Senin, 28 April 2014

Sejumput Bahagia

Untuk muridku di Sana
      
Aku ingin berpegangan tangan  menuruni bukit denganmu
Memandangi rumput ilalang berbunga
Yang menari lembut mengikuti udara yang bergerak

Aku ingin berpegangan tangan sambil  memandangmu
Di antara derai tawa dan cerita kita
melepas rindu membunuh  nestapa

Namun kapan itu kan terjadi aku tak tahu
Bisakah kamu katakan cantik saat bunga-bunga  bermekaran di sana?
Bisakah kamu bilang indah ketika kabut melintasi kepala kita?

mungkin tidak...karena
kamu terlalu sibuk dengan huruf dan angka dibanding  berbagi rasa
atau terlalu suntuk bermain tanpa guna
Dan kamu lupa bahwa hidup ini terlalu singkat

Aku ingin berpegangan tangan denganmu melintasi hutan kecil
Mengayun langkah sambil bersenda                                                                                                       
Dan mentari tak menemukan kita lagi
terbenam di gelapan  dedaunan

Aku ingin berpegangan tangan denganmu sambil tertawa bahagia
menjalin jari jemari kita yang hangat
melupakan segala nestapa

Dan itulah sejumput bahagia yang  melengkapi  hari-hari kita





   Di kaki Gunung Batukaru


 


               

Sabtu, 26 April 2014

Bukan Kekalahan yang Sia-Sia


Seperti matahari yang tidak pernah bosan terbit dari balik bayangan, membuka jendela dan menatapnya setiap pagi juga tidak pernah membosankan. Semangat yang tergesa-gesa  berpacu dengan cahaya matahari menyinari bumi. Dan sisa bulan separuh lingkaran menambah gairah saya menyambut hari ini.



Selama masih mempunyai kewajiban rutin, kerja, semua ini selalu menjadi inspirasi. Tidak tahu nanti.
Apakah saya masih akan melihatnya sebagai hal yang menarik apa tidak.
Kawan,
Sekuat apapun keinginan setiap orang untuk bisa tetap bersemangat, kehilangan kebiasaan pasti akan merasa sulit. Mungkin pada awalnya atau bahkan seterusnya. Tetapi segala yang dilalui manusia dalam kehidupannya adalah proses. Jadi saya juga sedang menuju dan menjalani proses itu.

Saya sudah berusaha menggunakan waktu yang saya miliki sebanyak mungkin. Untuk semuanya yang bisa saya miliki baik itu berguna bagi orang lain maupun tidak, baik itu untuk kepentingan saya atau tidak. Saya merasa sudah cukup mendapatkan karunia semesta, yang mungkin lebih dari apa yang didapatkan sebagian orang.

Saya begitu menikmati hidup ini, tidak hanya pada kesenangannya tetapi juga pada penderitaannya. Walaupun saya tidak berani membayangkan lagi penderitaan itu. Saya sudah menguburnya dalam-dalam meskipun  hal itu tidak bisa mengembalikan perasaan saya seperti semula.

Hari-hari selanjutnya adalah harapan saya untuk bisa menyelesaikan pengalaman saya dengan sebaik mungkin.  Kehilangan saya harus saya ganti dengan pengalaman lain yang lebih baik. Dan saya yakin bisa karena kebisaan itu juga mengikuti kehendak dan kemauan kita. Apa yang kita maui kemarin tidak sama dengan apa yang kita mau hari ini dan seterusnya. Jadi saya tidak perlu mengerjakan sesuatu dengan kekuatan yang sama seperti kemarin.

Pembaca, saya menyadari semangat saya sudah tidak sebanding dengan kemampuan saya. Tetapi saya masih punya target untuk melengkapi pengalaman saya yaitu sekali lagi mendaki Gunung Ijen  pada bulan depan, dan jika Tuhan menghendaki juga, saya akan menggenapi usia saya dengan mendaki Gunung Semeru pada bulan Juni. Doakan saya mampu mendekati puncak Mahameru.



Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
.................................................. ..................................................
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah jauh dari cinta sekolah rendah
dan ada sesuatu yang tak bisa diucapkan
 sebelum akhirnya kita menyerah


Kurang lebih begitulah kata khairil Anwar tentang hidup. Kekalahan.
Dan saya akan kalah melewati pertandingan. Bukan kekalahan yang sia-sia.


Sabtu, 19 April 2014

Bahagia itu Sederhana






Selamat pagi dari Tabanan kawan. Matahari masih bersembunyi dari balik bukit ketika saya membuka jendela pagi ini. Minggu yang cerah diramaikan oleh suara berbagai burung di pepohonan. Dan bunga kamboja yang berguguran di rumput melengkapi keindahan pagi ini.

Saya menikmati secangkir teh dan sepiring bubur untuk mengurangi rasa lapar sehabis bangun tidur lalu menyelesaikan beberapa pekerjaan kecil. Hari ini hari milik saya. Setumpuk koreksian baru dua kelas yang saya kerjakan, jadi masih tiga kelas lagi. Saya senang dengan hasil koreksian saya karena nilai yang mereka dapatkan secara umum bagus. Dan saya yakin ini nilai murni karena saya mengawasi mereka dengan seksama saat ulangan.

Barangkali laporan tengah semester kemarin dengan nilai mereka yang asli termasuk nilai di bawah rata-rata, serta laporang nilai afektif dan psikomotor yang saya tulis apa adanya termasuk nilai dengan predikat C, itu  sudah membuat mereka jera. Memberi nilai begini bukah hal yang mudah, walaupun hanya untuk nilai tengah semester karena tidak semua wali kelas mau menerima. Perlu melakukan pendekatan dengan hati-hati kepada mereka karena para wali kelas juga ikut bertanggung jawab. Kalau kita salah memberi pengertian kepada wali kelas, boleh jadi mereka justru akan mengadu kepada sejawat lain atau bahkan kepala sekolah.

Tetapi syukurlah kali ini tidak ada masalah, termasuk protes dari murid. Ada dua anak perempuan yang bertanya tetapi  setelah saya perlihatkan deret nilainya dan membandingkannya dengan kawan-kawannya dia bisa menerima.

Rasanya mereka semakin dekat dengan saya, kami sering juga membahas sesuatu atau berbagi cerita singkat di dalam jam istirahat jika saya tidak beristirahat di ruang guru yang letaknya cukup jauh dan harus menuruni tangga dan panas pula. Mereka sudah faham kebiasaan saya ini.

Bekerja tanpa beban memang menyenangkan dan nyaman. Semuanya ada waktunya, bekerja dan bersantai, bermonopoli dan berbagi. Tetapi berkompromi soal hasil belajar perlu hati-hati jika tidak ingin membunuh semangat dan kemauan belajar mereka.










Memunguti Bunga Kamboja.









Pembaca, angin sejuk mulai berhembus memasuki ruang kamar saya.
Kebahagiaan memang sederhana, maaf saya mengutip dari salah satu status teman saya di facebook dan di BBM. Sudah dua kali saya temukan kalimat ini dari penulis yang berbeda, berarti itu benar.
Mungkin suasana pagi ini juga termasuk kebahagiaan yang sederhana bagi sebagian orang. Dan jika Anda mau, saya juga mau berbagi dengan Anda asalkan Anda tinggalkan ruang Anda yang sempit, jauhi suara bising dari segala macam mesin, lalu dengarkan suara nyanyian burung serta rasakan hembusan angin di tempat yang nyaman. Serta bayangkan Anda sedang berbahagia. Di situlah kebahagiaan  yang sederhana itu. Selamat Pagi.




Tirtayatra Terakhir Bersama Mereka

Malam ini tiba-tiba saya menjadi sendu setelah seorang mantan murid mengatakan I love you Bu dan mendoakan saya agar Tuhan selalu melindungi saya di manapun saya berada. Kata-kata ini merupakan komentar atas foto kegiatan Tirtayatra kemarin bersama murid ke pura Ulun Danu Batur dan Pura Agung Besakih.

