Selasa, 28 Februari 2012

Tentang Pulau Serangan Dulu dan Kini


Sebenarnya kawasan pantai di sebelah selatan Denpasar ini tidak lagi berbentuk pulau karena sekitar kurang dari sepuluh tahun lalu Pulau serangan sudah menyatu dengan Pulau Bali. Penyatuan ini terjadi karena pengurugan pantai.
Ketika saya datang ke Serangan lebih dari dua puluh tahun lalu, Serangan merupakan sebuah pulau kering tidak terawat. Daya tarik pulau ini saat itu adalah Pura yang menjadi pintu gerbang memasuki pulau ini. Untuk mencapai pulau ini digunakan perahu-perahu dayung para nelayan. Itu terjadi hanya pada pagi hari karena setelah tengah hari air laut surut dan kering sama sekali pada sore hari. Pada saat itu semua pengunjung harus berjalan kaki kembali ke P Bali melintasi jarak antarpulau yang tidak terlalu jauh. Perjalanan mendekati pantai sedikit sulit karena pantai yang berlumpur dipenuhi tumbuhan dan akar mangrove.
Pada saat itu penduduk P Serangan yang saya lihat adalah nelayan keturunan Bugis. Ada beberapa tempat penangkaran penyu di rumah-rumah penduduk.

Pulau Serangan ramai dikunjungi pada saat Piodalan, yaitu upacara memperingati hari didirikannya pura Agung Serangan. Kawasan pntai yang sempit waktu itu menjadikan desa Serangan penuh sesak oleh Pemedek(?)yaitu umat Hindu yang melaksanakan upacara agama serta wisatawa manca negara dan beberapa wisatawan domestik.

Ada keindahan pulau kering itu ketika dipandang dari pantai, yaitu pohon-pohan yang meranggas tanpa daun pada saat kemarau, dan ranting-ranting pokok bunga kamboja Yang menaungi pura Serangan. Juga bebatuan yang disusun menjadi pagar-pagar yang melindungi tepian pantai di sepanjang areal pura.

Juga terdapat kebun kelapa serta semak-semak liar yang melatar belakangi pura. Ada tempat yang menjadi arena sabung ayam tidak jauh dari pura. Konsentrasi pengunjung waktu itu hanya di sekitasr tempat ini saja sehingga penuh sesak.

Sekarang semua tinggal kenangan. Serangan sekarang menjadi kawasan yang dikomersialkan begitu rupa oleh penduduknya tanpa alasan yang jelas. Memasuki desa serangan harus membayar semacam retribusi Rp 2000. Terus ketika baru saja menghentikan kendaraan di pantai sudah ada preman yang mengikuti dan memungut uang Rp.3000. Selanjutnya untuk berkeliling desa menyusuri semak dan pantai juga melewatiportal dan dipungut uang Rp 5000, tanpa karcis.

Pulau ini sudah tidak ada daya tariknya lagi saat ini. Pantainya biasa saja. pada akhir pekan begini hanya beberapa orang pengunjung. Wisatawan asing yang sedang berjemur. Penduduknya seperinya kurang welcome bahkan penjaga-penjaga portalnya menakutkan. Tampaknya semua wilayah bekas pulau ini sudah dikapling-kapling sedemikian, rapat oleh rencana jalan yang lebar-lebar. Bisa dipastikan lima belas tahun kedepan bekas pulau ini sudah dipenuhi bangunan.

Kenangan dari Bukittinggi



Foto ini baru saya dapatkan. Foto ketika berlibur di Bukittinggi hari kedua sesaat sebelum berangkat ke Payakumbuh.

Senin, 27 Februari 2012

Perang Dingin Ke-II

Hujan mengguyur di jalan, Jas hujan hanya sedikit menyelamatkan tubuh bagian atas serta laptop saja,selebihnya kuyup. Namun saya sangat menikmati curahan hujan senja ini karena air hujan banyak membawa pesan keindahan.
Selintas teringat apa yang pernah saya dengar di antara suara hujan, cerita tentang bagaimana udara saat hujan turun. Atau pertanyaan apakah di sana hujan turun, dan pertanyaan apakah itu suara hujan turun.

Kenangan itu membuat saya tersenyum-senyum saat kehujanan,bahkan saat hujan benar-benar mengaburkan pemandangan di jalan dan saya harus melintasi aliran deras di jalan menurun, saya tertawa sendiri. Girang benar perasaan saya berhujan-hujan kali ini.

Namun setibanya di rumah segalanya berubah. Baru saja beristirahat dan memulai obrolan sudah kehilangan komunikasi lagi. Dan saya terpaksa menekan lagi suara hati untuk kembali ke rongga dada. Daripada meneruskan obrolan yang sudah dikuasai anarkhisme (mendewakan diri sendiri).

Sayang hujan sudah lama reda, tak ada lagi nyanyian yang bisa membahagiakan hati saya seperti kebahagiaan air hujan yang tumpah meriah dalam mencapai kebebasannya.

Hari Pertama Program PISA

Hari pertama pelaksanaan program berjalan menyenangkan. Rombongan Belajar (rombel} terdiri dari empatpuluh siswa. Sebagian besar kelas X, beberapa orang kelas XI.Soal uji sama.
Lima soal pertama cukup membingungkan siswa. jawaban objektif benar yang dipilih perlu diyakini lagi kebenarannya dengan penalaran logika. Dan ini bagian yang mengasyikkan karena logika itu berdasarkan teori yang bersumber dari sejumlah data perhitungan dalam grafik, tabel dan diagram.
Beradu argumentasi tentang data antarsiswa juga menjadi bagian yang menarik. Dan mengetahui celah kelemahan argumen siswa berarti kemenangan guru.
Sayang waktu untuk ini hanya enam puluh menit. Tanda latihan diakhiri dan kami segera meninggalkan kelas pada 12.30.

Minggu, 26 Februari 2012

Perang Dingin Mulai

Saya salah menduga, apa yang saya pikirkan kemarin ternyata salah. Dia tidak berubah. Sikap dan ucapannya masih tajam. Pagi tadi ucapannya sangat egois untuk hal yang tidak penting, saya melawan. Saya beranikan diri untuk itu karena saya sudah bosan dengan sikapnya.
Itulah permulaan perang dingin kali ini.

Bersyukur saya terlalu sibuk untuk megurus ini. Setelah semua tugas rumah selesai saya menyelesaikan soal-soal PISA. Benar, saya mabuk sungguhan sampai sakit kepala, mual dan suntuk ketika membaca dan menentukan skor penilaiannya. OOO kok ada pekerjaan seperti ini rumitnya. Mana jawabannya subjektif interpretatif, gradasi nilainya, bentuk soalnya...
Apa mungkin saya yang sudah jenuh, mungkin saja. Namun tepat jam sepuluh malam, tiga puluh menit lalu saya sudah menyelesaikan. Bagian akhir sedikit asal-asalan. Mudah-mudahan teman yang menyelesaikan. Karena giliran saya menyajikan materi pada urutan pertama. Besok jam sebelas tiga puluh.

Sekarang saya ingin tidur lelap, bermimpi lagi tentang kemeja batik lengan panjang corak kehijauan dan tersenyum, he..he. Sapa dia saya juga belum pernah melihatnya
namanya juga mimpi, apa ada orang tua sengaja mimpi.

Malam semuanya.

Sabtu, 25 Februari 2012

25 Februari, 25 Januari, 25 Desember



Tiga hari setelah 22 Desember, bertambah satu catatan penting, 25 Desember. Saat itu Minggu bertepatan dengan hari natal 2011.
Tidak pernah saya bayangkan sore itu menjadi akhir dari semuanya. Waktu itu saya sedang berbenah sehabis mandi dan menjawab telepon dalam ketergesa-gesaan karena banyak tamu.
Tetapi..sudahlah, mimpi sudah menjadi nyata.

Baru saya sadari banyaknya kekeliruan yang saya lakukan. Saya membuat satu kekeliruan untuk menutup kekeliruan yang lain. Tidak pernah terpikir betapa pergolakan melawan kehancuran hidup saya akan berakhir sama menyedihkan.

Hari ini saya sangat gundah. Saya minta suami mengantar saya jalan-jalan. Kami berputar-putar di Denpasar lalu saya minta ke pantai, ke Serangan (pulau?). Saya nikmati sore di sana memandangi laut lepas. Selanjutnya saya katakan ke rumah adik.
Habis sudah waktu saya lalui hari ini.

Apakah suami tahu apa yang saya rasakan, ia menuruti semua permintaan saya dengan mudah tanpa banyak bertanya.

Kamis, 23 Februari 2012

Hilang Tanpa Jejak


Angin selalu bertiup, berhembus, menghempas lalu menghilang.
Tak meninggalkan pesan kecuali kehancuran. Dan angin tak kan pernah peduli semuanya karena ia harus melanjutkan tugasnya untuk berhembus, bertiup dan menghempas di manapun ia berada.

Namun bumi akan sepi tanpa angin, laut tidak punya ombak dan daun tak akan punya suara.
Dan udara bertuba tanpa angin. Jiwa menjadi kuyu.

Suatu hari nanti angin akan bertiup, berhembus dan menghempas, lalu menghilang lagi tanpa jejak.

Begitulah hidup.

Rabu, 22 Februari 2012

P I S A


Senin depan program PISA akan dimulai.Programme of International Student Assessment , sebuah program organisasi internasional yang berpusat di Perancis. Program ini berupa bimbingan belajar pada sekelompok siswa sejak tingkat dasar (kelas X/satu)SMA dengan memberi soal-soal standarInternasional. Selanjutnya akan dievalusi pada satu kwartal. Jika mereka bisa lulus uji PISA, artinya mereka sudah bisa memiliki kemampuan belajar standar international.Di Indonesia baru beberapa SMA yang dipilih untuk pengembangan program ini. SMAN Tabanan salah satunya untuk mewakili Bali.

Membaca segebok soal yang terdiri dari seratus tiga puluh tujuh halaman seperti mabok juga. Karena pemecahan soal lebih banyak dengan metode analisa-sintesa. Terlebih lagi evaluasi jawabannya, sangat-sangat objektif-subjektif.Kok bisa? ya begitulah. Ini mengingatkan metode belajar zaman saya sekolah dulu.

Pembahasan materi dengan media media elektronik. Jadi harus mempersiapakan materi tambahan dengan power point. Ini pekerjaan membosankan juga. Banyaknya pengulangan deskripsi tentang Kompetensi Dasar, Indikator, alokasi waktu dan materi itu dia. bosaaan banget.
Apa boleh buat, Mungkin nanti akan menyenangkan juga! Apalagi bila nanti hasil akhir bisa dicapai.

Hari ini saya harus mencapai target, akan saya mulai.
Semoga program ini bisa berjalan sesuai tujuan dengan tetap enjoy bersama kawan dan siswa.Amien!

Selasa, 21 Februari 2012

Subuh Menanti

Di antara dingin kabut sayup-sayup suara nyanyian subuh membukakan mata. Saya beri cinta pada pagi dengan satu senyuman karena saya terbangun dalam keadaan sangat sehat.

Begitu mudah mendapatkan kenikmatan dari semesta ini. Mengapa saya harus mengurung jiwa dalam belenggu yang saya buat sendiri. Tidak. Sekalipun lingkar kehidupan saya penuh dengan kepalsuan saya merasa itulah takdir yang tidak bisa saya ubah. Seperempat abad saya bisa berada di dalamnya. Kesempurnaan palsu, kebahagiaan palsu. Sesungguhnya ini bukan kemauan saya. Banyaknya pertimbangan untuk kebaikan banyak hati membuat saya bertahan tetap di dalamnya.

Memang penyesalan itu terkadang muncul, namun untuk apa ketika semua bisa saya lewati.Saya harus yakin bahwa setiap saat saya bisa mendapatkan karunia yang membesarkan hati saya lagi.
Dan menanti subuh ini...
Juga nikmat sekalipun saya tidak bisa lagi menunggu jam enam pagi untuk membangunkan matahari...

Nama Saya Marigold

16:17:24 chatting dimulai, mengasyikkan ngobrol kesana kemari soal pekerjaan,hobi, arti friendship dsb. Saya tegaskan berkali-kali saya ini siapa dan bagaimana. dengan harapan ia akan mengakhiri percakapan apabila ia salah memilih teman ngobrol.
Ternyata percakapan ini sampai membuat saya pening. 19:47:36.

Berbicara tentang nama..
Apakah arti sebuah nama?
Namun saat nama saya diterjemahkan, arti sebuah nama itu menjadi penting, karena membuat saya bangga.Dia tulis...

.............
means marigold....a flower
what a beautiful name U have
then you must b like flower too

Hore!!!
nama saya berarti bunga, bunga marigold!!!
Saya baru tahu, orang tua saya sendiri juga tidak tahu apa arti nama yang diberikan pada saya.

Selanjutnya beberapa kali saya dipanggil Marigold.Marigold ya Marigold dan kawan baru itu minta dipanggil dengan the real nick name yang ia punya.
Yah...ada-ada saja ceritanya.Kalau saja teman kecil memanggil saya Marigold ??

Niscaya marigold akan menjadi bunga yang tidak akan pernah layu selamanya.

Minggu, 19 Februari 2012

Are You From Indonesia?

Sapaan itu baru saya lihat, terkirim hari sabtu lewat fb. Berikutnya ketika saya browsing dia menyapa di Yahoo Messenger, kami chattingan. Saya senang karena bisa sambil belajar ngomong bahasa Inggris.
Yah berkomunikasi memang menyenangkan, apalagi dengan lawan bicara beda budaya dan bahasa. Banyak daya tarik untuk dibicarakan tanpa beban.
Dan kami berjanji akan menjaga pertemanan ini tanpa ragu dengan latar belakang kami masing-masing.
Obrolan pada Sabtu sore cukup lama karena juga melanjutkan percakapan kami yang terputus dua minggu lalu.
... seorang pegawai bagian eksekutif keuangan di sebuah firma. Dia menggemari Seni Kaligrafi. Kaligrafi karyanya manis. Saya tidak mengerti itu karya yang bagus apa nggak. Hanya perpaduan bentuk dan warna hurufnya manis dipandang.

Motivasi Seorang Kawan

Seorang kawan menyarankan saya melukis menggunakan kapi dan cetok. Saya tertarik, kebetulan saya lagi punya mood. Di yogyakarta minggu lalu saya sudah membeli dua kartu pos bergambar pemandangan Panen di Ubud Bali dan pembajak tradisional. Membeli dua kuas. Maunya sih membeli cat. Ternyata yang saya cari, Van Gogh dan Rembrandt harganya pertube enampuluh ribu dan seratus tigapuluh ribu.

Batal membeli dan saya putuskan menghabiskan cat yang masih tersisa. Soal Warna apa saja bisa dibuat kombinasi yang cukup bagus.
Mempelajari saran kawan, saya perlu membeli pasta penyampur cat untuk mendapatkan tekstur cat yang kasar dan timbul pada kanvas. Saya meluncur ke Denpasar. Sayang dua toko alat lukis tutup pada hari Minggu.

Waktu saya rasakan berjalan lamban dan kejam. Mengajar saja masih menyisakan banyak waktu terbuang.Termasuk urusan rumah sudah tercover di dalamnya. Kali ini
Saya harus melecut kemauan saya sendiri jika tidak ingin disiksa oleh rasa sepi. Saya ingin melukis lagi. Benarkah keinginan ini akan bertahan saya belum tahu.

Rabu, 15 Februari 2012

Kembali dalam Kesepian di bali

Jam lima pagi kemarin bus menurunkan kami di Tabanan. Kembalilah saya dalam kesepian. Walau begitu perjalanan wisata di pacitan sudah meluruhkan banyak kesedihan. Tidak seperti saat meninggalkan yogya, sepanjang perjalanan perasaan saya sangat sedih. Berkecamuk berbagai macam pikiran sehingga saya menjadi termangu.

Pagi tadi saya mulai bertugas, mengawas pemantapan Ujian Akhir kelas XII. Ini pekerjaan membosankan. Dua kali dua jam duduk menunggu tanpa aktifitas. Pikiran jadi melayang ke sana kemari.Tetapi memandangi wajah-wajah gadis bali beralis tebal sedang asyik mengerjakan soal, memberi hiburan tersendiri.
Pelajaran hari ini susah, Fisika dan Bahasa Inggris. Karena itu seluruh waktu dihabiskan tanpa sisi bahkan kurang sehingga sampai jam satu limabelas baru selesai.

Dari kelas terdengar suara riuhnya burung di puncak pohon flamboyan tua.
Saya ingin tersenyum, suara ini pernah mengindahkan perasaan saya saat saya masih punya semangat dan harapan.

Selasa, 14 Februari 2012

Mencari Kawan Lama di Srengat




Jam enam sore kami tiba di Blitar langsung ke alamat kawan di Jl W.R.Supratman. Menginap semalam. Jam enam pagi joging di sekitar makam Bung Karno tidak jauh dari alamat. Sehabis sarapan langsung menuju Srengat sepuluh kilometer dari kota Blitar ke arah Kediri.
Ternyata kawan lama saya sudah lama pindah ke Surabaya dan rumah tuanya sudah dijual. Saya kehilangan jejak. Tanpa diduga ada seorang perempuan tua sekali yang menjelaskan bahwa saya bisa mendapatkan alamat keluarga kawan tsb. Kepalang tanggung kami mencarinya dan dari seorang saudara satu-satunya saya mendapatkan nomornya. Selanjutnya saya menelpon dan tidak menduga dia langsung ingat ketika saya menyebut nama.Oh, senangnya saya walau hanya mendengar suaranya. Kami jumpa terakhir tahun 1978. Saat itu ia mampir ke rumah saya di Bojonegoro dari satu kunjungan keluarganya.

Dia adalah kawan berwajah Yesus, karenanya saya dulu memanggilnya Isa. Tak bisa membayangkan bagaimana wajahnya sekarang.Dia baru saja pensiun dari pegawai di Pemprov Surabaya. Sepertinya suaranya sudah berubah. Kami bertukar alamat dan berjanji suatu kesempatan akan saling mengunjungi dan menjalin silaturrahim antarkeluarga. Dia terus mendoakan saya agar terus dalam lindungan Allah selama perjalanan. lalu kami melanjutkan percakapan lewat SMS krn dia sedang berada di ruang rapat komite.
Kami mengingat jalan Cianjur, lalu kami segera mengakhiri percakapan.

Pencarian ini tak terencana tanpa dorongan kawan dan suami. Selanjutnya kami ke Candi Penataran.
Jam setengah dua kami meninggalkan Blitar dengan Bus Restu Mulya menuju Denpasar.

Minggu, 12 Februari 2012

Trenggalek-Tulungagung-Blitar


Perjalanan terakhir hari ini. Tidak ada yang istimewa. Biasa saja perbukitan mulai jarang dan akhirnya habis sesampainya di Kabupaten Blitar. Mungkin ini kabupaten terakhir Jawa Timur yang saya kunjungi.
Malam ini kami nginap di Blitar. Rencana besok mencari kawan lama di Srengat dan sorenya kembali ke Bali.
Ah sudah malam saya mau istirahat. Upload fotonya menyusul saja.

Ponorogo Trenggalek Puncak Keindahan


Masih sama, Pacitan-ponorogo-Trenggalek, jalan di kaki pegunungan. Namun Bukit, gunung dan jurang serta lembah di Ponorogo Trenggalek ini...Wonderfull!!!

Cobalah melihat sendiri keindahannya. Bukit-bukitnya menjulang tertutup pinus. Lembah-lembah curamnya sangat lebar dan subur. Jalannya melingkar-lingkar mengikuti kaki bukit dan jurang yang dalam. Tidak begitu menanjak namun lingkaran mautnya perlu diwaspadai. Bahkan terkadang saya harus menutup mata apabila kendaraan bersimpangan dalam posisi di samping jurang.

Banyak ditemui perempuan pemecah batu di pinggir jalan dekat sungai.Batu-batu kali itu dibuat koral sebesar kerikil. Seorang perembuan duduk di pucuk gundukan koral yang sudah dibuatnya sambil terus memukul batu.

Ini perjalanan cerita tentang negeri nun jauh di sana, di lembah tanah air tercinta. Ya sekarang saya bisa mengatakan inilah tanah air kita tercinta, tanah yang kaya dengan cerita.

Pacitan- Ponorogo



Meninggalkan kota Pacitan menuju Ponorogo jam sepuluh pagi. Perjalanan menyisir kaki perbukitan mengikuti aliran sungai berbatu sepanjang lebih dari tigapuluh kilometer. Bukit-bukit rapat dan sudah menyerupai pegunungan ini banyak yang membentuk piramida yang sangat subur. Jalan berkelok landai di atas lembah-lembah hijau dengan ragam tumbuhan dan tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan yang terdapat di wilayah Pacitan-Solo.
Pohon kelapa, jati, akasia dan pohon melinjo juga tumbuh di sela-sela tanaman kayu yang menutupi perbukitan.

Batuan di sepanjang sungai dan pegunungan di sini bervariasi warna dan tekstur serta bentuknya. Batuan sungai di satu tempat serupa dengan batu vulkanik dengan bentuk bongkahan tak beratutan berserakan. Di tempat lain batuan itu membentuk lapisan teratur dengan warna-warna pastel krem, coklat muda dan kehijauan serta abu-abu. Posisi tegaklurus tinggi rendah menutupi permukaan sungai.

Kemudian di tempat lain lagi batuan bulat sebesar buah-buahan sampai kelapa dengan warna pastel lembut berserakan di dasar sungai.
Juga batuan hitam meyerupai lempengan baja dan batuan putih kapur, lelehan batu warna hijau safir juga ada di beberapa dinding bukit yang sudah dipahati.

Perjalanan ini serasa menjadi perjalanan wisata alam pegunungan saja. Terkadang membosankan juga tetapi tiba-tiba saja mengejutkan karena keindahannya.
Pacitan Ponorogo 77 Km, namun perlu waktu tiga jam perjalan

Sabtu, 11 Februari 2012

Kabut di Kaki Bukit

Minggu,12 Februari...
Jam enam pagi kabut menutup sepanjang kaki perbukitan. Pelayan menyajikan sarapan nasi goreng dengan burger tanpa saus dan teh hangat. Terasa nikmatnya istirahat pagi ini setelah seharian kemarin dipanggang matahari di pantai.

Setengah jam kami jalan-jalan ke pasar mencari makanan khas. Mendapatkan jajanan tiwul, jongkong, cenil dan getuk.Dan makanan oleh-oleh jenang dodol Pacitan, sale pisang dan keripik.

Hari ini perjalanan akan dilanjutkan ke Ponorogo, Blitar dan selanjutnya pulang ke Bali dua malam lagi.

Dari teras ini panorama perbukitan tampak dari balik puncak pepohonan dan pucuk daun kelapa.
Suara deru kendaraan motor mengisi sunyi dari kejauhan. Dan suara kicau burung di pepohonan juga melengkapi cerahnya pagi ini.
Terima Kasih Tuhan, sampai detik ini saya masih bisa menikmati karunia semesta dalam keadaan sehat.

Pantai Teleng Ria


Pantai Teleng Ria hanya berjarak lima kilometer memasuki kota Pacitan. Ini objek terakhir hari ini. Tidak ada yang istimewa. Pasirnya berwarna coklat kopi dan pecahan ombaknya berlumpur. Walaupun begitu pantai ini menjadi pantai tersibuk di Pacitan karena lokasinya yang mudah dijangkau dengan kendaraan umum, medannya tidak bermasalah dan pantainya yang sangat panjang.
Di latar depan jauh mata memandang terdapat bangkai kapal pengangkut batubara terdampar dan terguling yang katanya sudah lama tidak terurus.

Kami hanya sebentar di sini. Keliling kota Pacitan sebentar lalu kembali ke hotel. Perjalanan hari ini memuaskan. Rental kendaraan murah, hanya dua ratus ribu sehari tanpa uang bensin dan sopir. Karena itu sebagai rasa terima kasih atas pelayanan sopir yang menyenangkan kami memberi tips setelah makan bersama di Warung sate yang katanya terenak di pacitan.

Ini malam kedua di Hotel Permata Jalan Gatot Subroto 26. Hotel terbesar di Pacitan. Selain itu ada hotel Pacitan, Hotel Minang, hotel wijaya, Bali Queen dan Guest House Alloro. Hoe-hotel ini saling berdekatan.
Kamar saya no 222 dengan pemandangan bukit hijau sebelah barat. Saya suka memandang bukit itu. Dan mengingat sesuatu, merenungi sesuatu yang tidak diketahui oleh siapapun.Dan apabila saya tidak sanggup meneruskan lamunan saya turun ke lobby. Ngobrol dengan resepsionis atau siapa yang ada di sana.

Pantai Srau



Masih di Barat Laut Pacitan. Menembus bukit, bukit dan bukit lagi...dan lagi. Bayangkan berapa banyak tukikan dan tanjakan serta lembah yang harus dilewati di sela hutan jati dan akasia.
Perjalanan dari pantai Klayar ke pantai Srau ini medannya lebih ekstrim. Andai saja perjalanan ini dilakukan pada musim kemarau, ketika pepohonan sedang rontok pasti akan lebih mengerikan. Akan menyamai medan perjalanan di Flores.
Sopir ahli saja tidak cukup karena banyak kejutan di sini. Paling tidak perlu informasi yang cukup tentang medan di sini.
Namun perjalanan kesini sebanding dengan hasil. Walau hanya pemandangan pantai, Pantai Srau sangat cantik, pasirnya putih terang dan lembut. Bibir pantainya ditumbuhi rumput laut di karang yang menutup pasirnya. Batuan putih, kuning, krem dan hijau berbentuk bulat kecil menggerombol di cekungan-cekungan karang. Berkilauan di balik permukaan air yang dangkal.
Di tengah pantai terdapat tiga bongkahan bukit karang berbentuk jamur dengan posisi berjajar dalam satu garis lurus.Hmmm masih susah untuk menggambarkannya,

Pantai Klayar Seperti Apa?







Pantai klayar adalah pantai yang indah dan sangat bersih, berada di sebelah barat laut Pacitan. Keindahannya adalah warna airnya yang biru kehijauan dengan gelombang yang sangat kuat dan hempasan ombaknya yang putih berkabut.
Pasirnya berwarna krem kecoklatan. Pantai ini dikelilingi bukit yang sudah terkikis ombak entah sudah berapa abad(tahu saja) sehingga bukit itu seperti terpotong-potong menjadi dinding dan tugu-tugu karang di antara deburan ombak.

Di antara dua potongan bukit terdapat celah yang sangat dalam sehingga airnya berwarna lebih kuat dan gelap. Gelombang yang terjebak bergerak sangat cepat dan lebih tinggi sehingga meluber di karang sekitarnya.Kami bertemu seorang pelancong dari Magelang yang sudah pernah ke sini. Ia bilang celah ini sering menelan kurban karena terseret arus balik.

Medan menuju pantai ini luar biasa. Tanjakannya,tukikannya, sempitnya dan terjalnya jurang serta lembahnya.
Pantai ini lebih indah dari semua pantai yang ada di Bali. Benar-benar indah. Perbaduan alam perbukitan dan laut lepas yang masih mempertahankan keasliannya.

Goa Gong, Pantai Klayar , ..



Pintu Masuk


Batuan Berbagai Bentuk


Pilar


Tetesan Abadi


Batuan Berlendir



Lobby Zaman Batu


Bergaya di Goa

Lorong Menuju goa Gong



Sejam yang lalu saya baru tiba kembali di hotel. Dan acara jalan-jalan ke alun-alun Pacitan batal karena hujan turun.

Pagi tadi,
Jam 08.15 mobil Mitsubishi L-300 sudah menjemput di hotel. Perjalanan hari ini adalah ke Goa Gong, Pantai Klayar, Pantai Srau dan Pantai Teleng Ria. Keempat objek wisata ini searah. Perjalanan pertama adalah ke Goa Gong,sekitar empat puluh km ke arah barat laut Pacitan.

Dari jalan poros Pacitan Solo masuk ke arah selatan sepuluh kilometer. Jalan perbukitan mendaki menurun dan tentu dengan tikungan-tikungan tajam.
Goa Gong lebih besar dari goa Maharani di Tuban. Menurut catatan luas Goa Gong empat ribu meter persegi. Seluruh ruangan goa ini dipenuhi stalaktit dan stalakmit beragam bentuk. Sebagian membentuk pilar besar dan menjadi sekat-sekat ruangan goa. Di atap goa bergantungan batuan berbentuk kuncup bunga cempaka besar dan kecil. Batuan stalagmit dengan ujung membentuk mangkuk terjadi karena tetesan air juga terdapat di hampir seluruh ruangan.
Dari pintu masuk jalan terus menurun ke dasar goa yang digenangi air. Melalui tangga berliku pengunjung menjelajahi dalam keremangan cahaya bola-bola lampu pijar dan lampu kuning.

Sulit digambarkan keindahan goa ini. Mengagumkan!
Desa Bomo tak jauh dari goa Gong merupakan desa perajin batuan dan permata asal pacitan. hasil kerajinan berbentuk perhiasan dan asesori berbusana dijual di dekat halaman parkir. Saya membeli tiga buah cincin bermata kecubung ungu dan hijau serta putih. Cincin ini sangat murah. Hanya lima belas ribu perbuah dari limapuluh ribu harga yang ditawarkan.

Selanjutnga kami ke Pantai Kelayar

Jumat, 10 Februari 2012

Yogyakarta Pacitan, Pracimantoro

Jam satu siang saya meninggalkan Yogyakarta menuju Pacitan dengan bus Purwo Widodo.Sebenarnya ada kebdaraan travel namun sudah untuk hari ini sudah tidak ada tempat.
Perjalanan dengan jarak tempuh kurang lebih 135 km, delapan puluh persen melintasi hutan dan perbukitan. Kondisi jalan sangat bagus, lurus naik turun bervariasi dengan kelokan-kelokan tumpul (dibandingkan kelokan di Pulau Flores dan Sumatera Barat) pada sepanjang kurang lebih 45 km setelah Yogya.
Selanjutnya melewati kecamatan Baran.Baran merupakan kota kecamatan terakhir di perbatasan Yogya - Solo arah Pacitan. Perjalanan ini melintasi Gunung Sewu.Sesuai namanya jumlah bulit di sini tidak terhitung banyaknya. Bukit kapur dan kering. Jalan bergelombang dengan landscape berbukit-bukit kerucut memberi suguhan pemandangan yang tidak membosankan. Memasuki kecamatan Pracimantoro kabupaten Wonogori sampai kecamatan Giriwoyo bukit-bukit yang bertebaran digantikan dengan perbukitan memanjang. Sampai di sini menghabiskan waktu tiga jam. Masih ingat Pracimantoro? Kota kecamatan tempat kelahiran mendiang presiden RI kedua, H.M. Soeharto.
Giriwoyo merupakan kota kecil yang menjadi titik pertemuan transportasi lintas Yogya-Pacitan dengan Solo-Pacitan sekaligus sebagai kota terakhir di perbatasan dua kota tsb. Di sini penumpang harus ganti bus yang dari arah Solo. Selanjutnya memasuki kecamatan Donorojo wilayah kabupaten Pacitan. Di Desa ini Presiden Soesilo Bambang Yudoyono dilahirkan.

Rabu, 08 Februari 2012

Bintang Apakah itu?

Ada sebuah bintang besar tepat di pusat langit, berkedip tanpa henti seperti tahu ada yang memperhatikannya. Menentangnya membuat perasaan tidak jadi bersedih.
Apakah di Bali ada yang melihat kerlingnya? Terbesit rindu kembali ke Bali untuk menikmati lagi hari-hari berganti; walau....

Ah sudahlah, belajarlah untuk melupakan. Buatlah kebahagiaan dalam pikiran sendiri.
Hidup akan menjadi berarti ababila kita bisa memahaminya. Bisa memaknainya sebagai rangkaian cerita yang harus dijalani.Suka dan tidak suka.
.....
Ada baiknya kita menangis agar terasa betapa manis ketika kita bisa tertawa.
Ada baiknya kita sakit agar terasa betapa nikmatnya ketika kita bahagia.

Bintang di atas langit Yogyakarta menjadi saksi apa yang saya rasakan.

Minggu, 05 Februari 2012

Entri Keempat Ratus, Masihkah Untuk Teman?

Blog ini ada karena adanya semangat yang menginspirasinya. Jadi sampai kapan pun saya selalu ingat bahwa bilangan penting dalam daftar entri ini hanya untuk mengingat teman kecil saya yang menjadi inspirasi itu.

Empati, simpati dan antipati adalah varian perasaan manusia yang tidak bersifat permanen. Sama halnya dengan bahagia, derita dan putus asa. Yang berbeda adalah urutannya. Ketika hari ini saya putus asa, suatu hari nanti saya akan bahagia dan seterusnya.

Menghargai seseorang ketika empati sudah begitu tipis, terasa sangat berat. Namun saya harus bisa, karena faktanya saya bisa melakukan ini karena orang lain. Berbagai hal positif yang sudah merubah gaya hidup saya kembali dinamis juga karena orang lain.

Saya harus sportif. Saya menghargainya. Karena itu entri keempat ratus (draft) ini saya tulis untuk mengingatnya kembali.

Air Terjun Coban Rondo, Bendungan Selorejo dan Makam GUs Dur



Masih dalam rangkaian perjalanan kembali dari Malang, kami mampir ke tempat wisata Air Terjun Coban Rondo dan ke bendungan Selorejo.

Selanjutnya mampir ke makam Gus Dur, mendiang mantan presiden RI keempat.
Ternyata makam yang berada di jalan Raya Jombang Malang ini ramai dikunjungi peziarah layaknya makam para wali. Makam di areal Masjid ini tidak jauh dari makam tokoh nasional dan pendiri Partai NU KH Hasyim Asyari, kakek Gus Dur.

