggal dan waktu.
Setelah menetas penyu dimasukkan ke dalam bak semen sampai tumbuh menjadi tukik yang kuat untuk bertahan di alam liar. Tukik inilah yang akan kami lepas sebagai atraksi di pantai pagi ini.

Jam enam pagi kami sudah berkumpul untuk briefing, mendaftar lagi dan mengambil tukik. Tukik diambil sejumlah anggota rombongan dan dimasukkan ke dalam ember kecil. Kembali menyusuri huta kecil menuju ke pantai tanpa berisik karena burung-burung di sini sedang berkelebatan dan tidak boleh diganggu.











Kembali menyusuri hutan yang semalam kami lalui. Hutan ini rimbun dan jalan menuju ke pantai cukup lebar sehingga terasa nyaman jalan beramai-ramai. Dan wow luasnya pemandangan selepas gebang dengan panorama pantai berpasir lembut memanjang sejauh 3.5 km. dan pintu masuk pantai ini berada tepat di tengah bentangan garis pantai ini.
Kami mendekati pantai sampai di permukaan pasir yang padat karena masih basah. Lalu siapa yag mau melepas dipersilakan mengambil dan melepasnya. Penyu itu berjalan perlahan dan ragu-ragu.
tetapi semakin mendekati air ia mempercepat langkah, berhenti sebentar lalu berlari sampai ombak menerpanya dan hilanglah tukik-tukik itu bersama ombak.






Setelah pelepasan tukik selanjutnya acara bebas menikmati panorama dan berfoto. Jam delapan sudah kembali ke mess untuk bersiap kembali atau melanjutkan perjalanan ke tempat lain.




Tanda pintu Masuk ke Area Mess Penangkaran
Bersama matahari bersinar kami sendiri-sendiri memasuki hutan untuk menikmati keindahan pagi dengan suara burung-burung yang merdu di kehenigan.


Maksudnya Dilarang





Perjalanan Kembali ke Banyuwangi
 Perjalan pulang kami melewati trekking berbeda sambil melihat desa Sukamade. Desa kecil dengan jumlak 300 kepala keluarga. Rumah-rumah petak bergandengan menjadi ciri khas rumah perkebunan. Sebagian mereka memang pegawai perkebunan serta buruh perkebunan. Mereka bebas bercocok tanam di lahan perhutani dengan cara membuka ladang dari semak-semak yang ada. Karena itu mereka juga bertani palawija terutama kacang tanah. Suasana desa sunyi dan damai tidak banyak tampak orang berkeliaran. Tidak ada pasar atau toko di sini, hanya ada warung-warung kecil yang menjual sembako dan snack. Walaupun begitu harga barang kebutuhan di sini sama dengan di kota kecamatan, hal ini disebabkan daya beli masyarakat yang rendah.

Jalan kembali lebih jauh 3 km dari sebelumnya dan menyeberangi empat sungai. Ini lebih mengasyikkan walau lebih lama.

Sungai satu

Sungai 2


sungai 3


Merasakan Sejuknya Air Sungai Sukamade


Bertemu dengan National Geogaphic lagi saat Istirahat di Green Bay


Kembali Melewati  Kawasan Perkebunan Sungai Lembu