Saya tersenyum membacanya karena mendapatkan perhatian yang begitu besar darinya.
saya menghargainya sebagai sebuah hadiah yang diberikan secara diam-diam pada saya.
KESEPAKATAN
Engkau mengkristalkan semua hasratku
yang karenamu ada berjuta alasan
Hingga terukir namamu pada jendela nuraniku...
Engkau mengkristalkan semua hasratku
yang karenamu ada berjuta alasan
Hingga terukir namamu pada jendela nuraniku...
teramat berat bagiku menyelesaikan lipatan kata
Ketika rasa kita harus berkemas
Terlalu segera menatapmu
Dalam tunduk atas inginku, namun berhenti disini
Pada persinggahan bersihnya hati
Meski rupanya aku sendiri
Menjadi tersakiti karena kesepakatan ini
Kesulitan bagiku menghapus liku gaung ceritamu
Berpendar mendengar berat menelan suaramu
Sebab engkau terlalu ada, merantai dalam
tengadah pagi dan petangku
Semoga aku benar
Kurasakan cahaya bulanmu sempurna mengerdip
Maka, ijinkan aku menahanmu pada satu musim
Untuk membuat kemilauku seputih yang pernah kau sangsi
Selembut usapan awal kusebut namamu
Hingga keterkaitan persahabatan kita menjadi nyata
Waktu seakan melambat disisiku
Usai kita memilih menyimpan bulan
yang mengetuk dinding hati kita
bunga-bunga pagar jadi mengerling heran
batu-batu taman dan genangan gerimis beradu tanya
Oh, kembalikan dulu kepingan bulan itu pada malam
mungkin lain waktu, saat detik telah benar menuntun kita
pada ikatan yang lebih agung lagi mulia
bisa kau tawarkan kembali bulanmu padaku
hingga bait pesonaku menjadi utuh
terasa ada, nyata hanya menyebab padamu
Akhirnya telah kita sepakati kesepakatan terbaik malam ini
Sebelum kau tutup kotaku
Lalu kembali pada subuh kotamu
Namun maaf,
Andai seusai ini kau menjadi resah terganggu karenaku
Yang setiap kala memiliki jiwa perindu
Dan setiap itu pula memanggil diam-mu
Maka rajuklah aku
Untuk tidak menarik kembali
Bulan yang mengumbar rona persinggahan hati kita
Suka · Komentari · Bagikan
Namun penghargaan atas ungkapan puisi ini tidak cukup hanya dalam senyum, saya benar-benar sedih seolah saya sedang membaca kisah yang rumit. Bahwa waktu telah memutar berbagai lakon cerita namun pada titik jenuh ia memutar balik sedikit kisah lama dan itu terjadi tanpa sengaja.
Betapa sedihnya saya setiap kali ia tuliskan puisi. Itu puisi tentang saya, selalu tentang saya.
Saya menjadi begitu berarti baginya walaupun itu membuat hati saya pilu. Tak bisa berkata apapun tentang perasaan saya. Saya masih punya hati yang bisa saya lapangkan untuk kebaikan ini. Dan semai tunas itu tidak mungkin saya rusak. Saya harus mengakuinya sebagai tunas yang menyejukkan untuk dipandang. Meskipun saya tidak perlu menyentuhnya.
43 tahun telah berlalu dari kisah beberapa jam saja, dan itu juga hanya dalam tatap mata tanpa kata-
kata. Tidak pernah saya kira jika kini keinginannya untuk melihat saya lagi begitu besar. Melihat saya lagi setelah keadaan saya sangat berbeda dengan saya yang dulu saat ia melihat saya pertama kali. 43 tahun waktu yang sudah mengubah saya begitu rupa. Mungkinkah ia akan tetap merindukan saya setelah ini?
Ketika satu malam di pertengahan Juni ini ia menelepon saya saya teramat gugup berbicara. Suaranya terdengar terbata-bata juga seolah suara kelelahan. Saya bayangkan kami memang sudah terlalu tua untuk bercerita.
Dan itu juga sudah berlalu, tinggallah kenangan saja dan akan menjadi kenangan juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar