Sabtu, 27 Agustus 2016

Tereliminasi oleh Waktu




waktu adalah pedang yang melibas tahun tanpa ampun
memburu hari laksana topan
menyergap dari semua penjuru
lalu membelakangi dengan cepat dan berlari sambal berkata
"Selamat tinggal"





Jumat, 26 Agustus 2016

Gambar Alam Khayalan

Malam sudah larut kawan tetapi malam belum mengajak saya mengantuk. banyak berita sudah terbaca, trus apalagi kecuali iseng dan inilah hasilnya. gambar yang kekanak-kanakan.


Selamat berakhir pekan pembaca, semoga akhir pekan Anda memberi kehangatan dan bisa melepaskan segala kepenatan baik kepenatan fisik maupun mental. Dan selanjutnya Anda kembali mengumpulkan semangat untuk memulai lagi aktivitas Anda minggu depan.
Begitulah seterusnya sampai segalanya secara perlahan melamban dan berhenti seiring dengan berkurangnya tenaga dan kesempatan kita.

Tenaga saya adalah tenaga yang tersisa tetapi saya senang masih punya kesempatan untuk mengisi hari-hari dengan bekerja. Bedanya sekarang saya bekerja untuk mengisi kekosongan guru di sekolah milik sebuah yayasan dan bukan sebagai guru pegawai negeri lagi. Saya sudah mengajar lima kelas, Cukuplah untuk empat hari kerja seperti yang saya minta.
Namun... kali ini saya sedang dalam pertimbangan untuk menyanggupi sebuah permintaan dari yayasan yang sama untuk mengajar di tingkat sekolah menengah pertama.

Saya belum menjawab tetapi saya sudah merasakan ketegangan membayangkan bagaimana sulitnya mengahdapi anak-anak baru menginjak remaja awal. Segera saya browsing untuk melihat silabus dan RPP dan memang dari segi materi bisa dipelajari dengan mudah. Yah tunggu minggu depan, akhir dari kebimbangan akan terjawab.

Minggu, 21 Agustus 2016

Pantas dan Tidak Pantas adalah Opini

Mengenang masa-masa kecil anak-anak rasanya aku ingin tersenyum dan menerawangi dunia lama yang sudah tertinggal, bahkan banyak jejaknya yang sudah terhapus. Tetapi apalah artinya jejak selain hanya hanya menandai bahwa kita pernah melewatinya. Di jalan yang mulus tak tertinggalkan jejak. Hanya jalan berdebu yang menggambar jejak  itu.

Sekarang saya harus menyadari bahwa banyak hal baik yang sudah saya dapatkan. Untuk orang tua seperti saya semua yang saya dapatkan saat ini sudah lebih dari cukup. Apa yang kami tanam sudah kami tuai, dan buah itu lebih baik dari bibit yang kami tanam. Bukan perihdial harta atau kekayaan tetapi lebih dari itu, ketenangan dan kenyamanan hari tua, dan ini tidak terlepas dari apa yang diciptakan oleh anak-anak. Ketenangan dan kebahagiaan dengan segala kecukupan hidup mereka.
Saya tidak mau melihat kekurangan pada mereka karena hal itu tidak ada artinya, tidak bisa merubahnya. Hanya mereka sendiri yang bisa memperbaiki kekurangan itu. Saya hanya bisa berharap pada suatu saat segala kekurangan itu akan tercukupi.

Nikmat dan karunia Allah tidak akan saya kurangi sedikitpun. Kehidupan harus berjalan lebih baik dan menyenangkan. Usia tidak boleh mempersempit hati dan mengecilkan semangat. Tidak perlu mengubah semua nilai dan terlalu berpikir tentang pandangan orang lain terhadap langkah kita.

Saya masih ingat ketika saya mendaki dan saya sendirian karena terpisah dari tim, ketemu berkali-kali dengan seorang Bapak karena kami beriringan tetapi saat mengambil jeda istirahat tidak sama waktu sehingga terkadang saya menyalib atau dia yang menyalib. Pas kami kelelahan dan istirahat bersama dia bilang jangan-jangan saya cuma sendirian.  Dia mencurigai saya bohong lalu mengatakan saya nekat dengan nada menyalahkan saya yang kelelahan.
Lalu saya berpikir barangkali memang saya sudah tidak pantas ada di gunung. Tetapi persetan, saya masih merasa muda untuk berada di sana sekalipun menjadi orang tertua di setiap pendakian. Mengapa? Karena saya sudah tahu bahwa ada seorang pendaki perempuan dari Jepang yang bisa sampai ke puncak Mount Everes pada usia 71 tahun.