Saya telah menulis status sekaligus sebagai judul di atas foto-foto itu, Tirtayatra Terakhir Bersama Mereka. Dan saat itu murid itu bertanya, kenapa terakhir, Ibu mau kemana. Lalu saya menjawab, kemana ya, beristirahat...pensiun. Sepertinya dia kaget, dan aneh dia katakan kenapa begitu cepat. Dan itulah awal rasa sedih saya malam ini.

Berikut adalah foto-foto perjalanan tersebut :

Pemandangan Gunung Batur di Kintamani


Pintu Keluar Pura Ulun Danu Batur

Memasuki Pura

Melanjutkan ke Pura Besakih Menyisir Danau Batur
Kesibukan di Pura Agung Besakih

 Mereka bersembahyang secara bergantian dipimpin seorang pemangku.














Add caption

Rabu, 16 April 2014

Mengawas UN di Tempat dengan Panorama Indah

Tadi pagi adalah hari ketiga saya mengawas ujian, dan merupakan hari terakhir karena itu saya menggunakan kesempatan sebaik-baiknya untuk merekam kenangan ini.


Saya mengucapkan selamat pagi kepada tukang kebun yang sedang membersihkan halaman bersama-sama. Mereka yang saya jumpai pertama kalinya saat saya menikmati keindahan taman halaman depan. Udara dingin menusuk kulit dan saya mengejar bulan kesiangan di langit barat, sayang tak tertangkap kamera karena posisi bulan yang merapat di  antara dua pohon.




Beberapa murid datang menuju mrajan ( pura kecil ) untuk bersembahyang sebelum ujian melengkapi kedamaian pagi ini.



Melihat-lihat lebih jauh saya bertemu seorang petugas yang melepas bendera dan tentu saya sapa dengan selamat pagi juga lalu kami bercakap-cakap sejenak tentang situasi sekeliling. Saya salut, hanya ada empat tukang kebun dan tiga petugas ruangan untuk sekolah dengan area yang sangat luas ini tetapi keadaann lingkungannya sangat bersih dengan taman-taman yang tertata rapi seolah setiap tanaman selalu mendapat perhatian. Begitu juga dengan sanitasinya Wastafel di mana-mana dengan air yang mengalir.
Sangat mengesankan.











Pemandangannya menawan dan sepi dari keramaian karesa sekolah ini berada di kawasan persawahan dengan latar belakang pegunungan Batukaru.

Senin, 14 April 2014

Hadiah Pertama Hari Ini

Pukul 06.12 menit saya tiba di sekolah tempat saya mengawas ujian. Luar biasa menyenangkan suasana hijau di sekolah ini saat matahari akan terbit. Udaranya sejuk dan sangat nyaman seperti di dalam ruang ber-AC.

Beberapa orang panitia setempat menyambut kami dan berbasa basi sebentar. Ada tiga orang teman sudah berada di ruangan. Saya terkesan dengan keramahan tuan rumah yang menawari saya untuk melihat-lihat sekitar sambil menunggu pengawas lainnya yang belum hadir. Tentu saja saya sambut dengan senang hati, salah seorang mereka menunjukkan tempat yang paling tepat untuk melihat matahari terbit dari balik bukit yaitu di lapangan upacara. Saya langsung kesana dengan seorang teman. Dan, inilah hadiah pertama saya untuk hari ini.


Menjelang Matahari Bersinar
Lima belas Km bermotor pada pagi buta sudah sebanding dengan hadiah ini. Bersyukur saya tidak menggerutu mendapat tugas jaga di tempat sejauh ini.

Berikut ini foto-foto yang saya ambil sebelum saat bertugas dimulai.



Murid sudah di Dalam Kelas
Matahari mulai bersinar mengurangi dingin ketika acara pendahuluan dimulai di ruang panitia sekaligus ruang pengawas.

Beberapa pengarahan dari Kepala sekolah, ketua panitia UN dan Pengawas Independen dari Politeknik Bali.






Sempurna hari pertama ujian tidak ada satupun kejanggalan. Murid-murid SMA ini tertib dan santun. Tidak ada campur tangan dari penyelenggara terhadap siswa. Semuanya berjalan alamiah dan menyenangkan.
Hanya satu yang masih perlu diperbaiki, yaitu ketika ujian selesai panitia diingatkan oleh pengawas independen agar ada seorang dari pihak panitia yang menyaksikan saat amplop LJUN di lem dan di-lak lalu ditandatangani pengawas di setiap kelas. Namun ini tidak masalah karena mereka bisa bergerak cepat menuju tiap kelas yang berjumlah sembilan kelas.
Panitia yang berpengalaman mestinya sudah membagi tugas untuk setiap ruangan sehingga setelah bel keluar berbunyi mereka sudah stand by di depan kelas. Begitu juga saat bel tanda masuk kelas sehingga segala kekurangan bisa segera diatasi. Seperti tadi ada kelas yang kekurangan pensil, pengawas kelas harus meninggalkan kelas terlebih dahulu.

Kesalahan ini hanya kesalahan kecil saja. Secara umum penyelenggaraan hari pertama UN di sekolah ini bagus. Artinya slogan Prestasi Yes! Jujur Harus, sudah diterapkan di sini, setidaknya untuk hari pertama.


Minggu, 13 April 2014

UN

Selamat malam pembaca, saya sebenarnya ingin bercerita banyaktentang kehebohan kami menjelang Ujian Nasional murid kami. Berbagai skenario untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi sudah kami rancang dan tujuan akhirnya adalah mengurangi kesulitan yang akan dihadapi murid.

Besok adalah hari yang mendebarkan, subuh kami sudah harus bersiap menunggu genderang ditabuh, lalu kami bergerak ke berbagai penjuru. Saya harus pergi mengawas dengan jarak 15 Km dari kota.
Karena itu malam ini saya tidak cukup waktu untuk begadang.
Selamat malam, doakan semua baik-baik saja.

Jumat, 11 April 2014

Dua Mata Pisau

Angin terus berdesir di dedaunan sepanjang malam ini membawa suasana menjadi tidak menentu. Terkadang hujan merintik lalu sunyi kembali.

Bagaimanakah sebagian jiwaku yang di awang-awang, apakah ia bisa melihat orang-orang yang merana dan dipukul sepi ? Rasanya kesepian itu sudah merambat di sini melebihi dari kesepian yang sebenarnya.

Kawan, perubahan mood seseorang seringkali terlalu mudah dan cepat. Bahkan bisa hanya dalam hitungan detik, ketika ada sesuatu yang telah melampaui kecepatannya.
Barangkali hati manusia itu seperti mata pisau. Satu sisi tajam dan sisi lainnya tumpul. Sisi yang tajam dengan cepat akan mengiris, namun begitu kita balik....tak ada sesuatu yang terpotong.  Apakah dua mata pisau itu menggambarkan kemunafikan perasaan manusia?


Berubah Pekat karena Belerang tidak Diambil

 Perubahan  bukan kemunafikan, perubahan adalah kepastian yang terjadi dalam hidup ini.
Hari ini saya tahu saya gelisah setelah hari kemarin saya merasakan damai. Begitu juga hari esok mungkin saya akan bergembira dan lusa saya pun belum tahu. Tetapi saya yakin akan berubah.                                     

Kamis, 10 April 2014

Semoga Saya Bisa

Tidak lama lagi saya akan beristirahat. Memasuki dunia baru saya sebagai pensiunan, yang kata orang itu menakutkan. Seberapa menakutkankah itu? Mungkin saya juga merasakannya, namun jika saya melihat hidup orang-orang sekitar saya, mereka adalah kawan dan sahabat-sahabat dekat yang selama ini hanya bekerja di rumah untuk keluarganya, tetapi  mereka selalu tampak senang dan bahagia. Untuk apa saya harus takut. lebih dari separuh umur saya sudah saya nikmati dengan bekerja mengapa harus merasa kurang.

Harusnya saya sangat bersyukur dengan apa yang sudah saya dapatkan.

Bukankah mengalahkan ketakutan itu adalah dengan menghadapinya, Berpikir tentang ini, saya bahkan ingin segera sampai kepada ketakutan itu untuk segera  mengalahkannya. Dan menjadi salah satu dari mereka, perempuan yang tenang dan bahagia di tengah keluarganya di rumah.
Semoga saya bisa.









Selasa, 08 April 2014

Selalu Tergantikan

Tuhan selalu memberi ganti sesuatu yang terlepas dari diri saya. Rambut saya, kuku saya, milik saya, masa kanak-kanak saya, masa remaja saya dan cinta saya.

Dulu saya mengira ketika saya sakit saya tak akan bisa benar-benar sembuh. Dulu ketika saya terlukai saya mengira saya akan merasa tersiksa selamanya. Ternyata itu salah.

Saya seperti baru saja memasuki gerbang kedamaian. Biarkan musim berlalu dan waktu berganti bersama pengalaman  sedih saya. Kenyataannya kini saya merasakan  semangat saya tumbuh kembali.

Saya sudah mendapatkan kembali segala yang hilang walaupun dengan sesuatu yang berbeda. Ketulusan yang membuat saya merasakan damai. Ketulusan yang membuat saya tidak merasa sakit.
Dan hanya saya yang bisa merasakan getaran rasa ini. Getaran seluruh urat nadi dan jantung saya sampai akhir usia saya. Itu pasti.



Mawar di Kaki Gunung Ijen

Rabu, 02 April 2014

Matahari Pagi di Gunung Ijen


Trekking ini saya awali dari sebuah guest house di kawasan perkebunan Ijen. Jam 19.30 WIB check in. Guest house ini menyediakan kamar dan bungalow dengan rate dari 225 ribu, 300 ribu, 360 ribu dan 400 ribu. Fasilitas kamar mandi di dalam, air hangat, televisi serta breakfast. Ada juga kamar ekonomi dengan tarif 150 ribu tanpa fasilitas di atas. Saya menempati kamar yang 225 ribu rupiah semalam. Saya segera memesan porter untuk membawakan bekal dan negosiasi pun berjalan sangat singkat, saya putuskan ongkos porter 150 ribu dari 200 ribu untuk tarif wisatawan asing termasuk transportasi roda dua. Sebenarnya ada kendaraan khusus yaitu Jeep Discovery namun jadwal berangkat jam 02.00. Karena saya takut waktu saya untuk melihat Blue Fire tidak cukup karena langkah saya yang pendek maka saya memilih naik ke pos awal dengan motor.Sedangkan mereka yang ikut Jeep umumnya wisatawan asing.

Negosiasi dengan porter di Lobi

Pukul 00,00 porter memanggil dari luar kamar. Saya sudah siap, selanjutnya kami berdua berangkat dengan motor menuju Paltuding, yaitu pos awal pendakian. Kami melewati perkebunan dan hutan sepanjang 16 Km di kawasan perhutani kecamatan Licin kab. Banyuwangi. Kendati ini bukan yang pertama saya ke G. Ijen tetapi menjadi yang pertama untuk pendakian malam hari, dengan tujuan melihat Blue Fire di kawah Ijen.

Jam setengah satu kami sudah tiba di pos Paltuding. Ternyata di sana sudah banyak penggemar gunung menunggu saat yang tepat. Kami naik tepat jam satu. Wah ternyata banyak sekali pendaki pada pagi ini mungkin karena bertepatan dengan weekend dan libur Nyepi. Jadi pendakian ini tak ubahnya dengan rekreasi di gunung ramai-ramai.

Naik di Kegelapan

Porter menunjukkan banyak keindahan menaiki gunung pada dini hari. Antara lain memandang bintang-bintang yang bertaburan di balik bayangan pokok-pokok pinus. Memang menawan, bahkan ada sekumpulan bintang yang tampak seperti lampu-lampu hias di pohon natal. Dia bilang wasatawan asing sangat menyukai pemandangan ini. Sayang kamera saya hanya kamera digital dan BB saja.

Selain itu di beberapa tempat, dia juga menunjukkan gemerlap lampu di pedesaan di bawah. Yaitu desa Jambu dan desa Licin. Setelah setengah perjalanan di kilometer kedua ia juga menunjukkan indahnya cahaya lampu-lampu dari kota Banyuwangi sampai ke kecamatan Muncar dan berakhir di pantai di kejauhan.

Pada kilometer kedua ini jalan menanjak terus. Nafas mulai terengah dan betis terasa pegal. Banyak pendaki yang mulai kelelahan dan beristirahat di sepanjang pinggiran jalan. Bahkan ada yang muntah-muntah dan terkapar lemas. Kami menolong dengan menggosokkan minyak kayu putih yang disiapkan porter. Namun kami tidak bisa menunggu lama saya segera melanjutkan perjalanan.

Ada gadis remaja yang beberapa kali langsung beristirahat dengan tiduran di tengah jalan sambil memainkan senternya. Saya tahu dia sangat kecapaian karena mungkin ini pendakian pertamanya. Sebenarnya beristirahat dengan duduk lama apalagi berbaring itu  memperburuk kondisi tubuh.

Singkat cerita jam dua kami sampai di pos penimbangan. Pos ini merupakan pos peristirahatan juga. Beberapa pendaki sudah menikmati istirahatnya di bangku-bangku panjang yang terbuat dari kayu. Kami bergabung sebentar, lalu melanjutkan perjalanan lagi. Masih ada beberapa tanjakan melingkar yang tidak begitu tinggi. Walau begitu karena stamina mulai menurun dan bau melerang sudah tercium rasanya ini menyesakkan.

Pos Akhir Pendakian

Jam tiga pagi sampailah kami di pos akhir pendakian, kawasan terbuka di bibir kawah. Sangat lega rasanya seperti sedang mendapatkan sesuatu yang sudah kita cari dengan susah payah. Begitulah kesenangan di puncak gunung. Tidak terlukiskan apa sebenarnya yang  membuat kita senang. Porter mengajak beristirahat di bibir jurang agar bisa melihat Blue Fire dengan jelas. Tentu saya ragu-ragu karena tempat itu sangat berbahaya, sekali terpeleset batuan lepas itu habis sudah riwayat saya. Tetapi dia seperti memaksa sehingga saya pun berani mengikutinya. Kami duduk di tempat terbuka karena tempat-tempat terlindung sudah dipenuhi pendaki.



Saya menggigil ketika angin pagi mulai menyapu puncak. Saya telah meremehkan pendakian ini sebagai pendakian pemanasan sehingga saya tidak mengenakan jaket tebal dan kaos tangan berbulu. Saya mulai kesemutan sehingga saya berusaha terus menggerakkan jari-jari tangan.
Tangga menuruni kawah penuh oleh pendaki yang sehinngga kami menunggu sambil menikmati sorot senter para pendaki di kegelapan.

Saling Menhangatkan di Celah Batuan



Beberapa pendaki mulai menuruni kawah, Porter mengajak segera turun agar sedikit hangat tetapi saya masih suka melewatkan  menit-menit di ketinggian memandangi bias cahaya kebiruan jauh di bawah.

Jalan Ke Kawah di Kegelapan

 Jarak trekking Ijen hanya 3 Km dari Paltuding ke dasar kawah. Sedang dari pos akhir ke kawah tinggal 800 meter, tetapi......memerlukan waktu satu setengan jam turun dan naik lagi.
Ternyata api biru itu lebih tampak dari bibir kawah. Di dasar kawah tidak kelihatan jelas karena bercampur asap asap belerang. Yang tampak hanya asap abu-abu.














Berbeda dengan kreasi lelehan belerang berikut, tidak kalah dengan lukisan para pesohor.





 Menjelang Sunrise di Bibir Kawah Ijen

Terbitnya matahari selalu menjadi moment yang dinanti para pecinta gunung. Berjam-jam kami rela menunggu sambil melepas lelah di tempat ketinggian. Menit demi menit pergeseran matahari dari balik perbukitan selalu saya ikuti seperti tidak ada satu menit pun yang boleh terlewati. Perlahan pemandangan hitam pekat di hadapan berangsur menjadi abu-abu lalu memutih dan pada akhirnya membiru. Danau kawah mulai tampak mengagumkan. Saya teringat ketika bangun pada pagi pertama di Gunung Rinjani tahun lalu, betapa kaget dan takjubnya saya ketika keluar dari tenda dan melihat danau kawah yang luar biasa indahnya. Dingin yang menyergap  membuat kami hanya mengikuti terbit matahari dari balik jendela transparan di dalam tenda. Dan ketika porter menawarkan kopi saya baru keluar dan.... saat itulah saya baru merasa bahwa saya sudah berada di atas gunung beneran.