Makam ini memberi manfaat bagi kegiatan ekonomi masyarakat di sekitarya. Sepanjang gang di samping masjid, tempat makam berada, dipenuhi kios pedagang yang menjual berbagai cendera mata dan pakaian juga makanan. Berbagai kaos bergambar Gus Dur, dan buku-buku tentangnya juga banyak dijual di sini. Saya membeli sebuah Buku Yang berjudul Gus Dur Guru Bangsa, Bapak Pluralisme

Selanjutnya kami meneruskan perjalanan pulang dan lepas Magrib kami sampai di Bojonegoro.

Almamater, Jalan Bogor dan Jalan Cianjur 16


Begitu bersemangat pagi ini saya mencari lagi kampus Universitas saya dulu.Berfoto. Almamater ini adalah Ibu yang menyusui saya selama empat tahun. Banyak kenangan saya tinggalkan di sini. Kenangan akan kawan, perpustakaan, gedung kesenian, dosen dll.

Diam-diam saya ingin melihat lagi Jalan Bogor. Jalan yang dulu diapit oleh pohon-pohon cemara.Di jalan ini tersimpan memori teramat indah. lalu Jalan Cianjur yang setiap hari kami lewati saat kuliah. Di Jalan ini seorang pemuda memperhatikan kami diam-diam. Pada akhirnya saya tahu dia mahasiswa FKK UNBRA (UB). Kami sering melihatnya di warung tempat kami biasa makan, di jalan M.T. Haryono. Cukup lama proses itu hingga akhirnya ia datang menemui saya di tempat kost. Saya suka wajah Yesusnya dengan rambut gondrong berombak.

Namun rumah di Jalan Cianjur 16 sudah tidak ada lagi. Jalan Bogor dan jalan Cianjur itu dahulu jalan sunyi yang mengapit taman makam pahlawan. Kini kedua jalan itu sudah menjadi jalan raya yang sangat sibuk juga.

Kami juga ke Jalan Besar Ijen, bernostalgia tentang keindahan barisan pohon palem dan rumah-rumah besar berhalaman luas. Namun jalan ini juga sudah penuh sesak dengan bangunan dan toko. Saya kecewa bahwa keindahan jalan ini sudah terkubur. Bahkan jalan Semeru dan jalan Tugu menjadi pasar wisata pada hari Minggu.

Wisata Keluarga di Malang dan Surabaya


Jumat malam berangkat dari Bojonegoro menuju Surabaya. Nginap semalam dan esoknya jam setengah delapan berangkat ke Malang. Macet di Porong selama satu setengah jam. Jam dua belas memasuki kota Malang dan langsung menuju resepsi pernikahan anak sepupu saya di Sasana Krida. Gedung ini pernah menjadi ruang kuliah saya lebih dari dua puluh tahun lalu.
Semua yang ada di sini sangat berubah. Dulu kawasan yang menjadi bagian dari IKIP Malang (UM)ini masih berada jauh di pinggiran, dan berdiri di tengah-tengah persawahan serta padang ilalang.
Sekarang gedung ini dikepung oleh bangunan beraneka ragam bahkan di depannya berdiri mall Matos, restoran dan pertokoan. Suasana hening dua puluhan tahun lalu tak berbekas sama sekali. Tinggal kenangan.
Malamnya menginap di Malang di rumah sepupu Sangata sambil bernostalgia tentang masa kecil kami yang menyenangkan, makan malam bersama di luar tetapi kali ini tanpa Karaoke seperti pertemuan kami dua tahun lalu.Kami semua sudah sangat capai.

Jumat, 03 Februari 2012

Memenuhi Janji


Senja saat saya memasuki rumah tua. Dua lampu temaram di kiri kanan pintu seperti senyuman hangat yang menyambut kedatangan saya untuk memenuhi janji demi ibu.
Perjalanan mudik ini begitu memelahkan karena kemacetan di Surabaya selama hampir dua jam.
Saya langsung masuk ke kamar ibu dan memeluknya tentu saja. Selanjutnya kami ngobrol basa basi di ruang tengah. Ibu menawari saya minum saya setuju teh panas. Ibu memanggil bibi. Namun beberapa saat kemudian ibu sendiri yang membawa dua cangkir kopi dengan langkah perlahan mendekati ruang tengah. Tentu saja saya cepat mengambil alih pekerjaan itu.
Betapa ibu melayani anaknya. Biasanya ibu yang meminta saya untuk membuatkan kopi dan ia selalu bilang kopi buatan saya paling enak.

Pujian itu sederhana namun menumbuhkan cinta yang teramat dalam di hati saya.
Saya belum pernah menyatakan pujian apapun padanya padahal banyak dan tak terhingga segala kebaikan yang telah ibu berikan.
Ibu, melihatmu selalu membuat hati bahagia sekalipun pikiran sedang galau.
Hari ini saya akan menghangati rumah kita yang sepi.