Orang yang memandang pantas dan tidak pantas adalah orang yang tidak bisa bicara dan melihat fakta. Pantas dan tidak pantas hanyalah hasil opini. Karena itulah saya tidak peduli.
Saya merasa puas dengan apa yang saya sukai selama tidak mengganggu orang lain.

Pembaca, sore berangsur petang di sini, kopi saya sudah tandas dan saya akan kembali ke dalam rumah. Selamat petang


Halal Bihalal di Bedugul

Sebenarnya acara ini sudah sebulan berlalu, tetapi baru hari ini saya ingin memostingnya  karena ya ingin saja menampilkannya daripada vacuum postingan. Acara ini adalah acara halal bihalal yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Propinsi Bali. Acara berlangsung cukup meriah karena masing-masing pegawai dan guru  yang ada di bawah naungan Kementerian Agama hadir secara mandiri sehingga peserta umumnya hadir bersama keluarga. Acara berlangsung meriah karena ada acara permainan dan perlombaan secara spontan dan juga hiburan. Acara makan siang ya tanggung jawab masing-masing undangan. Jadi kami juga membawa makanan serta minuman. Kami berempat dengan kepala sekolah dan anak-anak. Sedang kawan-kawan lain juga membuat kelompok sendiri bersama keluarga mereka. Acara seperti ini sangat baik untuk membangun kedekatan dan semangat kami. Dan acara kekeluargaan seperti  ini untuk kesekian kalinya saya ikuti sejak saya bergabung dengan sekolah di bawah Kementerian Agama Provinsi Bali.
Menyenangkan



Rabu, 17 Agustus 2016

Difgahayu Indonesia 71

Dirgahayu Indonesia 71


Semoga negeriku tetap jaya, tetap menjadi Ratna Mutu Manikam di Katulistiwa, menjadi Mutiara Katulistiwa selamanya. Walau negeri ini sudah tidak berhak lagi mendapat sebutan negeri yang gemah ripah loh jinawi tetapi bangsamu tak pernah kehilangan rasa cinta kepadamu. 

Bagaimana bangsa Indonesia tidak bisa menyintaimu, tanahmu elok di mana-mana, lautmu cantik,  dan gunungmu setia menjagamu. Sekalipun hutanmu tak serimbun dulu dan satwamu tak seberagam dulu kami tetap merasa betah dan tak mau meninggalkanmu karena di sinilah darah kami tumpah mengawali hidup, dan paru-paru kami mengembang menghirup udaramu.
Biarpun banyak orang meninggalkanmu karena engkau tidak bisa memberi kepuasan kepada mereka, itu urusan mereka karena sejatinya mereka juga kehilangan satu bagian yang penting dari dirinya yaitu cinta.

Jika saja mereka mau dan bisa memberikan sedikit dari perhatiannya untuk menikmati bagaimana elok tanahmu dan melupakan kekuranganmu pastilah mereka merasakan betapa nyamannya hidup
di sini, di Tanah merdeka. Tanah yang sudah diperjuangkan oleh para pembela bangsa dengan tetesan darah di setiap jengkalnya.
Kami hanya penikmat. penerus kelangsungan negeri ini. Jika kami tidak bisa berbuat untuk membela dan menjagamu dari kehancuran maka kami masih bisa menjunjung tinggi martabatmu di hati kami dan menyintaimu sampai nafas kami yang terakhir.

Dirgahayu Indonesiaku









Jumat, 12 Agustus 2016

Sore di Tamansari

Selamat sore. Cuaca masih tidak menentu ada sinar matahari ada hujan berjalan beriringan dan ini memberikan citraan tersendiri, didukung oleh hembusan angin serta kicauan burung. Burung-burung gereja itu lagi santap siang tampaknya, riang memanggil-manggil temannya untuk berbagi.
Masih berpikir apa yang harus saya prioritaskan pada libur ini, tak ada keinginan bekerja menyiapkan perangkat mengajar. Barangkali ini mesti ngopi dulu ya. Tetapi hari-hari kemarin selalu mengawali sore dengan secangkir kopi juga sepulang kerja, jadi apa bedanya. Ah biarlah apa mau hati saya biarkan saja ikuti sampai ia balik dan mau diajak bekerja. Tetapi walaupun begitu saya berterima kasih juga kepadanya karena pada rapat kemarin nama saya disebut sebagai orang yang pertama mengumpulkan kerja untuk tahun lalu disusul kepala sekolah dan yang lain tidak mengumpulkan program. Ternyata hati saya baik juga yah, GR.Tapi percayalah tidak lama setelah ini saya pasti bekerja, tidak sanggup menyimpan tugas di kepala. Ini memusingkan dan mengganggu saya untuk bersenang-senang dengan hobi. Saya ingin menggambar lagi setelah yang satu selesai. Terlebih gambaran saya sudah diterima penikmatnya. Dan gambar lama sudah saya retsorasi menambal kekurangannya. Jadi saya sudah berniat menyelesaikan tugas.



Nah, barusan terbuka pintu rejeki lagi, seorang teman lama memesan souvenir untuk pernikahan putrinya. Tetapi mungkinkah saya mengambil keuntungan, rasanya tidak. Walaupun begitu saya senang dimintai bantuan untuk itu.

Kamis, 11 Agustus 2016

Perubahan

Hujan adalah berkah karena itu jika ia turun pada malam hari bisa membuat tidur kita terberkahi. Terasa selimut kita menjadi selimut kehangatan yang nikmat untuk menyempurnakan tidur kita.

Selamat pagi pembaca. Tamansari pagi ini masih diguyur hujan tetapi bersyukur masih ada waktu jeda di antara periode hujan satu dengan periode berikutnya sehingga beberapa aktivitas di luar rumah bisa terlaksana.
Hari ini sebenarnya hari libur saya sampai dua hari kedepan. Sebenarnya ada beberapa rencana kerja yang seharusnya saya kerjakan tetapi belum ada mood untuk memulainya. Libur akhir tahun pelajaran yang panjang masih meyisakan suasana hati yang santai dan bermalasan. Tetapi tidak demikian dengan perilaku fisik saya, tidak ada santai dan kemalasan. Pekerjaan rumah, sekolah bahkan pekerjaan yang menjadi hobi jalan saja. Inilah nikmat yang Allah berikan kepada saya, kemudahan dan kesenangan yang membuka pintu rejeki.

Beberapa perjalanan silaturahmi ke kerabat dan wisata juga membuka banyak kemudahan di setiap persoalan saya, persoalan kecil yang terjadi sewaktu-waktu.

Pembaca, banyak orang bilang bahwa orang yang sudah tua itu sulit memperoleh kewibawaan dan penghormatan. Boleh jadi begitu, tetapi sebenarnya orang tua kan tidak lagi memerlukan dua hal itu.
Memiliki kesehatan dan kesenangan saja cukup dan memiliki kebanggaan itu sebagai pelengkap.
Saya sudah memiliki ketiganya. Sehat, senang dan bangga.

Dulu saya takut menjadi tua karena takut tidak berharga, takut menyusahkan dan takut buruk rupa hahaha. Pernah terbesit dalam keinginan bahwa jika Tuhan mengizinjan saya mau umur saya sampai di 60 saja. Tetapi apa yang terjadi, Ternyata setelah usia itu tiba justru saya merasakan sedang memulai kehidupan yang baru, yang tidak kalah indahnya dengan kehidupan mereka yang masih muda. Semangat hidup yang tinggi sehingga lupa bahwa saya sudah renta. Tahu perubahan sudah sangat jelas terjadi pada jasmani, tetapi seiring perubahan fisik terjadi juga perubahan mental. Saya tidak takut atau malu lagi menjadi tua. Pergerakan saya semakin bebas dan jiwa saya juga lebih merdeka. Terlebih lagi anak-anak saya yang membanggakan selalu menjadi inspirasi dan motivasi saya untuk tetap muda dalam semangat.

Berbicara tentang anak, jujur saya juga berhadapan dengan masalah satu anak, bukan anak saya sebagai sumbernya tetapi pasangannya.
Tetapi saya harus melupakan masalah itu. Tidak ada gunanya terlalu memikirkan hal itu karena mereka sudah memilih jalannya sendiri.

Hujan kembali turun, deras mengalirkan air kemana-mana. Di balik pagar tembok terdengar anak-anak SD riuh bermain di kelasnya. Sejak pagi mereka belajar meyanyikan lagu kebangsaan dan lagu nasional, cocok dengan situasi saat ini, bulan Agustus, bulan memperingati hari kemerdekaan negeri kita. Dua di antara mereka yang riuh rendah itu adalah cucu saya. Mereka juga sumber semangat yang saya rindukan setiap hari. Tetapi ayah mereka yang sombong menjadi hambatan keakraban kami. Karena itu pertemuan kami hanya selintas saja setiap hari yaitu saat mereka mampir untuk minta uang jajan dan makan kue yang saya sediakan. Ini adalah warna hari-hari saya dengan mereka.
Sejak ayah mereka datang kami tidak bisa lagi ke pantai bersama, berenang atau bepergian.


pembaca, ada cerita saat saya mendaki di G Lawu bulan lalu. Ketika saya sedang menempuh medan yang ekstrim sendirian dan badan sudah terasa sangat letih dan tidak ada pilihan untuk berhenti atau beristirahat sebab jalan itu hanya jalan setapak yang rimbun terjal menyisir jurang. Yang saya ingat adalah kata-kata dua anak laki saya, dan saya hanya bergumam dalam hati 'Seharusnya saya mendengar kalian, ini menakutkan dan berbahaya', selanjutnya saya hanya bias berdoa dan sesekali mengucapkan salam. Saya merasa ada makhluk lain di sekitar tempat saya berada karena tiba-tiba kepala saya terasa besar setelah bulu kuduk saya berdiri. Itu terjadi di sebuah tikungan tajam lekukan badan gunung di ketiggian.
Saya harus mengerti kekhawatiran mereka, dan saya harus bisa menguasai diri untuk keselamatan diri saya. Begitu juga saya juga berpikir bagaimana jika sampai hari gelap saya belum sampai pos tiga. Melihat begitu sulitnya medan sekali lagi saya yakinkan diri saya tidak boleh takut, saya sudah membawa lampu, jas hujan dan makanan, yang penting ikuti saja jalan. Toh pendaki itu berjalan tak mengenal waktu. Begitulah semangat dan perhatian anak itu mampu membangun keberanian saya.

Saya bersyukur pada umumnya pendaki-pendaki muda menghormati saya di manapun saya bertemu mereka. Dengan senang hati mereka mengambil foto bersama saya. Beberapa anak perempuan mengatakan ingin seperti saya, tetap mendaki di usia lanjut. Menawari saya air atau kue-kue. Menawari jas hujan, senter dsb. Sungguh kenangan tak terlupakan.









Sabtu, 06 Agustus 2016

Mendaki Gunung Lawu

Empat hari setelah lebaran kami putuskan naik gunung saja. Ada dua pilihan yaitu G Panderman atau  G lawu.  Akhirnya kami pilih Lawu karena sejak semula kami sudah berencana ke G lawu, sedangkan pilihan Panderman dikarenakan ada dua peserta pemula yang ikut yaitu dua keponakan yang masih SMP.

Singkat cerita kami berangkat dari Bojonegoro jam sepuluh pagi dan sampai di Basecamp Cemoro Kandang jam lima sore. Sehabis makan malam kami langsung beli tiket masuk Taman Nasional Gunung Lawu. Enam orang perorang sepuluh ribu rupiah. Beberapa pendaki sudah berkumpul di aula yang sudah tersedia untuk pendaki yang akan start pagi. Tetapi kami diperbolehkan menginap di musola. Tengah malam bergabung lagi empat pendaki dari jogja. Udara sangat dingin jadi kami tidak bisa tidur nyenyak. Jam enam kami meninggalkan Cemoro Kandang. Mula-mula jalanan biasa saja dengan melewati hutan lindung sampai pertengahan pos satu dan setelahnya sekalipun belum terlalu mendaki jalanan mulai sulit dilalui karena kita mengikuti jalan aliran hujan yang berliku dan panjang di antara semak dan pepohonan perdu. Perjalanan menjadi lamban dan mudah capek.






Sempat kaget mengira ini penunggu G Lawu



  
Perjalanan dari post 1 ke pos dua 



Selalu ada yang minta foto bersama









Perjalanan menuju Pos 3

Tidak tahu berapa jarak waktu yang saya tempuh dari pos dua ke pos tiga, sangat lama dan melelahkan. Rasanya hari hamper sore tetapi tak juga sampai/ dan setiap kali berpapasan dengan mereka yang turun jawabnya selalu sama, masih jauh. dua jam lagi. saya mulai gelisah karena saya lupa bawa headlamp sedangkan saya tertinggal jauh dari tim. Sampai akhirnya saat bertemu dengan pendaki yang turun saya terpaksa mengutaran kesulitan saya dan meminta tolong untuk membeli salah satu senter mereka. Dua orang anak muda membuka tas mereka, yang seorang mengeluarkan senter kecil tetapi teman lainnya bergegas memberikan lampu tenda agar lebih terang. Saya ulurkan uang seratus ribu tetapi mereka bersikeras memberikan saja. ya tidak berdaya saya saling menolak. Jadi saya hanya bias berterima kasih dan mendoakan mereka mendapat ganti yang lebih banyak dari yang dia berikan. Yang jelas mereka tahu saya sangat senang. Kami berpisah dan saya melanjutkan perjalanan.
Treking pos dua ke pos tiga bervariasi tetapi lebih ekstrim dan rawan jatuh ke jurang bila tidak hati-hati/