Cahaya Blue Fire sudah Memudar



















Pohon Bintang di Puncak Pegunungan

Porter saya ini cukup kreatif, ia mengajak saya berkeliling di ketinggian sekitar bibir kawah dan berinisiatif mengambil gambar saya dari belakang. Setelah itu kami duduk-duduk sambil sarapan sepotong roti, kacang, jeruk dan sebatang coklat. Kemudian ia mengajak saya ke ujung bukit untuk melihat matahari terbit dan berjalan-jalan melihat tumbuhan unik berbatang kayu menyerupai bonsai dengan bentuk yang beraneka ragam, bahkan akar pohon yang sudah mati akibat kebakaran ada yang menyerupai binatang. Pohon ini dinamai pohon bintang karena hanya hidup di ketinggian pegunungan Ijen. Sepertinya memang benar. Saya jadi ingat bunga Mone di gunung Kelimutu, karena daun dan bunganya mirip dengan tumbuhan yang katanya juga hanya ada di puncak gunung Kelimutu itu.

 
                                                        

Bedanya bunga mone pohonnya tidak berkayu besar. Hanya semak perdu berdaun hijau muda berpucuk merah dan berbunga kemerahan serta berbuah merah juga. Begitu juga pohon bintang di sini.


Berweekend dan Libur Nyepi di Gunung

Tunas Baru Pohon Bintang
Akar Pohon Bintang Menyerupai Kepala Naga
Mirip Kepala Udang
Mirip Kecoa
Mirip Mr Crab

 












Turun Gunung

Porter saya terus melihat jam, dan rasa lelah membuat saya juga ingin segera turun agar bisa beristirahat tidur sebelum check out. Kami turun dengan lebih banyak berlari kecil  untuk mengurangi tekanan berat badan terutama pada ujung jari kaki. Pada tempat-tempat datar saya sempatkan lagi mengambil beberapa foto dan bercakap-cakap dengan pendaki lain. Seorang gadis yang tertinggal oleh rombongannya bergabung.
Berikut adalah foto-foto itu:
Matahari di Balik Kabut
Gadis Jakarta Berpose
Porter Kita


Pos Penimbangan di Pondok Bunder
Rest Point



Mengakhiri Perjalanan

Kami langsung kembali ke Tamansari, tempat saya menginap. Selanjutnya saya mau tidur karena semalam kurang tidur.

Yang Pertama Menarik Perhatian

Jam tujuh pagi kami sudah kembali ke guest house. Begitu sampai saya langsung... have breakfast. Ada tiga menu yang tersedia yaitu nasi goreng, supermie dan roti panggang. Saya meminta nasi goreng dan kopi. Selanjutnya mengambil foto lagi dan membayar porter dengan sedikit uang tip. Selanjutnya hmmm mandi air hangat. Dan tepat jam dua belas meninggalkan guest house. Selamat tinggal Ijen Resto, Selamat tinggal perkebunan dan Selamat tinggal jejak kaki saya.





Gerban Alamanda di depan kamar

Ternyata ada Durian Berbuah



Selanjutnya pulang.....


Mencetak Kenangan

Inilah perjalanan singkat saya ke gunung Ijen. Walau dengan membayar mahal untuk ukuran saya, saya puas. Dan saya masih ingin mengulanginya satu saat nanti. Kerinduan perjalanan di gunung memang seperti candu yang selalu membuat kita ketagihan dan ingin kembali. Karena di sini kita akan menemukan apa yang tidak kita dapatkan di kota.

Saya teringat sebuah semboyan pendaki yang tertulis di Gunung Bagging Website:

Tidak mengambil apa pun kecuali mengambil foto
Tidak meninggalkan apapun kecuali meninggalkan jejak
Tidak membunuh apa pun kecuali membunuh waktu
Tidak mengalahkan apa pun kecuali mengalahkan ego.