jeda dari kesunyian dan kelelahan

jalan berpagar bunga putih ini enjadi hiburan

di sini saya merayap seperti kura-kura




Bunga Liar di Alam Liar, Cantik

Pos 3 tiba-tiba muncul dalam pemandangan dalam senja, Alhamdulillah...syukur saya sampai sebelum gelap. Ada tiga tenda sudah berdiri termasuk tenda kami, dan mereka sedang membuat kopi jadi saya langsung saja gabung.
 Tak terkata lega rasanya dan sudah membayangkan rebah di tenda. Namun ternyata tidak bisa. udara sangat dingin dan angina kencang membuat kami gelisah. Tetapi memang selalu begini saat berada di gunung. Kami sempat berbincang dengan mereka yang ada di sana. Biasa saling tukar pengalaman gunung-gunung mana yang pernah kami daki.


Tak peduli penampilan, cuapek

Segera berlindung dalam tenda, malam tiba


Malam merayap perlahan dan pasti dingin juga mengikuti, tetapi sebelum tengah malam area pos tiga sudah menjadi area full tenda. Terdengar percakapan di sekeliling menjadikan kesunyian itu sedikit hangat dan menenangkan. Kami berenam berdesakan dan itulah nikmatnya saling menghangatkan.


Selamat Pagi Pos Penggek



Kami bangun kesiangan semua, dingin yang berangsur reda menyenyakkan tidur menjelang pagi hari sehingga kami solat subuh kesiangan. Saya bertayamum dengan tisu basah saja karena sumber air yang hanya berupa rembesan kecil dari batuan tidak cukup untuk berwudlu. Untuk dikonsumsi saja tidak mencukupi pada saat pagi hari karena saat sepeti ini semua penghuni tenda memerlukannya  untuk memasak dan melap perabot.

Ketika keluar tenda cuaca sudah terang dan terlihat di samping pos yang merupakan bangunan berdinding dan beratap seng, papan bertiang bertulis 'Pos Penggek, 2819 mdpl'.
Ada rasa senang pada diri kami masing-masing karena tidak tersadari perjalanan ke puncak tinggal 400 meter di atas pos ini.




Selanjutnya kami mengabil beberapa foto sebelum masak dan sarapan.






Selamat Tinggal Pos Penggek

Mereka sedang bersiap melanjutkan perjalanan Ke Puncak




Tetapi kami harus turun karena dua pendaki pemula ini tidak sehat setelah kecapaian dan kedinginan. Semangat muncak masih membara sebenarnya mengingat sudah setinggi ini dan begitu sulitnya kami mendaki medan yang bagi saya cukup ekstrim dan menguras tenaga, apalagi kami pergi tanpa porter. Ya ......... sudahlah, tidak semua keinginan harus terpenuhi sekalipun upaya sudah dilakukan. Dengan perasaan senang juga kami turun setelah sarapan. Sementara ada satu keluarga lain juga memutuskan turun karena di sana juga ada 3 anak-anak



Ternyata perjalanan turun di sini hampir sama sulitnya dengan jalan mendaki karena terus menyusuri jalan air hujan yang licin.  Hanya di jalan yang landai saat menyisir pinggang-pinggang gunung kami bisa sedikit bersantai sambal mengambil foto'





Akhirnya senja kami sampai kembali ke basecamp


Saya langsung menuju warung makan yang ada di depan basecamp pesan nasi soto, sate kelinci, jeruk panas, sepiring tempe mendoan dan tahu goring sambal menunggu yang lain.

Sehabis solat maghrib kami meninggalkan Cemoro Kandang Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Kami berpisah di Ngawi dan berdua dengan keponakan kami pulang kembali ke Bojonegoro. Jam Satu dinihari kami sampai di rumah dengan tetap semangat dan penuh rasa bangga, terutama keponakan saya sebagai pendaki pemula.